12 (si bungsu serasa sulung)

628 60 8
                                    

Seorang anak tengah memiliki sifat sangat berbeda dibandingkan saudaranya yang lain. Makanya, seringkali anak tengah kurang diperhatikan kedua orangtuanya.

Anak tengah tidak suka untuk menjadi orang lain karena tuntutan kedua orangtuanya. Hanya saja, kadangkala ada orangtua yang menekankan anak tengah perlu seperti sang kakak.

Itu suatu tantangan bagi anak tengah tersendiri. Bahkan ada saja ucapan orang lain yang membuat anak tengah semakin tidak suka akan saudaranya yang lain.

Seperti sekarang Rimba tengah berkumpul bersama keluarga besar dari pihak sang ayah. Ada sosok para om dan tante yang merupakan sepupu dari sang ayah.

"Kamu kenapa pindah sekolah Rimba?" ujar seorang wanita yang memiliki riasan sangat menor.

"Aku bosan di sekolah lamaku," jawab Rimba.

"Bilang saja kau membuat ulah lagi, Rimba?" sindir seorang pria paruh baya.

"Aku yang membuat ulah. Om kok repot sih," jawab Rimba.

"Abangmu sangat jenius, adikmu juga sama, sementara kau hanya menyusahkan ayahmu saja," sindir sang pria.

"Dih om ribet. Aku yang pintar ataupun tidak merugikan kau juga," ujar Rimba.

"Stevan kau tidak becus mendidik anak ini. Dia tumbuh menjadi berandalan tanpa etika," ujar seorang wanita tua.

"Begini bibi. Senakal apapun putraku. Dia tidak pernah meninggalkan wanita begitu saja setelah ditiduri," sindir Stevan.

"Nah benar! Cucu eyang malah pergi begitu saja setelah menghancurkan masa depan seorang wanita!" pekik Rimba.

"Sebelum memberikan nasihat dan menghina adikku. Lebih baik, bercermin tentang perilaku keluargamu sendiri," sarkas Argo.

"Wih kelas banget! Kata-kata abang!" pekik Rimba.

"Papa pulang yuk! Disini tidak asyik!" ajak Fano.

"Biasalah dek. Manusia sampah yang menghina saja kerjaan mereka. Tidak tahu terima kasih. Mana dulu pernah ditolong opa ketika mereka susah dulu," sindir Rimba.

Seorang pria akan memukul wajah Rimba ditahan oleh Stevan. "Kau sakiti putraku! Seluruh keturunanmu akan kuhabisi tanpa tersisa! Bahkan anak yang belum lahir pun akan kubunuh!" ancam Stevan.

Tangan sang pria berusaha melepaskan tangan Stevan dari pergelangan tangannya. Usaha ia sangat sia-sia sekali akibat perbedaan kekuatan diantara mereka berdua.

"Hajar dia papa!" pekik Rimba.

Stevan tersenyum dengan enteng sebuah pukulan mendarat di perut pria tersebut. Dirasa lawan tidak bisa melawan Stevan mengajak ketiga putranya untuk pergi dari sana.

Di mobil Stevan mengelus rambut Rimba. Sang remaja malah asyik memakan permen lolipop bersama adiknya. Argo memilih memakan roti saja bersama sang asisten ayahnya.

"Papa kenapa sih?" heran Rimba.

Sang duda memeluk erat tubuh Rimba. "Pokoknya kamu tetap anak papa kok!" pekik Stevan.

"Aku tahu kok," sahut Rimba.

Stevan mencium pipi berisi Fano. Dibalas hal sama oleh si bungsu. Ketika akan mencium sang sulung dia mendapatkan pukulan di wajah.

"Bang! Papa ingin sekali memanjakan kamu lho!" protes Stevan.

"Maaf tidak berminat," ujar Argo.

"Awas saja! Kamu mimpi buruk jangan datang ke kamar papa!" ancam Stevan.

Wajah Argo memerah mendengar ancaman Stevan. Sebuah rahasia dia diungkapkan dengan sangat jelas oleh ayahnya sendiri.

"PAPA!" teriak Argo.

RimbaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang