BAB TUJUH PULUH DUA

2.5K 435 15
                                    

Thalia Escara bukan wanita yang akan pernah mengakui kalau dirinya sendiri cemburu untuk tiga alasan. Pertama, ia adalah perempuan keturunan keluarga Escara. Setiap anggota keluarga Escara adalah orang-orang yang tidak pernah terintimidasi oleh siapapun. Termasuk dirinya, Thalia sama sekali tidak terintimidasi dengan lawannya dan mengakui dirinya sendiri cemburu berarti ia terintimidasi oleh Stella Rosalind yang diberikan senyuman oleh George. Kedua, ia selalu mendapatkan apa yang ia inginkan selama hidupnya. Thalia tidak pernah sekalipun kalah dalam hal apapun. Kalau ia mengakui dirinya cemburu berarti ia terlihat seakan-akan ia tidak bisa mendapatkan George Esedi. Bukan berarti ia menginginkannya, hanya saja Thalia tidak ingin terlihat bagaikan wanita yang frustrasi mendapatkan perhatian seorang pria. Terakhir, Thalia sangat yakin kalau George pasti mengerti kenapa ia tiba-tiba memeluk pria itu. Alasan kenapa Thalia memeluk George bukan karena perasaan cemburu, melainkan sebuah strategi untuk balas dendam.

"The hug just now? That's for calling my uncle that is still griefing over his late wife and dragging his ass to babysit me and team McLaren," jawab Thalia. Ia berpikir alasannya sangat masuk akal dan ia mengatakan kata-katanya dengan sangat dingin tanpa perasaan.

Thalia lalu mendengus, "Pft, jealous? Esedi, apa kamu delusional? Untuk apa aku cemburu kepada Stella Rosalind? Aku memang sengaja berbohong kepadamu—aku menggunakan penyakit asmaku sebagai alasan untuk membuatmu panik. Sama sepertimu ketika membuatku panik. You've sent my uncle to pick me up in the airport and I panicked. Jadi kita satu sama."

"So you're not jealous?" tanya George kepada Thalia. Ia tahu wanita itu berbohong kepadanya dan alasan wanita itu semakin tidak masuk akal. "Aku hanya berusaha membuatmu sangat marah kepadaku, Esedi. Apa kamu marah? Please, katakan kepadaku kamu marah agar aku bangga akan diriku sendiri. Kamu pasti marah, bukan? Aku mengganggumu dengan Stella dan aku tiba-tiba memelukmu—menghalangi wanita itu melihat senyum seksimu yang sangat menyebalkan. Kamu tentu saja marah, Esedi."

"Senyumku seksi?" tanya George yang sekarang mengerutkan dahinya dan menahan senyumnya.

"Seksi di mata para penggemarmu, Esedi."

"Dan di matamu?" pancing George.

Thalia mengerutkan dahinya, "You never smiled at me, jadi aku tidak tahu."

Senyum di bibir George merekah dan Thalia menahan napasnya. Ya, senyum pria itu sangat seksi dari jarak jauh maupun dekat. "Biasa saja," balas Thalia yang terdengar tidak yakin.

George mendekatkan wajahnya kepada Thalia dan menjelaskan, "Aku tidak marah kamu bersikap cemburu seperti ini, Tea Pot. Kamu ingin memelukku dan menjauhkan aku dari Stella, aku sama sekali tidak marah dan tidak keberatan. In fact, I like this side of you that wants me. I just don't want you to lie about your asthma—I need you to tell me if it's real or not, because I am worried and I'm still learning about your condition. Aku tidak ingin, ketika asmamu kambuh dan aku tidak dapat menolongmu. Aku harus bisa menolongmu. So, don't lie to me, Tea Pot.

"But most of all—Stella dan aku tidak memiliki hubungan apa pun, Tea Pot. Ia meminta paddock pass kepadaku hari ini."

Thalia mendengus dan bertanya, "And what? She only wants a paddock pass? Apa Stella Rosalind tidak bisa meminta paddock pass kepada orang lain? Apa kamu sebagai mantan pacarnya harus memberikan paddock pass kepadanya?"

"Your jealousy is showing again, Tea Pot."

"Logikaku sebagai ilmuwan NASA dengan dua gelar doktor bertanya-tanya untuk apa Stella Rosalind meminta paddock pass kepada mantan pacarnya dan bukan kepada orang lain. I think I'm very logical, Esedi."

"Ia ingin berbicara kepadaku, Tea Pot," jelas George.

Thalia sekali lagi mendengus dan wanita itu terdengar lebih marah ketika berkata, "Berbicara dengan mantan pacarnya di hadapanku?"

"And remind me again, who are you, Tea Pot?" balas George dengan pertanyaan untuk memancing wanita itu. "My wife?"

Wanita itu menggeleng, "Secara hukum, ya."

"Stella tidak peduli dengan status hukum hubungan kita, Tea Pot. In fact she only wants to know our real relationship."

"Real relationship? Untuk apa? Merebutmu kembali kepadanya?" tanya Thalia.

George tersenyum, "Your jealousy is uncontrollable, Tea Pot. She wants to write thirty articles for thirty days about us. So, she's going to stay close with us for the next one month. Ia menamakan artikelnya 'My Days With the F1 Driver'. Ia ingin menuliskan—"

"Apa kamu tidak menganggap nama artikelnya aneh, Esedi? Bagiku nama artikelnya terdengar seperti tiga puluh harinya bersamamu saja. Bukan bersama kita—aku dan kamu. 'My Days With the F1 Driver' terdengar seperti artikel yang dituliskan Stella Rosalind untuk menceritakan hari-harinya mengamatimu. Jangan berbohong kepadaku, Esedi."

George menatap mata biru wanita itu dan dengan serius bertanya kepada Thalia, "Are you sure you're not jealous, Tea Pot?"

"..."

"..."

Thalia sama sekali tidak menjawabnya atau membalasnya. Wanita itu lalu membuang muka dan melihat ke arah lain, sehingga George berkata, "Since you're not answering, I assume you're okay with Stella writing the articles. As you said, there's no jealousy involved here, just logic."

Thalia tiba-tiba mengejutkan George dengan berkata, "Mulai besok? Fine, beri tahu mantan pacarmu ia hanya boleh menuliskan artikel dengan judul menyedihkan itu ketika aku berada di sampingmu, Esedi."

"What—"

"There's no article without me next to you, understand?" tanya Thalia.

Pada saat itu George tahu kalau ia baru saja membangunkan singa yang kelaparan dan mencari mangsanya. George harus memastikan ia tidak salah mengartikannya dan bertanya, "Bukannya kamu akan sibuk dengan Rene dan tim McLaren, Tea Pot?"

"Aku bisa membagi waktuku untukmu."

"Ah, for me," balas George tanpa perlawanan. "Ternyata aku tidak sia-sia menggendongmu dan membelikanmu inhaler, Tea Pot," bisik George kepada wanita yang sudah berpura-pura tidak mendengarnya.

SOLAMENTE | SIMPLY ONLY YOUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang