Bab 4. Hujan dan suaranya.

48 34 1
                                    

Zela berjalan dengan Narael yang berada di sampingnya menyusuri lorong

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zela berjalan dengan Narael yang berada di sampingnya menyusuri lorong. Jam istirahat berdering dua menit lalu dan anak anak berhamburan keluar menuju kantin untuk mengisi perut mereka. Namun Zela melihat Mading yang begitu ramai oleh beberapa siswa yang menunda mengunjungi kantin.

Sejujurnya Zela tak terlalu ingin menuju Mading itu, karna terlalu ramai ia malas untuk berhimpitan dengan siswa lain, toh nanti jika sudah sepi juga ia akan membaca nya. Namun salah seorang siswa perempuan menghampiri Zela dan Narael yang sudah beberapa langkah melewati tempat Mading berada.

"Kak Zela, Kak Narael. Tunggu!" Seru siswa itu yang membuat kami berdua berbalik badan menghadap siswa itu. Ahh, rupanya ia adalah fiola yang merupakan adik kelasnya.

"Kak, nama kalian berdua ada di papan pengumuman olimpiade." Ucap fiola dengan antusias. Zela dan Narael saling tatap sejenak lalu memandang fiola. "Kalo boleh tau kita dibidang apa ya?" Tanya Zela karna terlalu malas untuk melihat Mading yang masih ramai.

"Kalo gak salah ya kak, Kak Zela dibidang biologi sedangkan kak Narael di bidang matematika." Ucapnya. Zela dan Narael tersenyum lalu berucap terimakasih kepada fiola. Setelah memberi tahu informasi tersebut fiola izin untuk pergi karna perutnya sudah lapar, Zela dan Narael pun mengangguk secara bersamaan.

"Kesempatan Zela, ayo berjuang sekuat tenaga biar bisa menang." Ucap Narael sambil mengepalkan tangannya keatas. Zela mengangguk semangat, pastinya! Kesempatan emas ini tak akan ia sia siakan.

Mereka berdua lantas bergandengan tangan menuju kantin untuk membeli makanan yang dapat mengisi perut mereka.

Sesampainya mereka dikantin, mereka langsung segera memesan dua porsi mie ayam dan membawa pesanan mereka ke meja yang masih belum terisi. Lalu mereka bercakap cakap ringan saraya menghabiskan makanan mereka masing-masing.

***********

Langit mulai menggelap, gerimis semakin deras disetiap detiknya. Narael mengayuh sepedanya semakin cepat dan membawa Zela dan juga sepedanya meneduh di sebuah halte. Gerimis berganti menjadi hujan deras dan juga angin dingin yang berhembus membuat Zela menggigil kedinginan. Zela menyilangkan tangannya dan menahan dinginnya udara sore ini. Tentu Narael menyadari itu, dengan segera Narael melepaskan jaket miliknya dan membungkus tubuh Zela dengan jaketnya, Zela memandang wajah Narael yang tepat berada disamping wajahnya.

"Nanti kamu kedinginan El, Gausah." Zela menolak jaket itu dan berusaha melepaskannya. Narael menahan tangan Zela lalu menggeleng "Gapapa, aku gak kedinginan." Ucap Narael berusaha meyakinkan Zela.

"Beneran gapapa?" Zela memastikan yang dibalas anggukan oleh Narael sambil tersenyum. Jujur udara dingin sore ini memang menusuk hingga tulang, namun Narael rela untuk menahannya supaya Zela tidak kedinginan.

"Makasih, El." Ucap Zela lirih.

Di halte ini hanya ada mereka berdua yang meneduh. Hingga sesaat kemudian suara petir menggelegar yang membuat Zela terkejut dan sontak menutup kupingnya. Zela berteriak memanggil Narael yang langsung dipeluk dengan erat tubuhnya oleh Narael. Ya, Zela sangat takut akan petir apalagi ini diluar.

Eternal Love In A Vulcano [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang