Hai! Nama ku Nia dan ini adalah kisah ku.
Setelah balik dari mudik, aku dan dua teman perempuanku, Lina dan Sari, diajak makan di rumah teman dari temanku, namanya Pipit. aku sebenarnya nggak terlalu kenal sama Pipit, tapi karena ada kedua temanku, jadi aku pikir, “Kenapa nggak?” Lagian, katanya rumahnya baru direnovasi dan acara makan-makan ini semacam syukuran.
.
Begitu sampai di rumahnya, suasananya langsung terasa ramai dan meriah. Orang-orang duduk di tikar panjang di ruang tamu yang besar, dengan hidangan yang penuh di meja makan. Wangi rempah dari masakan tradisional menyeruak di udara, bikin perut jadi makin lapar. Pipit menyambut kami dengan senyuman lebar, memperkenalkan kami ke beberapa orang yang sepertinya keluarga. Meski mereka semua tampak ramah, ada sesuatu yang membuatku merasa tidak nyaman, mungkin karena aku tidak mengenal siapa pun.
“Ambil aja langsung makanannya, nggak usah malu-malu,” kata Pipit sambil menunjuk meja yang penuh dengan nasi, lauk-pauk, dan makanan tradisional lainnya.
Lina dan Sari langsung menuju meja makan, mengambil piring dan mengisi penuh dengan makanan. Aku mengikuti mereka dari belakang, mengambil sendok untuk mengisi piringku. Ketika aku mulai menyendok nasi, tiba-tiba terdengar suara perempuan yang keras dan tajam di telingaku, “Ojo di maem, Ndok!” (Jangan dimakan, Nak!)
Aku langsung tertegun, menoleh ke sekeliling, tapi tidak ada siapa pun yang berbicara kepadaku. Ruangan terasa hening seperti biasanya, hanya ada suara orang-orang yang sibuk makan dan mengobrol. Aku mengerutkan kening, mencoba meyakinkan diriku kalau itu hanya imajinasiku.
"kamu denger suara tadi nggak?" tanyaku ke Lina yang berdiri di sampingku, tapi dia hanya menggeleng bingung.
“Suara apa? kamu kenapa sih, Nia?”
"Nggak, nggak ada apa-apa," jawabku sambil mencoba tersenyum. Aku menepis perasaan aneh itu dan kembali menyendok lauk untuk makan. Tapi, saat aku mau menyuapkan makanan ke mulut, lagi-lagi suara itu terdengar. “Ojo di maem, Ndok!” Suaranya kali ini lebih keras dan terasa sangat dekat. Jantungku berdegup kencang, aku merasakan bulu kudukku berdiri. Ada sesuatu yang salah di sini, tapi aku tidak tahu apa.
Aku langsung meletakkan piringku dan berkata, “Kayaknya aku nggak lapar deh.” Lina dan Sari menatapku aneh, tapi aku hanya tersenyum kecil. Mereka melanjutkan makan dengan lahap, sedangkan aku hanya duduk diam sambil memikirkan suara aneh yang kudengar.
Setelah acara selesai, kami pulang. Awalnya semuanya tampak biasa saja, sampai beberapa hari kemudian, Lina dan Sari mulai mengalami hal-hal aneh. Setiap kali habis Maghrib, mereka berdua selalu mendengar suara gamelan di rumah mereka. Awalnya mereka pikir itu cuma imajinasi, tapi suara itu semakin keras setiap hari, bahkan saat tidak ada seorang pun di sekitar yang memainkan alat musik.
Hal-hal semakin buruk ketika mereka mulai kesurupan setiap tengah malam. Lina dan Sari, yang awalnya ceria, sekarang berubah menjadi sosok yang asing. Pada jam 12 malam, mereka sering kehilangan kendali atas tubuh mereka sendiri, berbicara dengan suara aneh dan mulai melukai diri mereka dengan benda tajam. Aku bahkan melihatnya sendiri ketika Lina tiba-tiba mengambil pecahan kaca dan menorehkan ke tangannya. Sari juga tidak jauh berbeda, saat kerasukan, dia meracau dengan bahasa yang aku tidak mengerti, matanya kosong, seolah-olah dia bukan lagi Sari yang kukenal.
Kami akhirnya memanggil ustaz untuk meruqyah mereka. Proses ruqyah itu sangat mencekam. Lina dan Sari berteriak-teriak histeris saat ayat-ayat suci dibacakan. Lina sempat sembuh untuk beberapa saat setelah beberapa kali ruqyah, meskipun wajahnya selalu terlihat lelah dan ketakutan. Tapi Sari, kondisinya semakin parah. Meskipun sudah di ruqyah berkali-kali, dia selalu kesurupan kembali. Suara gamelan itu tidak pernah berhenti, seolah-olah terus menghantui pikirannya.
Pada suatu malam, ketika Sari kesurupan lagi, kami memanggil ustaz untuk yang kesekian kalinya. Setelah ruqyah selesai, ustaz bertanya kepada kami, "Kalian habis makan di mana sebelum ini semua terjadi?"
Aku langsung teringat acara di rumah Pipit. Aku ceritakan semuanya, mulai dari acara syukuran, sampai suara aneh yang kudengar saat ingin makan. Ustaz terdiam sejenak, lalu berkata dengan wajah serius, “Target sebenarnya itu kamu, Nia. Tapi kamu selamat karena tidak makan saat itu.”
Aku terdiam mendengar ucapan ustaz. Kata ustaz, rumah Vira diduga terlibat pesugihan, dan orang-orang yang datang ke sana dijadikan target. Tapi karena ada yang ‘menjaga’ aku, suara peringatan itu melindungi ku dari bahaya. Lina dan Sari tidak seberuntung aku. Mereka sudah makan, dan sekarang menjadi korban dari kutukan itu.
Sepuluh hari setelah itu, keadaan semakin memburuk. Meskipun Sari sempat sembuh sesaat, dia kembali kerasukan dengan lebih parah dari sebelumnya. Tak lama kemudian, Sari meninggal. Kami semua terguncang oleh kejadian itu, dan aku masih merasa merinding setiap kali mengingat suara aneh yang kudengar hari itu. karna suara itu adalah peringatan yang menyelamatkanku dari malapetaka.
.
Note: jadi Nia ini sebenarnya yg di pilih untuk jdi tumbal karna Pipit gak mengenal dia, tapi karna Nia ini ada yg jaga semacam dengar suara peringatan itu Nia gak jadi makan. alhasil tumbal itu mengenai salah satu temennya.
aku sempet tanya ke Nia, pas acara makan" itu ramean ya? dia blg iya ada tetangga" juga.
tpi emng yg kena apes kedua temennya itu. Naas nya si Sari meninggal karna kena tumbal melalui makanan yg dia makan itu.pelajaran yg dpt di ambil klo kalian ga kenal atau ga kenal” amat sama seseorang jangan coba" deh asal mkn, makanan yg mereka beri karna kita gatau kan niat dan hati seseorang.
oh ya semua cerita yg aku share disini udah aku samarkan nama mereka untuk menjaga privasi.
buat kalian yg punya pengalaman mistis dan pengen berbagi cerita horor ke aku boleh bgt bisa DM aja.oke sekian dari cerita ini terimakasih sudah membaca!
KAMU SEDANG MEMBACA
KUMPULAN CERITA HOROR DARI KISAH NYATA
TerrorKumpulan cerita horor dari kisah nyata! Mohon dukungan untuk vote dan komen🙏