Freya terbangun keesokan paginya karena sinar matahari lembut yang masuk melalui jendela, kehangatan itu sangat kontras dengan kejadian aneh di malam sebelumnya. Dia mengusap matanya, masih mengantuk, dan melihat sekeliling ruang tamu yang kecil. Semuanya tampak normal—apartemen itu sunyi, barang-barangnya masih berada di tempat dia meninggalkannya, dan tidak ada tanda-tanda hantu yang memperkenalkan dirinya sebagai Fiony.
Freya hampir bertanya-tanya apakah dia hanya membayangkannya, tetapi dia tahu lebih baik. Hantu tidak menghilang begitu saja setelah muncul. Fiony ada di sini, di suatu tempat. Memantau, menunggu, mungkin merencanakan aksi "menghantui" lainnya untuk menguji teman sekamar barunya.
Freya tidak berminat untuk bermain-main. Dia harus mempersiapkan diri untuk kelas pertamanya di semester ini dan seharian penuh tanpa harus berhadapan dengan roh-roh nakal.
Namun, saat ia duduk di tepi sofa, meregangkan tubuh dan menguap, ia merasakan kehadiran seseorang. Kehadiran itu tidak kuat—hanya sensasi samar dan menusuk di benaknya. Freya telah belajar mengenali perasaan itu. Seolah-olah udara itu sendiri menjadi sedikit lebih berat, perubahan halus yang tidak akan disadari orang lain.
"Fiony," panggil Freya, bahkan tanpa menoleh. "Aku tahu kau di sana."
Tak ada jawaban. Sesaat, apartemen itu sunyi senyap.
Lalu, tanpa peringatan, tirai berkibar. Gerakan kecil itu bukan berasal dari jendela yang terbuka, Freya tahu. Rasa dingin menjalar melewatinya, dan dia mendesah, memutar matanya.
"Jika kamu mencoba bersikap menyeramkan, itu tidak akan berhasil."
Tiba-tiba, Fiony muncul di sampingnya, bersandar santai ke dinding dengan seringai di bibir pucatnya. "Kau menyebalkan," katanya, suaranya ceria tetapi dibumbui rasa jengkel. "Kau seharusnya takut."
Freya berdiri dan mulai mengumpulkan buku-buku dan tasnya untuk kelas. "Sudah kubilang kemarin, aku tidak takut hantu."
Fiony mendekat, rambutnya yang hitam bergerak-gerak seakan tertiup angin yang sebenarnya tidak ada. Matanya tajam, mengamati Freya dengan rasa ingin tahu. "Kebanyakan orang akan merasa takut. Bahkan mereka yang mengaku tidak takut."
"Yah, aku bukan kebanyakan orang," kata Freya sambil menyampirkan tasnya di bahunya. "Aku sudah melihat hantu sepanjang hidupku. Kau tidak spesial."
Senyum Fiony memudar sesaat, ekspresinya berkedip karena terkejut. Namun kemudian dia pulih, menyilangkan lengan di dada. "Benarkah?" tanyanya, suaranya lembut, berbahaya. "Karena menurutku aku sedikit lebih spesial daripada hantu-hantu lain yang pernah kau lihat."
Freya berhenti sejenak, meliriknya untuk pertama kalinya pagi itu. Fiony tidak seperti roh-roh yang pernah ditemuinya sebelumnya, yang hanya berkeliaran tanpa tujuan, tidak menyadari dunia yang hidup. Fiony berbeda. Dia memiliki aura, kualitas yang hampir seperti manusia yang membedakannya dari yang lain. Namun Freya tidak mau mengakuinya dengan lantang.
"Spesial atau tidak, aku harus pergi ke kelas," kata Freya sambil berjalan melewatinya. "Cobalah untuk tidak merusak apa pun saat aku pergi."
Saat ia meraih kenop pintu, ia merasakan hawa dingin yang tiba-tiba menjalar di tulang punggungnya. Freya membeku. Sebelum ia sempat bereaksi, pintu terbanting menutup di depannya dengan suara keras. Ia menoleh dan melihat Fiony melayang beberapa kaki jauhnya, lengannya masih terlipat, ekspresi geli di wajahnya.
"Kau tidak akan pergi ke mana pun sampai aku mendapat jawaban," kata Fiony, suaranya tegas.
Freya mengangkat alisnya. "Jawaban? Untuk apa?"
Mata Fiony menyipit. "Kenapa kau tidak takut padaku? Kenapa kau bersikap seolah-olah semua ini... biasa saja? Kau seharusnya takut. Kau seharusnya berlari sambil berteriak, seperti orang lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Bound by Love, Separated by Death
Misteri / Thriller[GL] [gxg] [Frefio] Freya, seorang mahasiswa sastra yang pendiam, memiliki kemampuan unik-dia bisa melihat dan berinteraksi dengan hantu. Ketika dia pindah ke apartemen barunya yang berhantu, dia bertemu Fiony, roh seorang gadis yang tidak bisa meni...