Bab 21: Akhirnya

0 0 0
                                    

Bab 21: Akhirnya

“Kesetiaan prajurit diuji bukan ketika segalanya berjalan baik, tetapi ketika segalanya runtuh.” -- Martin Luther King Jr.

Tak lama kemudian, pintu terbuka pelan diiringi langkah kaki terseret. Zurislav muncul pertama, wajahnya penuh debu dan keringat, tatapannya tetap dingin. Di belakangnya, beberapa prajurit lain mengikutinya, meletakkan senjata mereka ke tanah. Helaan napas lega dari para prajurit tim Alpha terdengar, mereka tidak harus masuk untuk menggerebek Letnan dan anak buahnya.

Radionya berderak, menyampaikan berita yang sudah dia tunggu. “Letnan sudah ditangkap, Tovarisch Kapten. Baku tembak berhenti.” Suara di radio mengonfirmasi, Romanov diam sejenak, membiarkan rasa lega merayap pelan ke dalam benaknya. Meskipun misi belum sepenuhnya berhasil, mereka telah menemukan Zurislav tanpa mengorbankan lebih banyak nyawa.

Romanov melirik ke arah dua prajuritnya yang dekat, mengangguk sekali sebelum melangkah maju dengan langkah tegas. “Saya akan mendekat,” katanya ke dalam radio, suaranya tenang tapi tegas. Tidak ada rasa terburu-buru. Dia menyesuaikan tali senapan di pundaknya, matanya menyapu pepohonan dan medan.
Dalam beberapa menit, Romanov mencapai tepi luar pangkalan di mana anak buahnya telah membentuk perimeter. Di depan matanya, Zurislav yang berkhianat akhirnya digiring keluar oleh para prajurit, tangannya diborgol di belakang punggung. Langkah Zurislav lambat, kepalanya tertunduk, seperti beban pengkhianatannya tak hanya menundukkan tubuhnya, tetapi juga meremukkan sisa-sisa harga dirinya.

Perasaan yang menyeruak dalam diri Romanov begitu campur aduk. Di satu sisi, ada rasa marah yang membara; Zurislav bukan hanya sekadar bawahan, tetapi seseorang yang pernah dipercayai, seseorang yang dulu dianggapnya bagian dari tim. Namun, di sisi lain, kekecewaan dan rasa frustrasi tak bisa disembunyikan. Pengkhianatan ini mencabik rasa kepercayaan yang selama ini dia tanamkan pada setiap anggotanya. Meskipun wajah Romanov tetap datar, tangannya mengepal erat di samping tubuhnya. Dia tidak bisa menunjukkan kelemahan, tidak bisa membiarkan emosi menguasainya di depan anak buahnya.

Saat Letnan dan tim penyerbu akhirnya berhenti di depan Romanov, pemimpin tim Alpha memaksa Zurislav berlutut, dengan borgol mengunci pergelangan tangannya, Romanov menarik napas, dia menahan diri, hanya menatap Zurislav dengan dingin, lalu mengalihkan pandangannya ke pasukan, memberi isyarat bahwa tugas selanjutnya harus segera dilaksanakan.

Area di sekitarnya hangus dan penuh bekas pertempuran, selongsong peluru berserakan di tanah. Beberapa prajurit Romanov berdiri di dekatnya, masih dalam posisi siaga, senapan mereka terarah pada pengkhianat yang ditangkap.

Tanpa mengucapkan sepatah kata pun, Romanov mendekati Zurislav, sepatunya berderak pelan di atas tanah hutan. Para prajurit berdiri lebih tegap saat dia mendekat, mengamati setiap gerakannya. Zurislav bergerak sedikit, bahasa tubuhnya tegang, tetapi Romanov tidak terpengaruh.

Dia mengalihkan perhatiannya pada prajurit-prajuritnya. “Tidak buruk,” katanya pelan, suaranya tenang, tetapi otoritas yang tak terucapkan tersirat di baliknya.

Romanov kemudian berbalik kembali kepada Zurislav. “Kita akan bicara nanti,” katanya dengan nada dingin, sebelum memberi isyarat kepada timnya. “Bawa dia. Pastikan lokasi ini benar-benar aman sebelum kita bergerak keluar.”

Setelah Zurislav tertangkap, tim harus memastikan area sepenuhnya aman. Mereka menyisir pangkalan, untuk memastikan tidak ada ancaman yang tersisa, termasuk jebakan. Setiap dokumen, atau informasi penting seperti senjata, atau alat komunikasi yang ditemukan di pangkalan juga akan dikumpulkan sebagai bukti. Sementara itu, tim lainnya bersiaga di luar.

***

H

elikopter bergetar ringan saat baling-balingnya mulai berputar dengan cepat, mengangkat badan pesawat perlahan dari tanah. Di dalamnya, Zurislav yang telah ditangkap duduk terikat di bangku belakang. Wajahnya pucat dan penuh keringat, tatapannya kosong, masih syok dengan penangkapannya. Dua prajurit khusus pindahan dari unit lain, duduk di sampingnya, bersenjata lengkap, menjaga ketat sepanjang penerbangan. Mereka mengawasi Zurislav dengan mata waspada, memastikan tidak ada celah untuk kabur.

Di bagian depan, pilot dan co-pilot mengatur kontrol, mendengarkan perintah radio dari markas besar, memastikan jalur udara aman dari ancaman musuh. Deru mesin mengisi kabin helikopter, bercampur dengan dengung baling-baling di udara. Seorang perwira komunikasi sibuk berkoordinasi dengan markas melalui headset, memberi kabar bahwa mereka sedang dalam perjalanan kembali, membawa tahanan yang sangat penting.

Zurislav hanya bisa diam, merasakan beratnya kejatuhan dan pengkhianatannya sendiri. Tatapannya sesekali melihat keluar jendela kecil helikopter, melihat hutan lebat dan wilayah yang baru saja dia tinggalkan sebagai musuh. Dadanya penuh sesak dengan kekhawatiran, karena dia tahu bahwa begitu sampai di markas, akan ada banyak hal yang harus dia hadapi-- interogasi, penghakiman, dan nasib yang mungkin lebih buruk dari apa pun yang bisa ia bayangkan.

Romanov masih berdiri di samping timnya di lapangan, memandang ke arah helikopter yang membawa Letnan terbang menjauh. Angin dari baling-baling helikopter membuat mantel kamuflase yang dikenakannya sedikit berkibar. Meskipun posisinya masih di lapangan, pikirannya melayang pada laporan resmi yang akan disusun segera setelah kondisi stabil. Namun, saat ini, prioritasnya adalah mengamankan pasukannya dan menyelesaikan operasi di sisa area yang masih dianggap berbahaya.

Romanov diam sejenak di tengah medan. Angin sejuk malam menerpa wajahnya, tetapi tidak ada waktu untuk beristirahat. Meski letnan telah tertangkap, tugas Kapten di lapangan masih jauh dari selesai. Romanov dan pengawalnya tetap berada di lapangan untuk memastikan bahwa semua proses evakuasi dan langkah-langkah akhir operasi berjalan dengan lancar. Mereka tidak akan meninggalkan lokasi sampai semua prajurit telah kembali ke tempat aman dan situasi benar-benar terkendali. Romanov akan memastikan bahwa tidak ada ancaman atau risiko yang tersisa sebelum dirinya dan tim pengawalnya akhirnya kembali ke markas.
Saat evakuasi dimulai, Romanov berada di atas bukit kecil yang memberikan pandangan jelas ke arah helipad sementara. Angin dari baling-baling helikopter yang mendarat di titik evakuasi menyibak dedaunan kering dan debu di sekitarnya, menciptakan suara gemuruh yang mengisi udara.

Satu per satu, prajurit yang telah menyelesaikan tugas mereka mulai bergerak menuju helikopter. Tidak ada yang terluka parah, tetapi kelelahan terlihat jelas di wajah beberapa prajurit. Romanov tidak banyak berbicara, hanya memberi isyarat dengan tangannya kepada anggota tim untuk segera menuju titik evakuasi. Dia memantau setiap pergerakan mereka, memperhatikan formasi dan kedisiplinan yang tetap terjaga meski operasi telah selesai.

Helikopter pertama lepas landas dengan suara yang menggema, membawa sebagian prajurit kembali ke markas. Kapten mengangkat radio komunikatornya, memberi arahan kepada pilot helikopter berikutnya. “Helikopter kedua, siap untuk turun. Lanjutkan prosedur evakuasi sesuai urutan.”

Ketika helikopter berikutnya datang, Romanov melangkah maju, memastikan jalur evakuasi tetap aman. Dia memindai sekitar area untuk potensi ancaman, meskipun situasi tampak terkendali. Setelah memastikan semua prajurit yang tersisa masuk ke helikopter dengan aman, dia tetap tinggal, mengawasi dari kejauhan, tak beranjak sampai yang terakhir dari timnya sudah dievakuasi.

Begitu helikopter terakhir lepas landas, dia menatap langit sejenak, lalu kembali ke lapangan. Tidak ada kata-kata selamat atau senyum lega, hanya sikap profesionalisme yang tegas. Misinya baru selesai ketika semua prajurit telah sampai di tempat aman.

The Thin Line of Duty Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang