8 (berangkat liburan)

607 49 4
                                    

Demi membahagiakan ketiga putranya. Stevan akan cuti dulu selama satu bulan ke depan. Argo juga meminta izin kepada kampus untuk satu minggu ke depan, Rimba yang izin sakit, dan Fano yang ikut izin juga.

Keempat pria berbeda usia tersebut sekarang berada di pesawat pribadi milik Rimba. Setiap anggota keluarga Jovetic memiliki pesawat pribadi masing-masing. Mendiang istri Stevan juga mempunyai pesawat pribadi, namun sering dipakai oleh Stevan dia mengenang saja saat menggunakan pesawat tersebut.

Sebuah tepukan membuat Stevan kaget. "Papa kok melamun?" tanya Rimba kepada ayahnya.

Stevan mencium kening Rimba begitu saja. Sejak selesai operasi Rimba rewel sekali. Stevan tidak punya pilihan lain untuk tetap setia memangku Rimba agar tenang.

Di sebelah Stevan ada Argo yang memangku Fano. Anak kecil itu menatap berbinar awan yang ia lihat sangat jelas.

"Abang awan keren!" pekik Fano.

Argo mengelus rambut sang adik Fano. "Iya memang sangat keren," jawab Argo.

"Papa jahitan kakak belum kering?" tanya Fano.

"Belum dek. Maaf ya, papa jadi kurang memperhatikan kamu," ujar Stevan mengelus rambut Fano.

"Tidak apa-apa kok. Adek paham. Kakak lagi sakit jadi memerlukan papa," ujar Fano.

Suara isakan dari mulut Rimba mengejutkan Stevan. "Sakit!" rengek Rimba.

Stevan menepuk pelan punggung Rimba agar sang putra tertidur. Benar saja Rimba langsung tertidur lelap begitu saja.

"Abang sama adek sini!" panggil Stevan.

Mereka berdua mendekat kearah Stevan. Untuk duduk di sebelah sang ayah. Argo tetap memangku sang adik. "Kita liburan bersama ya. Selama ini papa terlalu sibuk bekerja hingga lupa untuk menghibur kalian," ujar Stevan.

"Kami paham, pah," ujar Argo.

"Iya. Papa kerja demi kami sekolah," ujar Fano.

"Abang usahakan agar segera mendapatkan gelar sarjana," ujar Argo.

Stevan mengelus kedua pipi putranya. "Abang jangan terburu-buru kuliahnya. Nikmati masa mudamu asal jangan melanggar aturan dari papa saja. Adek juga fokus belajar jangan memikirkan banyak hal. Apabila tidak paham pelajaran tanyakan ke papa atau abang ya," ujar Stevan.

"Kakak pernah bantu adek belajar tahu," ujar Fano.

"Tugas apa?" tanya Argo.

"Bahasa jawa," jawab Fano.

"Itu memang bahasa yang kita pelajari dari opa," ujar Argo.

"Jangan pernah berkata malu memiliki satu sama lain. Kalian itu ketiga bersaudara yang harus saling menjaga dan menyayangi satu sama lain," ujar Stevan.

"Adek tahu kok!" pekik Fano.

"Kemarin ulangan adek bagaimana?" tanya Stevan kepada si bungsu.

"Dapat 100 dong!" pekik Fano.

"Wah adek memang hebat," puji Stevan.

Wajah Fano memerah malu mendengar pujian dari ayahnya. "Papa itu biasa saja kok," ujar Fano.

Stevan terkekeh akan reaksi lucu Fano. Ia menatap wajah sang sulung yang nampak cemberut. Anak sulungnya ini memang mudah cemburuan sekali sebagai seorang anak. "Ujian harianmu bagaimana, bang?" tanya Stevan.

"Dapat A," jawab Argo ketus.

Tangan Stevan menarik pipi kanan Argo. "Abang!" panggil Stevan kepada si sulung.

RimbaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang