bab 8. pertama kali bertemu.

12 13 1
                                    

Pengumuman olimpiade sudah tertampang lebar di Mading, semua siswa melihatnya secara agresif

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Pengumuman olimpiade sudah tertampang lebar di Mading, semua siswa melihatnya secara agresif. Untungnya Narael dan Zela sudah melihatnya terlebih dahulu mereka ber-Tos ria dan tersenyum lebar karna nama mereka berdua tercantum, mereka lolos.

Mereka berdua berjalan bersama menuju kantin dan sesampainya disana mereka langsung segera memesan bakso dua Porsi juga es teh dingin. Selesai memesan mereka menenteng pesanan tadi menuju meja yang belum terisi lalu duduk.

"Sambelnya jangan banyak-banyak." Narael menegur Zela yang akan menambahkan sambal kedalam mangkuknya, padahal sudah menuangkan tiga sendok.

"Gak enak kalo hambar, El." Keluhnya. "Nanti perut kamu sakit, magh kamu kambuh lagi, Zela.. Nurut ya?" Ucapnya dengan Nada lembut. Zela memanyunkan bibirnya lalu berhenti menambahkan sambal yang sudah ia siapkan, mulai meracik menggunakan yang lain, kecap dan saus tomat.

Saat Zela sudah menuangkan semua racikan bumbu secukupnya Narael mengambil alih mangkuk yang berada didepan Zela guna mengaduk semua bumbu itu agar tercampur rata. Narael sangat hafal bahwa Zela belum bisa mengaduk makanan seperti ini dengan benar, jadi ia selalu siaga untuk mengaduknya.

Saat sudah tercampur rata Narael mengembalikan mangkuk tersebut kehadapan Zela, Zela berterima kasih dan tersenyum lebar, ia mulai melahap makanannya, Narael tersenyum gemas.

Setelah menyelesaikan makan Mereka segera menuju kelas saat mendengar bel berbunyi dan melanjutkan pelajaran hingga selesai.
Pulangnya seperti biasa mereka menggunakan sepeda.

Saat sudah menyelesaikan makan malam mereka menuju balkon masing-masing, mereka sudah janjian untuk belajar bersama di balkon dan mereka melakukannya. Zela membawa meja lipat dan beberapa cemilan untuk menemaninya belajar malam ini, ia bersender di pagar balkon begitu juga Narael.

Zela sangat fokus terhadap buku yang berada digenggaman nya, tak menyadari bahwa Narael memandanginya sedari tadi, Narael mencuri pandang ke balkon milik Zela lalu tersenyum, lagi dan lagi ia jatuh cinta pada orang yang sama.
Narael sudah belajar sangat keras saat tidak bersama Zela, dan sebenarnya ia sudah paham dengan materi yang diberikan, namun ia mengajak Zela belajar bersama agar tetap bersama Zela dalam waktu yang lama. Padahal Narael tidak bisa fokus saat bersama Zela karna hatinya selalu berdegup kencang.

Sungguh hatinya menginginkan Zela.

Pikirannya terbang melewati jendela masa lalu saat ia pertama kali bertemu Zela.

Jakarta, 2010

Saat Narael berumur 5 tahun ia bersama ayah dan bundanya pindah ke jakarta karna ayahnya mempunyai pekerjaan penting, satu hari pindah Narael dan bunda bermain di taman pada sore hari untuk mendapatkan udara yang segar.

Narael dan bundanya sedang menikmati es krim di bangku taman dan menikmati semilir angin yang menerpa wajah mereka, hingga beberapa saat kemudian Narael sudah menghabiskan es krim nya. ia berkata kepada bundanya "bunda tunggu sini dulu ya? Narael mau kasih hadiah buat bunda."

"Mau kemana?" Bunda bertanya dengan nada lembut. "Rahasia" jawab Narael membisiki bundanya yang membuat bunda tertawa gemas lalu mengangguk.

Setelah bunda menyetujui Narael segera berlari menuju bagian bunga bunga yang mekar dengan indahnya.
Namun Narael tidak mengambil bunga itu, melainkan bunga yang tumbuh di rumput. Bunga itu berwarna kuning, bentuknya mirip seperti bunga matahari namun berukuran kecil. Narael segera mengumpulkan bunga itu dan membuat sebuah mahkota yang cantik, Narael larut dalam fokusnya membuat bunga hingga beberapa saat kemudian ia terkejut dengan suara mengagetkan di sebelahnya.

Ia melihat seseorang perempuan seumurannya tengkurap di atas tanah, dengan sigap ia menghampirinya dan mengulurkan tangannya untuk membantu perempuan itu bangkit dari tanah. Perempuan itu menerima uluran tangan dari lelaki dihadapannya dan segera membersihkan bajunya yang kotor. "Makasih." Ucapnya.

Narael mengangguk dan memperhatikan wajah yang di hadapannya. Anak itu memiliki rambut panjang dan diikat kepang menjadi dua, pipinya tembam dan lucu. Lalu saat sudah cukup membantu Narael kembali ketempat semula dan melanjutkan membuat pekerjaannya yang tertunda.

Namun anak yang tadi dibantu oleh Narael tidak pergi dari tempatnya dan malah menghampiri Narael lalu duduk disampingnya, Narael menoleh ia tak menggubris nya, tangannya sibuk membuat mahkota hingga beberapa saat kemudian telah selesai.

Narael berdiri dan anak disamping juga ikut berdiri, lagi-lagi Narael menoleh. "Kamu ngapain?" Tanyanya.
"Namaku Zela." Ucap anak itu mengulurkan telapak tangannya, Narael hanya memandanginya yang membuat Zela semakin mengulurkan tangannya.

"Narael." Ucapnya singkat tanpa membalas uluran tangan itu. Tanpa aba-aba Zela menarik tangan Narael dan menyatukan kedua telapak tangan mereka. "Belum resmi kenalan kalo belum kaya gini." Ucapnya polos lalu tersenyum. Narael diam saja tak berekspresi.

Sebenarnya Narael bukan sombong, melainkan ia sangatlah pemalu untuk berinteraksi dengan orang lain. "Itu buat siapa?" Zela bertanya.

"Buat bunda." Jawab Narael singkat lalu berjalan, meninggal Zela dibelakangnya. Zela tak menyerah, ia mengejar Narael hingga tiba pada bangku taman, ia melihat seorang wanita cantik seumuran mama nya.

Narael memberikan mahkota itu dan membuat wanita tersebut tersenyum lebar, Narael memasangkan mahkota itu dikepalanya bundanya. Bunda mencium ubun-ubun Narael dan mengucapkan terimakasih.
Hingga atensinya beralih ke anak perempuan dihadapannya.

"Lho, Narael kamu udah punya teman?" Tanya bunda kepada Narael. Narael memandang Zela lalu beralih ke bundanya, mengangguk tipis.

"Bagus dong, siapa nama kamu." Tanya bunda kepada Zela.

"Zela, Tante." Jawabnya antusias sambil tersenyum, menampilkan giginya. "Rumahnya dimana?"

"Di blok F nomor 21."

"Kamu kesini sendirian?" Zela mengangguk, ia sudah terbiasa bermain ketaman sendiri.

"Berarti samping rumah Tante dong, Tante juga blok F nomor 22."

"Wah, samping rumah aku dong Tante." Bunda tersenyum, anak ini sungguh menggemaskan, tak malu untuk berinteraksi dengan orang lain.
Dan saat itu juga Zela mulai sering datang kerumah dan mengajak Narael bermain. Zela menaklukan Narael yang pemalu menjadi sangat dekat dengannya.

Orang tua mereka bahkan berteman baik. mereka mulai tak terpisahkan. sekolah mereka sejak saat itu tak pernah berpisah, mereka selalu menjadi juara kelas dan bahkan banyak memenangkan lomba. Persahabatan mereka banyak menguntungkan karna Zela dan Narael sama-sama memiliki intelektual yang tinggi dan menjadi seorang juara disetiap lomba, saat salah satu diantara mereka kalah, mereka akan menguatkan satu sama lain dan berusaha menjadi yang terbaik di kesempatan selanjutnya.

Narael masih setia memandangi Zela hingga kedua bola mata mereka saling menatap, Zela mengangkat alisnya bingung karna Narael memperhatikan Zela sangat dalam.

Karna tak kunjung sadar akhirnya Zela melambaikan tangannya guna menyadarkannya. Saat Narael sadar bahwa Zela menyadari sedari tadi ia sedang memandang Zela jadi salah tingkah, mukanya menjadi merah.

"Kamu kenapa?" Tanya Zela memiringkan kepalanya yang membuat Narael semakin malu di lontarkan pertanyaan seperti itu.

***************

Segitu dulu yhaa sampai jumpa di chapter selanjutnya-!!
Jangan lupa vote and komen
(Menerima saran dan kritik)

🌻







Eternal Love In A Vulcano [ON GOING]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang