Setelah semalam acara tasyakuran atau syukuran sudah dilaksanakan. Hari ini para saudara Wira akan pulang kecuali orang tua Wira juga adik dan keluarga kecilnya.
Hari ini sebenarnya Ellen malas sekali melakukan sesuatu. Rasanya dia ingin tidur saja seharian ini. Apalagi perutnya kadang-kadang nyeri seperti gejala akan menstruasi, mungkin beberapa hari kedepan dia akan menstruasi. Mood nya juga kurang baik hari ini.
Tapi karena Ellen tak enak karena masih ada kedua orang tua Wira disini jadi dia bangun dari tidurnya lalu membersihkan tubuhnya terlebih dahulu. Setelah itu Ellen keluar kamar menuju kearah dapur. Disana ada ibu mertuanya dan kedua pekerja rumah yang tak lain mbak Mayang dan Gendis yang ikut membantu.
"Ada yang bisa Ellen bantu?" tanya ku sesampainya didapur.
Mereka bertiga langsung menoleh kearah Ellen.
"Kamu bantu mbak Lia saja nak."
Ellen mengangguk. "Mbak Lia dimana bu?"
Belum sempat Ellen menjawab Lia datang sambil membawa sisa piring bekas tadi malam yang ketinggalan diruang tamu. Lia menaruh piring itu diwastafel dapur.
"Ada yang bisa aku bantu mbak?" tanya Ellen ketika Lia akan pergi lagi.
"Hem..? mau bantu mbak?" Lia bertanya balik.
Ellen mengangguk lalu Lia mengajaknya kedepan lebih tepatnya keruang keluarga yang dipakai tadi malam. Lia tadi sedang menyapu.
"Aku harus ngapain mbak?"
"Kamu nyapu ruangan ini ya Dek, mbak lagi nyapu ruangan satunya."
Ellen mengangguk lalu mengambil sapu, sebelumnya dia bertanya pada Mbak Mayang dimana tempat sapu disimpan. Setelah mendapatkannya Ellen kembali ke ruang keluarga dan mulai menyapu membersihkan ruangan itu untuk pertama kalinya.
Ellen selama ini tidak pernah turun tangan untuk bersih-bersih seperti ini. Saat kuliah dulu pun yang membersihkan apartemennya dia memanggil orang untuk membersihkannya. Ellen terus menyapu sebisanya tanpa tahu kalau suaminya mendekat kearahnya. Wira berhenti tepat dibelakang Ellen yang kini sedang diam memperhatikan ruangan itu, mencari mana lagi yang masih kotor.
"Dek." panggilan yang sangat halus itu membuat Ellen terkejut langsung membalikkan tubuh dan hampir saja dia menipuk orang itu menggunakan sapu yang dipegangnya. Ellen menghela napas kasar setelah tau jika itu suaminya.
"Apaan sih om." kesal nya.
"Om lagi, panggil mas kan lebih enak."
"Iya nanti kalau udah siap." hanya itu yang bisa Ellen katakan untuk saat ini.
Wira lalu diam ditempatnya memperhatikan kegiatan yang dilakukan istrinya tanpa berniat membantunya.
"Kamu kalau gak mau bantu, ampun ten mriki Wir, jangan ganggu istrimu." ujar ibu yang tiba-tiba datang. Ellen yang tadinya menyapu kini memberhentikan kegiatannya sejenak.
"Kulo mboten ganggu Ellen, Bu. Niki malih mbiyantu"
{Ini lagi bantu}"Bantu nopo hah? Wong kowe meneng tok nang kunu, ndak gerak blas." kata Ibu.
{Bantu apa hah? Kamu diam tok disana, tidak gerak sama sekali}"Bantu mengawasi Ellen, bu" ucap Wira santai.
Ibu langsung menggeplak bahu anaknya dengan sebelah tangannya.
"Edan. Ini kamu kasih ke bapak saja daripada disini gak ada kerjaannya." Ibu menyodorkan secangkir kopi pada Wira.
"Nggih, ada lagi?" tanya Wira yang dibalas gelengan oleh ibu.
KAMU SEDANG MEMBACA
ELLEN
Genel KurguPernikahan yang tak diinginkan tapi mencoba menerima, sebuah jawaban sang gadis yang dinanti selama beberapa tahun yang lalu. Kekayaan yang dimiliki suaminya adalah salah satu keberuntungan yang dia dapatkan dipernikahan ini. Kehidupan menjadi sepa...