7 (operasi kecil)

809 62 6
                                    

Meja operasi merupakan hal biasa bagi ketiga putra Jovetic. Mereka seolah berteman dengan namanya bahaya dalam hidup. Sekarang ada sosok Rimba tengah menjalankan operasi akibat terluka saat tawuran.

Padahal dua hari lalu telah dijahit di tempat itu, akibat kecerobohan dia sendiri jahitannya terbuka kembali. Rimba bahkan terlihat terbangun saat menjalankan operasi. Ia menolak untuk dibius dia akan memperhatikan wajah para dokter yang serius.

Agak aneh emang remaja satu ini. Tidak heran, apabila Stevan berkata Rimba merupakan anak yang sangat berbeda, dibandingkan kedua saudaranya yang lain. Selesai operasi Rimba tersenyum kearah para dokter tersebut.

"Om dokter aku bangun ya. Pegal sekali tiduran begini," keluh Rimba.

"Tunggu jahitanmu kering dulu tuan muda Rimba," ujar sang dokter.

"Om kaku sekali seperti kanebo kering sih," gerutu Rimba.

"Sifat kurang ajarmu sama seperti ayahmu," ujar sang dokter.

Rimba menyipitkan mata melihat nama dokter yang menangani dirinya."Om Agam teman papa aku, bukan?" tanya Rimba.

"Ya benar," jawab Agam.

"Umur om berapa?" tanya Rimba.

"35 tahun," jawab Agam.

"Lebih muda dari papa dong. Papa aku kan sudah tua udah 41 tahun," ujar Rimba.

Agam hanya mampu tersenyum mendengar ucapan dari Rimba. "Om Agam Abdilah." Rimba membaca name tag yang tertera nama Agam disana. "Kok om segala pake name tag sih?" tanya Rimba.

"Soalnya kembaran om juga seorang dokter disini," jawab Agam.

"Oh gitu," jawab Rimba.

"Tingkahmu sedikit berbeda seperti kakakmu itu," ujar Agam.

"Abang memang tembok kok. Entah aku juga heran sama abang," ujar Rimba.

Dobrakan pintu membuat Rimba melihat kearah depan. Ternyata itu, ulah Stevan dibelakangnya ada abangnya Argo yang menggendong Fano adik mereka.

"Kenapa kau menahan putraku tetap disini Agam?!" kesal Stevan.

"Maafkan aku Tuan Stevan. Tuan muda Rimba yang mengajakku berbicara," jawab Agam.

"Papa sama abang wajahnya jangan serem gitu dong. Kasihan Om Agam sampai keringetan dingin gitu," ujar Rimba.

Wajah Stevan, dan sang abang Argo nampak sangat tidak bersahabat. Beda lagi dengan Fano yang berusaha seram malah terkesan lucu jadinya.

Stevan mendekat kearah Rimba yang terbaring di atas ranjang. Fano berusaha untuk naik ke atas ranjang Rimba ditahan oleh Argo.

"Jangan peluk kakak dulu. Nanti kakak berdarah lagi lho," nasihat Argo.

"Oh okey," ujar Fano mengerti.

"Bagaimana tentang jahitan putraku?" tanya Stevan.

Rimba menikmati saja saat Stevan mengelus rambutnya. Kedua tangan Rimba terangkat meminta untuk gendong kepada sang ayah. "Papa!" rengek Rimba.

"Jahitan Tuan Muda Rimba lumayan parah. Kusarankan agar ia beristirahat selama seminggu ke depan. Tidak boleh melakukan aktifitas fisik berat yang membuat jahitannya terbuka lagi," ujar Agam.

"Masalahnya Rimba bukan tipikal pendiam. Dia akan melakukan banyak hal saat dilanda kebosanan," ujar Stevan.

"Apa hal yang membuat Rimba tenang dalam beberapa jam?" tanya Agam.

"Digendong papa," jawab Fano.

Stevan terkekeh mendengar jawaban sang bungsu. "Ucapan anak termudaku benar. Rimba akan tenang saat dipeluk atau digendong olehku. Bisa dibilang dia akan diam apabila aku memeluk tubuhnya," ujar Stevan.

RimbaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang