BAB XVI
Pecel LeleKembali lagi pada rutinitas biasa, seperti hari Senin pada umumnya. Sekolah Hazika selalu mengadakan upacara bendera dan kali ini petugas upacaranya berasal dari kelas Pradipta. Hal itulah yang membuat Hazika sangat bersemangat. Dia sampai memilih barisan paling depan agar bisa melihat Pradipta dengan jelas.
Namun, semua itu hanya menjadi harapan. Pada kenyataannya, Pradipta justru menjadi pimpinan barisan paling kanan, dimana itu adalah barisan untuk kelas dua belas. "Kenapa nggak jadi pimpinan barisan buat kelas sepuluh sih?" gumam Hazika yang merasa kesal.
Karena sudah terlanjur, Hazika hanya bisa bertahan sampai upacara selesai. Syukurnya, upacara berlangsung lancar dan lebih cepat dari biasanya.
"Panas banget," gumam Hazika setelah upacara. Dia segera duduk di kursi. Akira pun memberikan botol minum milik Hazika, "Nih! Minum dulu. Kasian banget dapet barisan paling panas."
"Kamu sih! Nggak mau diajak barisan depan."
"Males, Ka. Panas banget. Kalau kita dapet barisan yang nggak kena paparan sinar matahari langsung mah nggak masalah."
"Cuma matahari doang!" heran Hazika.
"Iya, cuma matahari, tapi panasnya luar biasa. Itu aja nggak sebanding sama panas di neraka, kan?"
"Kok jadi ngomongin neraka sih?"
"Ya karena bahas panas. Panas matahari itu belum ada apa-apanya, loh! Apalagi kalau di neraka besok."
Keduanya langsung merinding membayangkan hal itu. "Ya Allah, Hazika minta maaf kalau masih banyak dosa," doa Hazika.
"Akira juga, ya Allah," jawab Akira.
"Kita itu kalau mau apa-apa sering minta ke Allah, tapi buat sholat aja kita sering malas dan telat," ucap Akira merasa sedih.
"Jleb banget," jawab Hazika yang sependapat dengan ucapan Akira.
Dia juga merasa tersindir, jika perempuan lain menggunakan kerudung karena itu adalah kewajiban untuk perempuan muslim. Beda dengan Hazika yang masih salah dalam niatnya, dia menggunakan kerudung karena ingin memantaskan diri untuk ciptaanNya.
"Jahat banget ya aku sama Allah berarti," batin Hazika.
Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ
Sepulang sekolah, Hazika langsung mandi dan berniat mengajak kakaknya makan malam di luar. Hari ini, ia tidak ada niat untuk masak.
"Ka?"
"Dalem, Mas? Kenapa? Mau tanya makan ya?" tebak Hazika.
"Iya, kamu nggak masak?" tanya Dewa.
Hazika tersenyum manis. "Ayo! Jajan di luar aja, Mas."
"Yowes. Siap-siap!"
"Okey!"
Hanya butuh lima menit, Hazika sudah siap. Kini mereka tinggal berangkat.
"Mau makan apa?" tanya Dewa ketika mereka sudah mulai meninggalkan rumah.
"Manut Mas Dewa," jawab Hazika.
"Sate atau pecel lele?" tanya Dewa, dengan dua pilihan makanan yang ada di pikirannya.
"Pecel lele aja, Mas," jawab Hazika.
"Okey."
Dewa segera memacu motornya menuju warung pecel lele langganan mereka. Walau sedikit jauh, itu tidak menjadi masalah bagi Dewa.
Setelah menempuh perjalanan selama dua puluh lima menit, Dewa berhenti di warung pecel lele. "Ayo!" Dewa mengajak Hazika turun.
"Pak! Pesen seperti biasa, ya," kata Dewa kepada pemilik warung.
"Oke, Mas. Makan di sini?" tanya Pak Sutopo, pemilik warung pecel lele.
"Iya. Minumnya jeruk anget, ya Pak."
"Siap, Mas! Ditunggu dulu. Itu sama siapa? Pacarnya?" tanya Pak Sutopo, sambil tersenyum.
Dewa menggelengkan kepala. "Adik saya, Pak."
"Maaf! Bapak kira pacarnya, soalnya biasanya Mas Dewa datang sendiri. Monggo! Duduk dulu, Mas-Mbak."
Dewa mengangguk, kemudian berjalan bersama Hazika menuju tempat duduk. Tentu saja, Dewa masih mengandeng Hazika.
"Mas, lesehan aja," bisik Hazika.
Dewa segera mengajak Hazika duduk di meja lesehan yang masih kosong. Hazika memilih duduk di pojokan dekat dinding.
Tak lama kemudian, pesanan mereka datang. "Ini pesanannya, Kak. Dua porsi pecel lele dan dua jeruk anget?"
"Iya, terima kasih," jawab Dewa sambil tersenyum pada pelayan.
"Nih!" Dewa menggeser sepiring pecel lele ke arah Hazika.
Mereka makan dengan tenang. Hazika sangat menikmati pecel lele favoritnya. Biasanya, mereka akan makan di rumah, namun kali ini Hazika ingin mencoba sesuatu yang berbeda.
"Permisi, boleh gabung, Mas?" suara seseorang tiba-tiba memecah keheningan. Dewa mendongak, begitu juga Hazika. Dari suara itu, Hazika merasa familiar. Benar saja, yang berdiri di depan mereka adalah Pradipta.
"Monggo, silakan, Mas," jawab Dewa dengan ramah tanpa meminta pendapat Hazika terlebih dahulu.
Dari sudut pandang Hazika, Pradipta sepertinya belum menyadari kehadirannya. Namun, begitu Pradipta duduk, dia langsung terkejut saat menyadari Hazika ada di sana. "Kak!" sapa Hazika dengan senyum manis.
Pradipta mengangguk singkat sebagai balasan. Dia kemudian berbisik kepada ummanya, "Umma, boleh tukar tempat duduk?"
Maryam, ummanya, yang cepat menangkap maksud putranya, langsung bertukar tempat dengan Pradipta. Hal itu tidak luput dari perhatian Dewa dan Hazika.
"Temannya Hazika ya?" Dewa membuka percakapan untuk mencairkan suasana.
"Anak SMA Bhineka juga?" tanya Maryam sambil tersenyum ramah.
"Iya, Bu. Adik saya sekolah di sana," jawab Dewa. Hazika hanya terdiam, tidak tahu harus bersikap seperti apa. "Dia anak pindahan, kelas 10."
"Oh, jadi adik kelas Aa'," sahut Tama, baba Pradipta. "Putra saya kelas 12."
"Berarti sebentar lagi mau lulus ya?" tanya Dewa.
"Iya, Mas," jawab Pradipta sopan. Mendengar Pradipta memanggil kakaknya dengan sebutan 'Mas' membuat Hazika senang bukan main. Padahal, itu bukan panggilan untuknya, namun Hazika tetap merasa sangat senang.
Percakapan terus berlanjut. Mereka terlibat dalam obrolan ringan yang akrab, bahkan Dewa sampai bertukar nomor telepon dengan Tama dan Pradipta.
Namun, momen menyenangkan itu tidak berlangsung lama. Begitu Hazika selesai dengan makanannya, Dewa memberi isyarat untuk pamit.
"Kami pamit dulu, Pak," ucap Dewa sambil berdiri.
"Oh, silakan. Lain kali bisa mampir lagi, Nak Dewa," ujar Tama ramah.
"Insyaallah, Pak Tama," balas Dewa sebelum melangkah pergi bersama Hazika.
Ƹ̵̡Ӝ̵̨̄Ʒ
Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh guys!
Hallo?
Masih ada yang on jam segini? Aku kira hari ini gak akan update. Karena baru nulis di jam delapan tadi😂
Jangan lupa vote dan komen yaaaa....Follow my tiktok @blueskynya and Instragram @blueskynya_
KAMU SEDANG MEMBACA
Embun Hazika
Teen FictionEmbun Hazika siswa yang baru pindah. Setelah seminggu masuk sekolah baru, di jatuh cinta pada pandangan pertama. Sayangnya, laki-laki itu terkenal sulit didekati dan seolah tak pernah melihat Hazika, apalagi menatapnya. Namun, Hazika bukan tipe yan...