20. Move On?

6.1K 570 334
                                    

📌DITUNGGU VOTE DAN KOMENNYA📌

****

"Mungkin emang bakal butuh waktu lama, buat melihat dia sebagai orang biasa, tanpa melibatkan adanya perasaan."

-Galen Pangestu-

***

“Kamu serius mau sekolah, Len?” tanya Rena yang saat ini sedang menyiukkan secentong nasi ke dalam piring Galen.

Galen tersenyum kecil, dan mengangguk yakin. “Bosen kalo di rumah terus, Ma. Penyakit gak bakal sembuh kalo dipake buat rebahan mulu. Mending Galen aktivitas di sekolah sama temen-temen.”

Rena menghembuskan napas panjang, sembari mengambil duduk di hadapan Galen. “Mama cuma khawatir. Masa baru kemarin pulang dari rumah sakit, sekarang udah masuk sekolah aja? Surat izin dari dokter aja 4 hari loh.”

“Mama gak usah khawatirin Galen. Mama lupa kah, kalo anak Mama ini anggota geng motor? Udah sering baku hantam sama orang? Jadi cuma luka beginian doang mah, gak ada apa-apanya,” sahut Galen menyombongkan diri. Walau pada kenyataannya, memang sangat sakit.

“Terserah kamu deh. Tapi kalo ntar ngerasa pusing, langsung ke UKS ya?”

Mendengar kata ‘UKS’, membuat ekspresi Galen berubah secara perlahan. Ruangan itu, mampu mengingatkannya dengan Aurel. Pertemuan pertamanya dengan gadis itu pun, diruangan tersebut. Galen merasa tidak ingin menginjakkan kaki di sana lagi.

“Galen?” panggil Rena menyadarkan Galen yang malah melamun.

“Hah?!” Galen langsung terlonjak kaget. Dia tampak celingukkan, sehingga membuat Ayah serta adiknya, menatapnya dengan bingung.

“Kenapa kamu?” tanya Farhad sambil memasukkan satu suapan sandwich ke dalam mulutnya.

“Enggak,” jawab Galen linglung. Dia pun kembali menyadarkan dirinya seperti semula. “Yaudah, Galen mau berangkat ke sekolah dulu,” ucapnya seraya beranjak berdiri dan mengambil tasnya yang diletakkan di samping kursi.

“Temen-temen kamu aja belum datang?” ujar Rena menautkan kedua alisnya.

“Mau nunggu di depan,” sahut Galen yang kemudian meraih tangan Rena dan menyaliminya. Dia melakukan hal yang sama kepada ayahnya.

“GALEN PAMIT, ASSALAMUALAIKUM!” teriak Galen berlari pergi dari sana.

“Walaikumsalam,” jawab Rena, Farhad dan Altar secara bergantian.

Setelah menelan habis roti yang dikunyahnya, Altar pun kemudian mengeluarkan suara. “Papa!” panggilnya dengan suara lantang.

Farhad refleks menoleh pada Altar. Raut wajahnya seolah mengatakan ‘Apa’

“Nanti, kalo Altal udah gede, Altal juga mau jadi anak geng kayak Bang Galen!”

Uhuk

Rena langsung tersedak, ketika meneguk minumannya, saat mendengar celetukan Altar barusan.

Sementara Farhad. Pria itu menatap Altar dengan wajah cengonya. Kenapa anak sekecil Altar, bisa mempunyai pikiran seperti itu?

“Emang kamu ngerti?” tanya Rena kemudian, sambil mengelap sisi mulutnya menggunakan tisu.

“Ngelti lah! Kata Bang Galen, Altal bakal jadi ketua eglios kalo udah gede!” ujar Altar melebarkan senyuman polosnya itu.

Farhad menepuk jidat, merasa lelah melihat kelakuan anaknya. “Emang bener-bener ya, Galen. Masih kecil, udah diajarin geng-gengan gini.”

Nice to Meet GalenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang