Hazika Berubah

31 16 3
                                    

BAB XI
Hazika Berubah 

Hazika terus menatap layar ponselnya yang masih menyala, dia kembali mengirim pesan pada nomer yang ada di roomchat. Namun, sampai sekarang pesan-pesan yang sudah dia kirim belum juga mendapat balasan.

Bagaimana mana mau dibalas, tanda di baca saja belum. Ini malah berharap di balas.

"Ini nggak salah nomer kan? Nggak lucu kalo sampe salah nomer," gumam Hazika.

Dia kembali mengingat kejadian saat di sekolah, dimana dia  bertekad untuk mendapatkan nomer Pradipta. Dan Hazika benar-benar meminta nomer laki-laki itu secara langsung pada orangnya.

Awalnya Pradipta mengabaikan Hazika, tapi lama-lama Pradipta memilih mengalah dengan memberikan nomernya karena merasa risih diikuti oleh Hazika.

Sempat merasa tidak percaya, Hazika sampai tidak menyadari jika Pradipta sudah pergi lebih dulu meninggalkan dia seorang diri.

Hazika baru sadar saat bel istirahat berakhir berbunyi dengan nyaring.

"Karena terlalu seneng malah ditinggal, tapi gapapa. Penting dapat nomernya," gumam Hazika terus menatap layar ponselnya berharap ada sebuah keajaiban.

"Ka!" Pintu kamar dibuka langsung tanpa di ketuk. "Ayo! Makan dulu, ora ngeleh?" tanya Dewa.

Hazika cemberut, dia kesal, tapi tidak bisa berkata lagi. Karena apa yang kakaknya katakan ada benarnya. Dia juga merasa lapar, tapi lagi-lagi menahan diri untuk keluar kamar sekedar menunggu balasan yang belum tentu akan dia terima.

"Njih Mas. Beresin ini dulu," sahut Hazika.

"Kenapo meneh?" tanya Dewa. Dia langsung menyadari jika adik perempuannya sedang dalam mood yang kurang baik. "Selesai makan, Mas tunggu di ruang tengah," ujar Dewa yang tidak bisa ditolak lagi oleh Hazika.

"Njih," jawab Hazika dengan patuh.

Sesuai ucapannya tadi, selesai makan dan membereskan meja makan juga tidak lupa mencuci piring kotor bekasnya makan. Hazika menyusul kakaknya yang sudah menunggu dia sambil menonton televisi.

"Wes maem?"

"Sampun."

"Kenapo? Ada yang bully karena pakai kerudung?"

Hazika menggeleng. "Terus kenapo to, Ka? Nek kamu diem, Mas yo nggak tau."

Hazika tetap diam. Dia belum mau bercerita pada sang kakak.

"Yowes nek durung gelem cerito," pasrah Dewa. Dia tidak ingin memaksa adiknya untuk bercerita sekarang juga. Karena dia yakin, jika sudah siap Hazika sendirilah yang akan bercerita tanpa harus diminta.

"Hazika mau ke kamar," izinnya.

"Iya. Nggak usah bergadang."

"Njih Mas."

Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

Sudah lima belas menit berlalu, Hazika dibuat bimbang menggunakan kerudung atau tidak.

"Ka!" panggil Dewa yang masuk ke kamar Hazika, karena pintu kamar dibiarkan terbuka.

Hazika menoleh, "Dalem?"

"Sakit?"

Hazika menggeleng, "Mboten, Mas."

"Kui! Lemes ngono, nek sakit nggak usah mangkat sek," ucap Dewa, khawatir.

"Aku nggak sakit, Mas. Ini tinggal pakai kerudung," jawab Hazika.

"Mas anter," putus Dewa yang masih khawatir pada adiknya.

Embun Hazika Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang