Bab 16: Evakuasi

5 1 0
                                    

Bab 16: Evakuasi

“Kemenangan bukan hanya soal siapa yang paling kuat, tetapi siapa yang paling setia kepada tugasnya.” — George Washington

Helikopter bergetar lembut saat mulai terbang rendah di atas pepohonan, mengikuti instruksi langsung dari Romanov yang duduk di samping pilot. Romanov menggenggam peta dengan erat, menunjukkan rute yang aman bagi helikopter untuk mencapai titik evakuasi. Meskipun biasanya dia tidak terjun langsung, kali ini kehadirannya di lapangan sangat diperlukan. Setelah pengkhianatan Zurislav, hanya Romanov yang tahu detail medan dan titik aman yang sudah disepakati sebelumnya.

“Ke kiri, 45 derajat,” perintah Romanov kepada pilot, matanya terus fokus pada medan di bawah. “Kita sudah dekat.”

Di bawah, 3 tamtama dan Boris, mulai bergerak mendekati titik evakuasi. Boris, yang terluka, masih ditopang oleh 1 prajurit, sementara yang lain terus berjaga di sekitar, bersiap menghadapi musuh yang sewaktu-waktu bisa muncul dari balik pepohonan.

Suara helikopter semakin jelas terdengar, memberi secercah harapan di tengah kekacauan. Romanov memantau dari ketinggian, memastikan bahwa tim yang berada di bawah tidak terjebak dalam penyergapan atau bahaya lain.

“Kita akan mendarat dalam waktu kurang dari satu menit." Romanov berbicara ke radio, mengirimkan pesan kepada tamtama di bawah.

Helikopter perlahan turun, baling-balingnya meniupkan angin kencang yang membuat dedaunan beterbangan. Ketika roda helikopter menyentuh tanah, Kapten segera turun dengan sigap, tangannya masih memegang radio. Dengan perintah tegas, ia memimpin evakuasi di lapangan.

“Naikkan Sersan Boris!” teriak Romanov sambil menunjuk tamtama yang membawa Sersan.

Tamtama tersebut bergerak cepat, membawa Sersan yang terluka ke dalam helikopter. Sementara itu, Kapten terus memberi instruksi, memantau area sekitar dengan penuh kewaspadaan. Setiap pergerakan di semak-semak atau bayangan di antara pepohonan diamati dengan cermat.

“Musuh bisa muncul kapan saja, jangan lengah!” Romanov memperingatkan dengan nada tegas.

Dia mendekati Volkova yang keseimbangannya didukung oleh Liev, di lengannya juga ada kain yang bernoda merah. “Volkova tertembak?” tanyanya pada Liev.

Liev mengangguk. “Ya, Kapten.”

Romanov pergi ke sisi lain Volkova. “Masih sadar?” Dia menatap Volkova yang menunduk.

“Hampir tidak,” bisik Volkova dengan suara lemah.

Kemudian, ada suara langkah kaki tergesa-gesa menuju mereka, Romanov segera mengangkat senjata dan mengarahkannya ke sumber suara. Muncul suatu kelompok. Romanov langsung menurunkan senjata setelah melihat 4 tamtama dengan seragam yang sama. Mereka berhasil mencapai titik aman yang disepakati, tamtama yang tadinya terpencar pun sekarang sudah bersatu kembali di titik ini, hanya 1 tamtama yang tidak kembali.

Saat Liev menuntun Volkova masuk ke helikopter, Volkova menghentikan langkah, mengangkat kepalanya dan menatap ke sekelompok tamtama yang baru kembali. “Di mana ... Fyodor?” tanyanya pelan, tubuhnya terasa lemah dan kepalanya seperti berputar, pusing.

Mereka ber-4 menatap satu sama lain, ragu untuk berbicara. Lalu, salah satu anggota angkat bicara. “Kami mendengar suara peluru dari belakang, saat menoleh, Fyodor sudah hilang ....”

Mendengar itu, tubuh Volkova yang sudah tidak dalam mode adrenalin, terjatuh lemas ke belakang. Jantungnya terasa berhenti bekerja, informasi menyakitkan itu dan pengkhianatan Zurislav membuatnya trauma. Romanov yang berada di samping, langsung bergegas menaruh lengan kirinya di belakang punggung Volkova untuk membantu Liev mencegah Volkova jatuh. Sementara tangan kanan Romanov masih memegang senjata.

“Hey, tenang, tenang,” gumam Liev.

Dada Volkova naik dan turun tidak beraturan. Romanov dapat melihat tangannya yang berkeringat dingin sekaligus bergetar. Matanya juga tertutup. Dia tidak sadarkan diri. Efek adrenalin ini bersifat sementara. Setelah adrenalin menurun, rasa sakit dari luka tersebut bisa muncul dengan lebih jelas. Pada saat itu, rasa sakit bisa sangat intens, terutama jika kerusakan jaringan atau pendarahan yang signifikan terjadi.

Pada kasus luka tembakan, rasa sakit akan terasa lebih parah setelah efek adrenalin berkurang, terutama jika luka tersebut menyebabkan pendarahan internal atau kerusakan pada otot dan pembuluh darah. Jika trauma fisik berlanjut atau jika luka menyebabkan kerusakan signifikan seperti pendarahan berat atau luka pada organ vital, tubuh mulai mengalami kesulitan menjaga fungsi normal. Volkova mengalami transisi dari adrenalin ke syok. Karena terjadi pendarahan atau kerusakan jaringan, suplai darah dan oksigen ke organ penting seperti jantung, otak, dan ginjal mulai berkurang.

Meskipun adrenalin mungkin masih hadir, tubuh mulai menunjukkan gejala seperti pusing, kelemahan, kulit yang mulai pucat atau dingin, serta rasa kantuk atau kebingungan.

“Zurislav akan membayar semua ini,” lirih Romanov dengan suara pelan, tetapi penuh ancaman.

Romanov menoleh ke sekelompok tamtama yang baru datang. “Bantu rekan kalian,” ucapnya singkat. Mereka segera datang dan membantu Liev memindahkan Volkova yang tidak sadar.

Romanov berjalan menjauh dan masuk ke helikopter, duduk di samping pilot. Satu per satu, para prajurit naik ke dalam helikopter. Romanov memastikan semuanya selamat sebelum akhirnya memutuskan untuk ikut masuk. Setelah semuanya di dalam, pilot langsung mengangkat helikopter, terbang cepat meninggalkan lokasi.

Di dalam kabin helikopter, suasana masih tegang. Romanov duduk sambil memegang radio, menghubungi pos terdekat. Dia memantau situasi, memastikan semuanya berjalan sesuai rencana. Sersan masih dalam perawatan darurat oleh salah satu tamtama yang memiliki pelatihan medis, sementara yang lain diam, merenungi kejadian pengkhianatan yang baru saja mereka alami.
Helikopter terbang meninggalkan zona bahaya, dan meskipun evakuasi berhasil, beban berat masih terasa. Firasat  Romanov, ini baru permulaan. Zurislav yang berkhianat dan musuh yang semakin dekat hanyalah sebagian dari masalah yang harus mereka hadapi ke depannya.

Di kursi samping pilot, Romanov memantau medan di bawah, sesekali berbicara dengan pilot untuk memastikan jalur aman. Wajahnya terlihat sangat serius, mengawasi segala pergerakan di bawah. Sersan, meski terluka, duduk di bagian belakang helikopter dengan napas berat, masih sadar. Dia menahan luka tembak di bahunya, sesekali merintih menahan sakit, tetapi tatapannya tetap fokus, penuh rasa tanggung jawab terhadap anak buahnya.

Di sebelahnya, Volkova tergeletak tak sadarkan diri, wajahnya pucat, darah masih merembes dari luka tembak di lengan. Liev dengan cemas memegang kain berlumur darah yang tadinya sudah dipakai untuk menekan luka, sementara tim medis darurat sibuk memeriksa Volkova, dengan perban melilit lengannya.

Tamtama yang tadi merawat luka Boris, berusaha tetap tenang, meskipun jelas rasa panik menguasainya. Dia melihat ke arah Boris, yang wajahnya pucat. Namun, masih tetap berusaha berbicara. “Jaga ... dia tetap hidup ... Volkova ... dia harus selamat,” ucapnya dengan napas berat.

“Kami melakukan yang terbaik, Sersan,” cercah salah satu medis.

Kapten menoleh dari depan, mendengarkan suara rapuh di belakangnya. Matanya menyapu seluruh tim yang terluka dan kelelahan. Dia memberi isyarat ke tamtama yang ada di sebelah pintu untuk terus berjaga-jaga.

Romanov berseru, “Kita segera sampai di pangkalan! Tetap tenang.”

The Thin Line of Duty Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang