12. Cinta Yang Tertunda

7 0 0
                                    

Typo Bertebaran Dimana-mana!!! Harap Waspada 🚨🚨🚨

*******

Waktu terus berjalan, membawa Rara dan Leonard ke dalam situasi yang semakin rumit.

Rara masih menjalani proses pemulihan fisiknya di rumah sakit, sementara di sisi lain, hatinya masih diliputi kebingungan. Setiap kali ia melihat Leonard, ada perasaan yang tidak bisa ia definisikan.

Apakah itu rasa iba? Kemarahan yang tertahan? Atau mungkin sesuatu yang lebih dalam yang belum ia sadari sepenuhnya?

Leonard, di sisi lain, tak henti-hentinya berusaha memperbaiki hubungan mereka.

Namun, setiap kali ia mendekati Rara, rasa bersalah dan penyesalan menghantuinya.

Tidak ada kata yang cukup kuat untuk menebus semua kesalahannya, tapi Leonard bertekad untuk terus mencoba, meskipun ia tahu bahwa kemungkinan untuk dimaafkan sangatlah kecil.

Suatu sore, setelah sesi fisioterapi, Rara sedang duduk di balkon kamar rumah sakit, menatap langit yang mulai memerah.

Udara dingin menyentuh wajahnya, namun ia tetap merasa kosong di dalam. Kejadian-kejadian yang menimpanya terlalu berat untuk dihadapi dalam waktu yang singkat.

Ingatannya tentang masa lalu tetap buram, namun rasa sakit yang ditinggalkan oleh kenangan-kenangan itu terasa nyata.

Saat itulah, Leonard datang dengan membawa sebuah kotak kecil di tangannya. Ia duduk di samping Rara tanpa berkata apa-apa.

Mereka terdiam dalam keheningan yang hanya ditemani oleh suara angin yang berhembus pelan.

”Aku menemukan ini saat membereskan rumah,”Leonard akhirnya membuka percakapan, menyerahkan kotak itu pada Rara.

Rara melihat kotak kecil itu dengan penuh rasa ingin tahu. Saat ia membukanya, ia menemukan sebuah buku catatan yang sudah usang.

Halaman-halamannya penuh dengan tulisan tangan yang rapi dan beberapa coretan. Ia menatap Leonard dengan bingung.

”Itu adalah buku harian mu, Rara,”Jelas Leonard dengan suara pelan. ”Aku menemukannya setelah kamu pergi. Di dalamnya, kamu menulis banyak hal—tentang kehidupan kita, tentang rasa sakit yang kamu rasakan, bahkan tentang impian-impianmu yang tidak pernah aku dengarkan.”

Rara membuka halaman pertama buku harian itu. Ada tulisan tangannya yang rapi di sana, mencerminkan betapa berharganya setiap kata yang pernah ia tulis.

Saat ia mulai membaca beberapa halaman, perlahan-lahan ingatannya tentang masa lalu mulai kembali. Setiap kata, setiap kalimat membawa potongan kecil dari masa lalunya yang telah hilang.

”Leonard...”Bisik Rara dengan suara yang hampir tidak terdengar. ”Aku menulis ini...?”

Leonard mengangguk, matanya penuh dengan penyesalan. ”Kamu pernah mencintaiku, lebih dari yang pernah aku sadari. Tapi aku... aku menghancurkan itu. Aku tidak pernah memberikan apa yang pantas kamu dapatkan.”

*******

Rara terus membaca, semakin dalam masuk ke dalam kenangan-kenangan yang ia tuliskan sendiri.

Ada kebahagiaan di sana—cinta yang sederhana, perhatian yang tulus, tapi juga ada kepedihan yang mendalam.

Ketika ia sampai di halaman terakhir yang ia tulis, air matanya mulai jatuh tanpa ia sadari.

”Aku menulis tentang... harapan,” katanya, suaranya serak karena emosi. ”Aku menulis tentang keinginan untuk menjadi istri yang baik, meskipun aku tahu bahwa kamu mencintai orang lain.”

Jejak PenyesalanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang