Narael merebahkan tubuhnya di kasur yang empuk setelah berendam menggunakan air panas, menghilangkan jejak udara dingin sore ini. Lalu pada pukul tujuh malam ia turun kebawah untuk makan malam bersama kedua orang tuanya.
Dimeja makan terasa hening hingga ayah nya membuka suara. "Bagaimana sekolah mu Narael?" Seperti biasanya Narael menjawab "Berjalan baik ayah, dan Narael terpilih untuk seleksi olimpiade."Ayah mengangguk "Lakukan yang terbaik."
"Baik ayah." Jawab Narael.
Setelah Makan malam berjalan seperti biasa, Narael menyusul bundanya yang sedang mencuci piring.
"Biar Narael aja Bun, bunda istirahat aja." Narael menawarkan dirinya. Bunda menggeleng "Gak usah, biar bunda aja." Ucap bundanya dengan lembut.
"Narael aja Bun, kan bunda udah cape masak. Ya Bun, please.." hingga akhirnya bunda luluh dengan rayuannya itu. Narael tersenyum lebar dan segera mengambil alih pekerjaan itu.
Setelah menyelesaikan pekerjaannya mencuci piring Narael segera berlari menuju kamarnya dan berdiri di pinggir balkon menatap balkon milik Zela dengan ditemani momo, kucing putih yang berada di pelukannya. Narael pun tak mengetahui alasannya berdiri disini, Narael tersenyum.. seperti orang gila saat pikirannya memutar balik momen saat ia bahagia bersama Zela. Sungguh dalam hatinya Narael ingin memiliki Zela, bukan hanya sekedar sahabat.
*************
Zela melenguh dan kelopak matanya terbuka perlahan. Zela menyadari bahwa dia sudah berada didalam kamarnya, Namun bagaimana bisa? Bukankah tadi ia berada di halte untuk meneduh bersama Narael? Zela melihat jam yang menunjukkan pukul delapan malam. Ia beranjak dari ranjangnya dan berjalan menuju balkon. Saat ia membuka pintu balkon ia langsung melihat Narael yang sedang berdiri di sebrang sana dengan momo dipelukannya. Zela tersenyum dan menghampiri pagar balkonnya. Kini mereka berhadapan.
"Udah bangun?" Tanya Narael dalam telepon kaleng yang sudah mereka pegang masing-masing ujungnya.
"Udah! Tapi kok bisa, kamu susah dong bawa aku pake sepeda tadi?" Zela melontarkan pertanyaan yang mengganjal dipikiran nya. Narael terkekeh diseberang sana."Tadi ayahku jemput dihalte pake mobil." Zela mengangguk ber-oh ria.
"Kamu udah makan?" Narael melontarkan pertanyaan. Zela menggeleng yang langsung dilihat oleh Narael "kenapa?""Gapapa, tadi aku bangun langsung ke sini. Jadi makan nya nanti."
"Udah jam segini, sana makan dulu." Narael memerintah. Zela menggeleng. "aku masih mau ketemu sama kamu, ngobrol. Lagian makan nanti juga gapapa."
"Kamu mau sesuatu ngak?" Tak ada angin tak ada hujan Narael malah menawarkan kepada Zela seolah mengalihkan percakapan tentang makan.
Zela sumringah lalu mengangguk, ia selalu menginginkan apapun yang Narael hendak berikan. Narael berkata dalam kaleng untuk menunggu nya sebentar, lalu Narael mulai melangkah kedalam kamarnya lalu kembali lagi ke balkon, ia menaruh sesuatu kedalam katrol ember lalu menarik talinya perlahan demi perlahan. Ember itu 'melayang' diatas udara lalu mendarat di pagar balkon milik Zela.
KAMU SEDANG MEMBACA
Eternal Love In A Vulcano [ON GOING]
Ficção GeralKabut menyelimuti langit langit bumi siang ini, yang semula cerah berubah menjadi gelap, guncangan guncangan pada tanah yang kami pijak membuat kami kehilangan keseimbangan. Narael memeluk tubuh Zela dengan erat menggunakan tangan kirinya sedangka...