Chapter 24: The other side (Part 2/2)

8.6K 394 113
                                    


Kata-kata anak penjual susu kedelai itu masih terngiang-ngiang di kepalaku, meskipun sudah berjam-jam berlalu. Aku keluar malam seperti biasa. Musik terdengar sangat keras, termasuk keributan orang-orang. Aku mengeluarkan sebatang rokok dan menyalakannya lagi. Menghirup dan menghembuskan asap abu-abu.

"Tapi meskipun dia adalah anak orang kaya. Itu tidak berarti dia tidak memiliki kemampuan apa pun..."

"Mungkin dia mencoba, tapi tidak ada yang melihatnya dan dia merasa patah semangat."

"Dunia tidak pernah adil... Jika dunia tidak adil, kita harus berusaha lebih keras."

Kata-kata itu berulang di otakku seperti ada seseorang yang memutar kaset berkali-kali... Dunia memang tidak adil, tapi satu-satunya hal yang bisa kita lakukan adalah mencoba memberi lebih banyak. Namun, kata "usaha" tidak pernah terlintas di benakku. Bagaimanapun, aku sudah kaya. Aku tidak melihat perlunya berusaha. Segalanya tampak begitu mudah. Kau bisa menjalani hidup seperti itu sampai mati.

"Jika kau ingin menggunakan uang orang tuamu sampai mati, itu tidak masalah. Itu hakmu, tapi di dalam hati, apa kau akan merasa tidak berharga? Apa kau benar-benar setuju untuk diremehkan seperti itu sepanjang waktu?"

Ya... di dalam hati aku tidak terlalu puas dengan diriku sendiri karena ucapan itu—jika aku tidak punya uang dari orang tuaku, apa yang akan tersisa dariku? Jawabannya adalah, tidak ada.

Tidak, tidak ada yang setuju diremehkan seperti itu sepanjang waktu.

"Kenapa ada biaya untuk hidup dengan baik? Itu tidak membuat segalanya lebih baik."

"Pada kenyataannya, lebih membanggakan menggunakan uang yang kau hasilkan sendiri."

Apa benar begitu? Anak itu menghasilkan uangnya sendiri. Meskipun dia lebih muda dan tidak berasal dari keluarga dengan status apa pun. Tapi kenapa dia berpikir seperti ini?

"Johan."

"Mmm?"

"Ada apa?" tanya James sambil meletakkan gelas anggurnya, merangkul pinggang seorang wanita yang duduk di dekat lengannya. "Gadis mana yang akan kau perhatikan malam ini?"

"Tidak ada, aku lebih baik pulang," kataku sebelum mematikan rokok di tangan di asbak.

Aku menghela napas panjang. Malam ini tidak menyenangkan karena kata-katanya. Anak gila itu terus menghantuiku di kepala.

"Oh, jangan pedulikan kita."

"Maaf, sampai nanti."

"Ya."

Aku keluar dari bar. Duduk di mobil favoritku sebelum mengemudi pulang meski belum tengah malam. Nenekku pasti kaget melihatku pulang begitu cepat. Di kepalaku, kata-kata itu terus terulang.

Sialan, sungguh membuat frustasi.

"James, kau ingat anak yang jualan susu kedelai itu?" tanyaku pada James saat kami sedang di sekolah waktu makan siang. Anak gila itu membuatku berpikir begitu keras sampai aku hampir tidak bisa tidur semalaman.

"Oh, aku ingat,m. Kenapa?"

"Ceritakan tentang dia."

"North?"

"Namanya North?" Aku mengangkat alis mendengar kata-kata James.

"Oh, North itu anak yang manis. Dia tinggal di lingkungan kita. Kenapa kau tidak kenal dia? Ah, dan dia membuatkan susu kedelai untuk adikku setiap hari."

"Susu kedelai yang kau minum sepertinya disuntikkan dengan insulinnya Johan," kata Frank yang ikut nimbrung, "Aku juga pikir itu tidak manis."

"Itu manis," bantahku. "Lanjutkan, James."

[END] NORTH : HOW MUCH IS YOUR LOVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang