*plak!
Sudut bibir pemuda itu mengalirkan darah akibat tamparan dari ibunya sendiri.
"Lagi lagi cuma seratus?! Apa yang bisa kita beli kalau kamu cuma dapet seratus doang!? Ingat! Karena kamu kita miskin! Karena kamu kita bangkrut! Semua ini karena kebodohan dan kamu yang selalu gagal! Dasar anak tidak berguna!"
"..... Iya... Gara akan berusaha mencari pekerjaan yang lebih baik..."
"Bukan berusaha! Tapi harus!!"
Wanita paruh baya itu mendengus dan pergi keluar dari rumah mencari refreshing. Sedangkan pemuda beriris hijau blasteran Inggris-Indonesia itu termenung meratapi dirinya sendiri
"Apa aku salah? Salahkah bila aku hanya ingin mencoba menjadi sukses? Hanya karena aku gagal... Semuanya hancur lebur..."
Dia berjalan perlahan menuju kamarnya. Lantas menutup pintu di belakang nya dan bersandar pada pintu tersebut
"Aku memang mengecewakan... Aku gak pantes meraih impianku yang gak akan pernah tercapai..."
*Tok Tok
"Kak Gara... Are you okay?" tanya adik perempuan nya dari balik pintu
"I'm fine.. Don't worry Calestyn.." lirih pemuda yang dipanggil Gara itu
"Kakak jangan sedih... Tolong selalu ingat kata-kata Caly, kak Gara jangan pernah putus asa.. Jangan pedulikan apa kata mama, kak Gara pasti bisa menjadi pianist yang sukses dan terkenal..."
Gara hanya terdiam dan tak berkutik
"Caly pergi dulu.. Kak Gara jangan lupa makan ya.."
Sang adik pun pergi meninggalkan kamar berwarna cokelat itu dan menjauh.
Gara berjalan ke balkon kamarnya, menatap langit senja berhiaskan paduan warna Oranye, kuning dan pink.
"Seharusnya gue gak pernah minta untuk kursus sekolah musik... Seandainya gue gak maksa ayah buat masukin gue ke sekolah kursus mahal itu... Pasti keluarga gue gak akan sampai kesusahan kayak gini..."
Gara bingung dan merasa sangat bersalah. Di saat ini, ekonomi begitu sulit, sedangkan saat itu dia meminta sekolah musik khusus yang cukup mahal bagi keluarga sederhana itu. Setelah ayah nya mengizinkan, sang ibu pun terpaksa mengizinkan dengan harapan semoga Gara bisa menggantikan uang biaya sekolah nya dengan mengikuti lomba, menang, jadi terkenal dan kaya.
Tapi saat itu takdir berkata lain. Di umur ke 15 nya, Gara mengikuti lomba piano besar besaran dan bagi pemenangnya akan mendapatkan jutaan uang dan beberapa harta lainnya. Dari situlah ibu Gara berharap agar anak lelakinya itu menang dan bisa memberikan harta yang dulu diberikan nya untuk membiayai sekolah Gara.
Akan tetapi Gara kalah, dia gagal dan malah gagal yang amat jauh. Dia bahkan sama sekali tidak masuk 20 besar dari keseluruhan 50 peserta. Ibu Gara kecewa ditambah beberapa hari kemudian ayah Gara pun meninggal dunia, ibu Gara semakin membenci Gara dan selalu menuntut yang terbaik untuk membayar hutang budi ibu Gara dan ayah Gara.
"Gue emang gak pantes... Gue anak sial, gak guna, beban, bodoh, dan tolol"
Gara tersenyum kecut melihat nasibnya yang begitu malang, niat ingin meraih mimpi namun malah membawa malapetaka. Gara menatap lurus ke depan.
Seorang gadis berambut kuncir melambai kan tangan kearahnya dari balkon rumah di sebrang.
"Tetangga baru ya?" gumam Gara
Gara kembali melambaikan tangannya dan tersenyum tipis.
🐣
Seorang gadis berambut panjang merangkul Kucing anggora putihnya, ia menuruni tangga usai dari kamarnya dan sempat menyapa tetangga di seberangnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Meaningless Relationship
Teen FictionAku akan menjadi egois ketika segala yang kumiliki di renggut paksa. . . Rumah bukan selalu menjadi tempat kita pulang, keluarga bukan orang yang akan selalu disampingmu, teman tidaklah selalu menjadi tempat bersandar terbaik. Namun mereka lah ya...