Bab 23: Pengadilan dan Hukumannya

0 0 0
                                    

Bab 23: Pengadilan dan Hukumannya

“Dalam perang, lebih baik mati dengan kehormatan daripada hidup tanpa kesetiaan.” -- Tecumseh

Jaksa menyajikan bukti. Dokumen tersebut diproyeksikan di layar besar. Rekaman mulai diputar. Suara Zurislav terdengar jelas sedang berdiskusi tentang strategi unit dengan seorang pria dari kelompok musuh. Wajah Zurislav memucat seketika mendengar rekaman tersebut diputar di hadapan semua orang.

Ketika Jaksa mulai memaparkan bukti-bukti, Romanov tidak menunjukkan ekspresi apa pun. Namun, di dalam, terdapat kemarahan, kecewa, dan sekaligus merasa bersalah. Tindakan Zurislav telah merugikan banyak orang, termasuk bawahannya yang berjuang di lapangan.

Aku berharap dia bisa mengambil keputusan yang berbeda. Semua ini bisa dihindari jika dia tidak terjebak dalam situasi ini.

Saat rekaman suara  diputar, Romanov menutup matanya sejenak, merasakan setiap kata yang diucapkan Zurislav. Dia ingin berteriak, ingin membentaknya untuk berpikir kembali, tetapi semua itu sudah terlambat.

“Kami memiliki bukti kuat bahwa Letnan bekerja sama dengan kelompok musuh. Kami mempunyai rekaman percakapan antara terdakwa dan agen dari kelompok penyogok, di mana terdakwa mengungkapkan informasi rahasia tentang strategi dan lokasi pasukan. Selain itu, kami memiliki catatan transfer kepungan yang mengalir dari pihak penyogok langsung ke rekening terdakwa,” jelas Jaksa dengan suara yang meyakinkan.

Pengacara Zurislav hanya bisa mendengarkan pada saat Jaksa berbicara, dia merasa bukti itu terlalu kuat untuk dibantah. Dia menunggu Jaksa berbicara lagi sebelum gilirannya.

“Terlihat jelas bahwa ia mengungkapkan detail misi dan menjual rahasia militer untuk kepentingan pribadi,” lanjut Jaksa.

Pengacara Zurislav berdiri untuk memberikan pembelaan, ia berusaha memberikan perspektif lain atas situasi Zurislav. Dia angkat bicara dengan suara serius, tetapi dengan simpati. “Yang Mulia, klien saya, Letnan Zurislav, memang melakukan kesalahan. Namun, bukan tanpa paksaan. Dia terjebak. Ancaman terhadap keluarganya dan tekanan dari kelompok musuh memaksanya bertindak di luar kendalinya.

Pengacara menghadirkan bukti ancaman yang diterima Zurislav dari pihak penyogok, memperlihatkan di layar besar bagaimana keluarganya diancam oleh musuh.
“Bukan suap yang membuatnya bekerja sama. Melainkan, ancaman yang jelas terhadap orang yang dia cintai. Dia hanya pion dalam permainan besar yang dijalankan oleh pihak penyogok.”

Ketika tiba saatnya Zurislav berbicara, ruang sidang menjadi sunyi, semua tatapan tertuju ke arah Zurislav. Dia berdiri dengan wajah penuh penyesalan, tangan masih ter borgol.
Zurislav menanggapi dengan suara lemah dan gugup. “Yang Mulia, saya ... saya tidak tahu bagaimana bisa terjerumus dalam ini. Mereka ... mereka mengancam keluarga saya. Awalnya hanya informasi kecil, hanya sedikit saja, saya pikir tidak ada yang akan terluka. Tapi semakin dalam saya masuk, semakin tidak mungkin untuk mundur. Mereka menawarkan uang, uang yang tidak pernah saya butuh kan, tapi mereka tahu titik lemah saya ... keluarga saya.”

Ketegangan di ruangan itu semakin memanas. Zurislav terdiam sejenak, sebelum melanjutkan dengan lebih pelan. “Saya menyesal ... Saya menyesal telah mengkhianati tim saya, negara saya. Tapi saya tidak bisa melihat keluarga saya terluka. Mereka memanfaatkan saya ... dan sekarang saya telah kehilangan segalanya.”

Suasana di panel hakim tidak menunjukkan belas kasihan, para perwira tetap menatap Zurislav dengan tatapan tegas. Setelah mendengarkan pembelaan dan bukti dari kedua belah pihak, panel hakim berdiskusi. Akhirnya, Jenderal mengetuk palu lagi, memberikan putusan.

“Letnan, meskipun kami memahami tekanan Anda, pengkhianatan tidak dapat dibenarkan. Sebagai perwira, Anda seharusnya mencari bantuan dari rekan atau atasan Anda. Namun, Anda malah memilih jalan berbahaya.”

“Anda dijatuhkan hukuman penjara militer selama 25 tahun dengan kerja paksa, serta pemecatan tidak hormat dari Angkatan Bersenjata. Sidang ini ditutup,” lanjut Jenderal.

Zurislav terkulai lemas. Hidupnya sebagai perwira militer tekah berakhir. Saat sidang berakhir dan keputusan dibacakan, Romanov berdiri, menatap Zurislav, merasakan kesedihan dan penyesalannya. Meskipun Zurislav telah berkhianat, Romanov berharap ada pelajaran yang bisa diambil dari kejadian ini—bahwa tekanan dan ancaman bisa menghancurkan kehidupan seseorang, dan bahwa keadilan harus ditegakkan, meskipun itu menyakitkan.

Letnan Zurislav dibawa keluar oleh penjaga militer, tatapan kosong di wajahnya, sementara para saksi dan perwira lainnya berdiri dan berbisik satu sama lain, mengomentari akhir dari kasus.

***

S

etelah Zurislav dijatuhkan hukuman, Romanov menyerahkan laporan lengkap tentang penangkapan Zurislav dan dampaknya serta operasi, dia menghadiri rapat dengan komandan atau atasan untuk membahas tindakan selanjutnya.

Rapat dimulai di ruang konferensi markas besar, ruangannya terletak di lantai dua, dindingnya berwarna netral dan papan tulis besar di salah satu sisi. Jam menunjukkan pukul 10:00 pagi, cahaya matahari menerobos masuk melalui jendela besar.

Di tengah ruangan, Mayor berdiri dengan ekspresi serius, mengawasi setiap sudut ruangan. Di sampingnya, Kapten berdiri tegak, mencatat beberapa poin penting di notepad-nya. Terdapat sepuluh anggota inti yang mengikuti operasi saat insiden pengkhianatan Zurislav, mereka duduk di kursi yang mengelilingi meja panjang. Personel yang secara langsung menyaksikan pengkhianatannya, diwajibkan mengikuti rapat. Ini karena pengalaman mereka dianggap penting dalam evaluasi operasi dan dalam membahas langkah-langkah perbaikan di masa depan. Kesaksian mereka tentang bagaimana situasi berkembang dan bagaimana pengkhianatan itu terjadi sangat berharga untuk diolah oleh komandan dan tim.

Mayor memulai rapat dengan suara tegas, “Terima kasih telah hadir di pagi ini. Kita semua tahu alasan kita berkumpul.”
Anggota yang duduk tampak saling memandang, menahan napas, dan bersiap untuk mendengar penjelasan selanjutnya. Romanov yang masih merasakan dampak dari peristiwa, menunggu dengan tidak sabar untuk menyampaikan laporan dan mendiskusikan langkah-langkah pemulihan yang perlu diambil.

Pembahasan awal dimulai dengan Mayor mengungkapkan rasa keprihatinannya terhadap dampak dari pengkhianatan Zurislav.
“Kapten,” panggil Mayor dengan nada serius, “Saya ingin Anda menjelaskan kepada semua orang di sini mengenai apa yang terjadi. Kami perlu memahami detail insiden ini agar kita bisa belajar dari kesalahan dan mencegahnya terjadi lagi di masa depan.”

Romanov mengangguk, mengambil napas dalam-dalam sebelum mulai berbicara. Ia menjelaskan kronologi kejadian, dari persiapan operasi hingga momen pengkhianatan.

Setelah Kapten selesai berbicara, Mayor melanjutkan, “Sekarang, kita perlu mendiskusikan bagaimana kita bisa membangun kembali kepercayaan di antara anggota tim dan memastikan bahwa kejadian serupa tidak akan terulang. Saya ingin mendengar pendapat dari kalian semua tentang langkah-langkah yang harus diambil.”
Salah satu prajurit berdehem. “Saya merasa, setelah kejadian ini, ada baiknya kita mengadakan pelatihan lebih lanjut tentang kewaspadaan. Kita harus belajar mengenali tanda-tanda jika ada yang tidak beres di antara kita,”

Liev kemudian mengambil kesempatan berbicara. “Bukan hanya itu, kita juga harus memikirkan tentang dukungan psikologis bagi yang terkena dampak. Beberapa dari kita mungkin masih trauma akibat situasi ini. Mengabaikan kesehatan mental bisa menjadi kesalahan besar.”

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 hours ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

The Thin Line of Duty Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang