Mutiara Di Dasar Laut

43 19 0
                                    

BAB IV
Mutiara Di Dasar Laut

Saat bel pulang berbunyi, Pradipta merasa sangat senang. Dia ingin segera pulang, pikirannya melayang pada ummanya yang sedang sakit, sehingga sulit berkonsentrasi di kelas tadi.

Sesampainya di rumah, Pradipta langsung melepas sepatu tanpa menaruhnya di rak.

"Assalamualaikum, Umma," sapa Pradipta saat memasuki kamar orang tuanya.

"Wa'alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh."

"Umma sudah baikan?" tanya Pradipta sambil menyalami tangan ummanya.

"Alhamdulillah. Sudah makan, Aa'?" jawab Maryam-ummanya Pradipta.

"Umma sendiri?" Pradipta bertanya kembali.

"Sudah," sahut Tama-babanya Pradipta, yang baru saja masuk ke kamar.

"Iya, Umma?" Pradipta masih ragu dengan jawaban Tama.

"Iya, Aa'. Sekarang makan dulu, tadi Baba sudah masak."

"Baik, Umma."

Dengan sedikit enggan, Pradipta mengikuti perintah ummanya. Sebelum makan, dia memilih untuk mandi terlebih dahulu, karena tubuhnya terasa lengket akibat cuaca yang sangat panas hari ini.

Setelah mandi, Pradipta merasa lebih segar. Namun, bukannya langsung pergi makan, dia justru keluar untuk membereskan sepatunya yang tergeletak di teras. Jika Umma sampai tahu, pasti dia akan kena omelan.

"Baru saja mau Baba aduin ke Umma," celetuk Tama.

"Baba ini, apa-apa diadukan ke Umma," sahut Pradipta kesal.

"Aa' nurutnya cuma sama Umma, tapi enggak sama Baba," ucap Tama merajuk meskipun ekspresinya tetap terlihat serius.

"Baba menyebalkan, jadi Pradip malas kalau sama Baba," jawab Pradipta jujur.

"Aa' beda, tidak seperti Baba dulu," kenang Tama akan masa lalu yang kelam.

Pradipta memutar matanya, malas menanggapi. Dia tidak suka jika Baba mulai membandingkan dirinya dengan masa muda Baba. Menurutnya, mereka adalah dua orang yang berbeda, jadi mengapa harus selalu dibandingkan?

Lagi pula, Baba sudah berubah. Sekarang, Baba berhasil mendidiknya menjadi anak yang baik, meskipun kadang Pradipta merasa sering durhaka.

"Jangan marah. Sebenarnya Baba senang Aa' tidak nakal seperti Baba dulu."

Pradipta mengangguk. "Iya, Ba."

"Sudah makan?"

"Belum."

"Sana makan dulu. Baba mau menemani Umma."

"Baba ini, anak sudah besar masih saja pacaran sama Umma."

"Ya, supaya Aa' punya adik."

Pradipta langsung menatap babanya yang tertawa lepas. "Abah serius?"

"Hahaha," tawa Tama semakin keras. "Baba hanya bercanda. Baba ini sudah tua, lebih cocok jadi kakek daripada punya anak bayi lagi."

"Pradip masih sekolah, Ba."

"Baba hanya bercanda. Tapi jika Aa' sudah siap, bilang saja pada Baba," ucap Tama sambil masuk ke dalam rumah.

Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

Seperti biasa, setelah belajar, Hazika bergabung dengan kakaknya di ruang keluarga.

"Sudah selesai belajar?"

"Sudah, Mas."

"Belajar apa tadi?" tanya Dewa.

Embun Hazika Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang