9 (bali!)

548 55 12
                                    

Pantai kuta merupakan tempat wajib untuk dikunjugi ketika berada di Bali. Seorang remaja sangat bahagia menatap pemandangan di depan matanya. Hamparan pasir pantai memanjakan mata. Kedua kaki Rimba tidak memakai alas sama sekali. Tak lama ada satu orang remaja pria menghampiri Rimba dan juga seorang anak kecil berusia sembilan tahun.

Fano memeluk kaki sang kakak kedua. Rimba tersenyum mendapatkan pelukan sang adik. "Kakak belum bisa gendong kamu ya," ujar Rimba mengelus rambut Fano.

"Adek ngerti kok. Kata papa luka jahitan kakak belum kering," ujar Fano.

"Kamu kenapa pamer badan sih?" tanya Argo.

"Bukan pamer abang. Kata papa aku perlu membuka bajuku," jawab Rimba.

"Kakak foto!" pekik Fano.

Rimba tersenyum lebar kearah kamera. Argo menatap malas akan wajah narsis Rimba. Ayolah kedua adiknya ini, memang terkenal narsis bahkan sang bungsu mengikuti kenarsisan dari Rimba.

 Ayolah kedua adiknya ini, memang terkenal narsis bahkan sang bungsu mengikuti kenarsisan dari Rimba

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

(Rimba)

"Celana dalam kakak terlihat," ujar Fano.

"Biarkan saja. Kakak itu keren tahu," ujar Rimba narsis.

"Kakak gantian fotoin!" pekik Fano.

"Okey ayo dekat laut!" pekik Rimba.

Rimba menarik tangan kanan sang adik. Kelakuan mereka berdua diawasi oleh Argo. Ia kadang heran wajah sang adik bungsu sekarang hampir mirip seperti saat Rimba kecil. Bahkan tingkah lakunya juga sama persis. Untungnya Fano belum diajarin dengan hal aneh-aneh dari Rimba.

"Bang pinjem kacamata sama topi napa buat adek. Kasihan adek kepanasan tuh," ujar Rimba.

Argo menyerahkan kedua benda tersebut. Padahal Fano sudah memakai topi hanya saja Argo lebih memilih mengalah saja. Dia malas untuk berdebat kali ini.

Senyum Argo terbit melihat tawa bahagia sang adik. Ia berjanji akan menjaga kedua adiknya. Semenjak kematian sang ibu dia merasa bersalah kepada kedua adiknya.

Saat itu seharusnya mereka memerlukan kasih sayang seorang ibu. Bahkan sang adik Fano sempat demam selama dua minggu penuh akibat kehilangan sang ibu.

Kepergian sang ibu memang mendadak. Fano yang waktu itu berusia tiga tahun hanya berharap bahwa ibunya akan kembali lagi. Nyatanya tidak mungkin, Lusiana pergi meninggalkan mereka bertiga.

Sosok ibu terbaik bagi mereka. Tegas tapi tidak pernah mengancam adalah didikan yang diterima oleh mereka semasa kecil. Pekerjaan rumah tangga saja telah bisa dihandle oleh Fano.

Tinggi Fano lumayan tinggi untuk ukuran anak usia sembilan tahun. Gen mereka bertiga mengikuti sang ayah. Pose foto Fano memang ada-ada saja. Entah ide darimana Fano bisa berfose seperti itu.

RimbaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang