hanya perkumpulan one shot story tentang tiga serangkai manusia
⚠️WARNING!!! [kalau ga suka skipp!! no hujatan]
B×B
ff (fanfiction)
harsh language/bahasa baku
18+(tidak disaran kn untuk bocil di bawah umur)
100% Typo
...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Di sepanjang perjalanan, Amsel merasa gelisah, perasaan yang ia tak bisa jelaskan. Seolah-olah ada sesuatu yang buruk akan terjadi, namun ia mencoba menepis jauh-jauh firasat itu. Di dalam kereta, Amsel berusaha menenangkan diri, membayangkan kembali wajah Lousi yang begitu ia rindukan. Semua akan baik-baik saja, pikirnya. Ia hanya perlu bersabar beberapa jam lagi
Saat tiba di pelabuhan, suasana penuh hiruk-pikuk. Tentara-tentara turun dari kapal pesiar, mencari keluarga mereka di antara kerumunan orang yang juga menanti dengan penuh harapan. Amsel, dengan tubuh kecilnya, menyelinap di antara para pengunjung. Ia begitu lincah melewati orang-orang hingga akhirnya netra cantiknya menangkap sosok yang sangat dikenalnya-Lousi
Lousi, dengan tubuh tegap dan tampan seperti yang selalu Amsel ingat, berdiri hanya beberapa meter di depan. Namun, sebelum Amsel bisa melangkah lebih dekat, tubuhnya tiba-tiba terhenti, seperti dihantam sesuatu yang tak kasat mata.
Ia melihat Lousi menggendong seorang anak kecil, mungkin berusia lima tahun, dengan senyum yang begitu hangat. Di samping mereka berdiri seorang perempuan cantik, tersenyum bahagia melihat kebersamaan Lousi dan anak itu. Mata Amsel membelalak, dadanya terasa sesak. Nafasnya tersengal, seolah dunia di sekitarnya mendadak runtuh.
Gambaran kebahagiaan Lousi bersama perempuan dan anak itu menghancurkan hati Amsel. Selama ini, ia merasa aman dalam cinta mereka, tapi pemandangan di depannya mengguncang segalanya. Bayangan rumah tempat ia bersandar, tempat ia meluapkan cinta dan rindu, kini hancur berkeping-keping. Amsel tak bisa lagi menahan air mata yang sudah berada di pelupuk matanya. Sesak itu semakin menjadi, dan tanpa pikir panjang, Amsel memutar tubuhnya dan pergi dari kerumunan, membawa luka yang dalam
Ia tidak tahu bagaimana semua ini terjadi. Amsel merasa seperti orang ketiga dalam hubungan yang ternyata sudah lama ada sebelum dirinya. Hatinya berusaha memahami, tapi semakin ia berpikir, semakin sakit rasanya. Pikiran tentang kebahagiaan kecil Lousi bersama keluarga itu terus berputar di benaknya, membuat langkahnya semakin berat. Ia ingin berteriak, ingin melepaskan semua rasa sakit yang menyesakkan dadanya
Di tengah-tengah kegalauan itu, seseorang secara tak sengaja menyenggolnya. Amsel tak peduli, ia hanya ingin pulang ke rumahnya-tempat yang dulu ia anggap aman. Namun, tangan seseorang menahan pergerakannya. "Amsel, apakah itu kau? Mengapa kau berada di sini?"
Amsel menoleh, dan di depannya berdiri Brian, pria yang pernah menjadi cinta pertamanya. Amsel hanya diam, air matanya mengalir dengan sendirinya, tapi wajahnya datar. Melihat Amsel menangis, Brian langsung panik. Tanpa banyak kata, ia menarik Amsel ke dalam pelukannya, mencoba memberikan kenyamanan. Di tengah kerumunan orang yang sibuk, Brian memeluk erat tubuh Amsel yang kian melemah
Tangis Amsel yang awalnya terdengar jelas perlahan memudar. Brian, merasakan tubuh Amsel yang tak lagi bertenaga, segera bertindak. Ia menggendong Amsel dan bergegas menuju kereta kuda miliknya. Dalam perjalanan menuju rumah sakit, Brian memeluk tubuh Amsel erat-erat, tak ingin melepaskannya sedetik pun. Rasa cinta yang dulu pernah ia pendam kini tumpah begitu saja. Melihat wajah Amsel yang lemah dan penuh kesedihan membuat hati Brian terasa sesak. Bagaimanapun, ia masih mencintai Amsel, meskipun takdir tidak mempersatukan mereka