Latihan Futsal

34 18 0
                                    

BAB VII
Latihan Futsal

Sejak pagi, kelas Hazika kosong. Guru-guru yang seharusnya mengajar dikelasnya sedang mendapat tugas dari kepala sekolah, tapi mereka tetap tidak luput dari tugas yang harus dikerjakan.

"Ka!" panggil Akira.

"Dalem," sahut Hazika lesu karena bosan.

Akira menoleh, menatap Hazika yang tampak tidak bersemangat. "Kamu udah ngerjain semua tugasnya?"

Hazika mengangguk.

"Semua? Dari tugas jam pertama sampai terakhir?" tanya Akira memastikan.

Hazika mengangguk lagi.

"Cepat banget," gumam Akira, heran. "Kamu ngerjainnya asal-asalan, ya?" tuduhnya.

"Enggak, Ra." Hazika menggeser buku tugasnya ke arah Akira. "Nih! Cek aja kalau nggak percaya."

Akira tersenyum kikuk, merasa tidak enak karena menuduh. "Sorry."

"Gapapa."

Hazika bangkit dari tempat duduknya. "Aku mau ke kantin," ucapnya memberi tahu Akira.

"Mau ke mana, Ka?" tanya Malik, ketua kelas, saat Hazika sudah berdiri.

"Kantin. Boleh kan? Tugasnya udah kelar."

"Boleh."

"Oke," sahut Hazika senang.

"Eh!" Akira menarik tangan Hazika, membuatnya kembali duduk. "Tungguin aku. Tinggal satu nomor nih."

"Ya udah, cepetan kerjain."

Lima menit berlalu, akhirnya Akira selesai. Hazika menghela napas lega. Syukur cepat, pikirnya.

"Ayo!" Akira menarik tangan Hazika, mengajaknya menuju kantin.

Di kantin, mereka melihat Arkan sedang bermain ponsel sendiri. "Itu Kak Arkan, kan?" tanya Hazika pada Akira.

"Iya."

"Beliin cilok sama es teh, ya. Nanti uangnya aku ganti. Aku mau ke Kak Arkan dulu."

Akira hanya mengangguk pasrah dan berjalan lesu ke penjual cilok.

"Ciloknya dua, Mang. Yang satu nggak pedes."

"Siap, Neng!"

Sementara itu, Akira memperhatikan Hazika dan Arkan dari jauh. Dari sini, dia bisa melihat wajah Hazika yang serius mendengarkan setiap kata yang diucapkan Arkan. "Mereka lagi ngomongin apa sih? Bikin penasaran aja," gumamnya.

"Neng!" panggil Mang Dul, mengejutkan Akira.

"Iya, Mang? Udah jadi? Berapa?" tanya Akira sedikit kaget.

"Sepuluh ribu aja. Neng Akira kok ngelamun terus," ujar Mang Dul. "Temennya mana? Kok sendiri? Biasanya juga sama Neng Hazika."

"Itu," jawab Akira sambil menunjuk Hazika yang kini sudah duduk bersebelahan dengan Arkan. Sejak kapan dia duduk di situ? pikir Akira.

"Pacarnya Neng Hazika ya?" tanya Mang Dul.

"Bukan, Mang. Cuma temen aja," jawab Akira cepat. "Makasih, ya, Mang."

Akira langsung berjalan cepat menghampiri Hazika dan Arkan. "Hazika!" panggilnya lebih keras agar Hazika menoleh.

"Udah beli ciloknya? Aku ganti berapa?" tanya Hazika senang.

"Ayo balik ke kelas aja!" sahut Akira cepat.

"Tapi aku belum selesai ngobrol sama Kak Arkan."

"Penting?"

Dengan polos Hazika mengangguk.

"Ya udah, aku duluan ke kelas," kata Akira. Dia memutuskan untuk kembali ke kelas, bukannya marah karena Hazika lebih memilih Arkan, tapi dia malas menjadi nyamuk di antara keduanya. Lebih baik di kelas, adem, pikirnya.

Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

"Temen lo marah tuh," ujar Arkan sambil menunjuk ke arah Akira yang sudah berjalan jauh.

Sementara Hazika sibuk makan cilok dengan lahap. "Suka cilok, ya, lo?" tanya Arkan.

Hazika mengangguk semangat. "Ini enak banget, Kak."

"Terus, Akira nggak marah tuh?"

"Enggak. Dia cuma nggak suka kepanasan. Di kelas kan adem," jawab Hazika santai.

Arkan mengangguk mengerti. "Gue kira dia tipe yang gampang ngambek."

"Emang kita cewek apaan?" ucap Hazika, tidak terima.

"Ya biasanya cewek begitu," balas Arkan sambil berdiri. "Udah ya, gue mau cabut. Kalau lo beneran mau deketin Pradipta, ya harus jadi cewek solehah. Tipe Pradip kayak gitu yang gue tau."

Hazika menatap punggung Arkan yang semakin menjauh. Dia kembali teringat ucapan Pradipta yang menyebutnya perempuan tak tahu malu. Hazika menghela napas. "Ternyata jatuh cinta bikin sesak, ya," gumamnya, tersenyum tipis.

Tak ingin larut dalam perasaan sesak, Hazika memutuskan untuk menyusul Akira ke kelas. Tapi sebelum itu, dia kembali membeli cilok.

"Mang, cilok biasa satu lagi, ya."

"Loh, bukannya udah dibeliin Neng Akira?" tanya Mang Dul heran.

"Udah habis, Mang. Makanya beli lagi."

"Tunggu sebentar ya."

Hazika mengangguk dan duduk di kursi dekat warung cilok Mang Dul. Sambil menunggu, dia memainkan ponselnya, berharap ada notifikasi dari Pradipta yang mem-followback akun media sosialnya. Tapi harapan itu tidak terwujud.

"Huwaaa, susah banget deketin Mas Jodoh!" teriak Hazika tanpa sadar.

"Neng kenapa? Kok teriak-teriak sendiri kayak orang gila?" tanya Mang Dul sambil menyerahkan cilok pesanannya.

"Enggak apa-apa, Mang. Nih, uangnya. Makasih ciloknya," jawab Hazika cepat sambil berlari pergi, merasa malu.

Setibanya di kelas, Hazika langsung duduk diam, membuat Akira semakin heran. "Kamu kenapa lagi?" tanya Akira.

"Hari ini nggak ketemu Pradip," jawab Hazika lemas.

Akira langsung mendengus. "Kirain kenapa. Taunya galau gara-gara cowok."

Hazika langsung memukul Akira. "Sahabatnya lagi sedih tuh dihibur!"

"Ya ampun. Kenapa nggak nonton aja latihannya Kak Pradip?"

"Latihan apa? Kan udah kelas 12."

"Latihan futsal. Biasanya dia bantuin adik-adik kelas latihan."

"Ayo, temenin nanti," bujuk Hazika.

"Males ah."

Hazika langsung memasang wajah imut, berharap Akira berubah pikiran. Jika pulang terlambat, Dewa pasti akan marah, tapi kalau ada Akira, Hazika yakin Dewa tidak akan marah.

"Ayo! Biar aku dikasih izin sama Mas Dewa," bujuk Hazika terus-menerus.

Akhirnya, Akira menyerah. "Oke!" serunya, kesal karena Hazika terus merengek.

"Tapi..."

"Tapi apa?" tanya Hazika penuh harap.

"30 menit aja, ya."

"Oke."

"Janji?" Akira mengulurkan jari kelingkingnya dan Hazika langsung menautkannya. "Janji."

Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

Note :

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh guys!

Aku update sore lagi ...
Sambil apa? Hayo? ...

Yang baru gabung!
Komen sini ya!

IG : @blueskynya_
Tiktok : @blueskynya

Embun Hazika Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang