Fiony berdiri di balkon apartemen, angin malam menyentuh wajahnya dengan lembut. Ia memandangi Freya yang tertidur di sofa, wajahnya tenang, senyumnya yang manis masih terpancar meski dalam mimpi. Kehangatan itu selalu menjadi sumber kekuatan Fiony, tetapi sekarang, semua terasa seperti beban yang tak tertahankan.
Bayangan pertemuannya dengan Varun beberapa malam terakhir terus menghantui pikirannya. Kata-kata Varun terngiang seperti bisikan yang tak bisa ia abaikan.
"Berapa lama lagi kau akan membiarkan Freya menderita karena kelemahanmu?"
Fiony mengepalkan tangannya, mencoba menahan air mata yang mengancam jatuh. Ia mencintai Freya lebih dari apa pun, tetapi kecintaannya itu mulai berubah menjadi ketakutan yang perlahan menggerogoti tekadnya.
Ketika pagi datang, Freya terbangun dengan senyum cerah seperti biasa. Ia menemukan Fiony di dapur, menyiapkan secangkir teh. Freya menghampirinya dari belakang, melingkarkan tangan di pinggang Fiony.
"Pagi, sayang," ucap Freya lembut.
Fiony tersenyum kecil, berusaha menyembunyikan kekacauan dalam dirinya. "Pagi, sayang. Tidurmu nyenyak?"
"Selalu, selama ada kamu," balas Freya, mencium pipi Fiony dengan lembut sebelum duduk di meja makan. "Kamu terlihat lelah, sayang. Semuanya baik-baik saja?"
Fiony menggeleng pelan. "Aku hanya sedang memikirkan banyak hal."
Freya memperhatikannya dengan cermat. "Kalau ada sesuatu yang mengganggu, aku ada di sini, tahu? Kamu nggak harus menyimpan semuanya sendiri."
Hati Fiony mencelos. Ia ingin sekali menceritakan semuanya, tentang Varun, tentang tawaran kekuatan yang terus menggodanya. Tapi ia tidak sanggup melihat kekhawatiran di mata Freya. Sebaliknya, ia hanya tersenyum tipis dan berkata, "Aku baik-baik saja."
Varun tidak pernah berhenti. Ia terus muncul di saat-saat Fiony sedang sendirian, menghembuskan racun keraguan ke dalam pikirannya.
"Kau tahu aku tidak berbohong, Fiony," ujar Varun suatu malam, saat ia muncul di pantulan kaca jendela apartemen. "Setiap hari kau melihat Freya tersenyum untukmu, tetapi di balik itu, ia menderita. Kau tahu itu."
Fiony mencoba melawan, seperti biasanya. "Freya tidak menderita. Dia memilih untuk bersamaku, dan aku akan melindunginya."
Varun tersenyum dingin. "Benar, dia memilihmu. Tapi apa gunanya pilihan itu jika kau tidak memiliki kekuatan untuk melindunginya dari apa yang akan datang? Kau tahu ancaman itu semakin besar. Flora tidak akan berhenti."
Fiony terdiam, kebisuan itu cukup bagi Varun untuk melanjutkan.
"Aku tidak meminta banyak. Aku hanya ingin memberimu kekuatan untuk melindungi Freya. Bukankah itu yang kau inginkan? Kau tidak perlu menyerahkan semuanya... hanya sedikit saja. Sedikit kegelapan untuk menyelamatkan cahaya yang kau cintai."
Hari-hari berikutnya, Fiony mulai menarik diri dari Freya. Ia tetap ada di sisinya, tetapi pikirannya terus melayang pada kata-kata Varun. Setiap kali Freya tersenyum, Fiony merasakan tusukan di hatinya.
Freya mulai menyadari perubahan ini. Di suatu sore, saat mereka sedang duduk di sofa, Freya akhirnya bertanya.
"Kamu benar baik-baik saja, Fiony? Akhir-akhir ini kamu terlihat gelisah..."
Fiony tertegun, tetapi ia mencoba tetap tenang. "Aku hanya sedang memikirkan cara untuk membuat semuanya lebih baik. Aku ingin kita bahagia tanpa ada gangguan."
Freya tersenyum, menyentuh tangan Fiony. "Kita sudah bahagia, Fiony. Apa pun yang terjadi, selama kita bersama, aku tahu kita bisa melewati semuanya."
Kata-kata Freya itu menenangkan hati Fiony untuk sesaat, tetapi ancaman Flora dan bayangan Varun tetap menghantui pikirannya. Ia mulai merasa bahwa mungkin Freya tidak mengerti betapa besarnya ancaman yang mereka hadapi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound by Love, Separated by Death
Mystery / Thriller[GL] [gxg] [Frefio] Freya, seorang mahasiswa sastra yang pendiam, memiliki kemampuan unik-dia bisa melihat dan berinteraksi dengan hantu. Ketika dia pindah ke apartemen barunya yang berhantu, dia bertemu Fiony, roh seorang gadis yang tidak bisa meni...