Membujuk Kak Arkan

25 16 0
                                    

BAB X
Membujuk Kak Arkan

Selepas bel istirahat, Hazika berjalan sendirian ke kantin. Dia sudah berpamitan pada Akira lebih dulu.

"Ke kantin nggak ya?" pikir Hazika. Dalam hatinya, dia sangat ingin bertemu lagi dengan Pradipta. Namun, entah kenapa, beberapa hari ini sangat sulit untuk sekadar berpapasan dengannya, seakan takdir tak memberinya kesempatan.

"Nanti kalau ketemu, aku mau minta nomor langsung. Bodo amat sama omongan orang, yang penting dapet langsung dari orangnya!"

Namun, semua itu kembali hanya menjadi bualan, karena Hazika lagi-lagi tak menemukan Pradipta di kantin. Jika kemarin ia memilih menyerah, kali ini tidak. Dengan langkah nekat, dia berbalik menuju gedung kelas XII.

"Sudahlah, nekat sekalian," gumam Hazika.

Dia berjalan dengan percaya diri melewati ruang kelas XI, tak peduli dengan tatapan penasaran siswa-siswa yang melihatnya. Apalagi, seragam batik yang Hazika pakai hari ini cukup mencolok karena masih seragam dari sekolah lamanya.

"Eh, mau ke mana?" sapa Arkan, yang kebetulan akan ke kantin juga.

"Cari Kak Pradip. Ada nggak?" tanya Hazika pada Arkan.

"Mau ngapain? Mau sakit hati lagi?" balas Arkan, tak berniat memberi tahu keberadaan Pradipta.

"Tinggal kasih tau aja," desak Hazika keras kepala.

"Males," jawab Arkan, bersiap untuk pergi.

"Eits!" Hazika segera merentangkan tangannya menghalangi jalan Arkan. "Kasih tahu dulu!"

"Gue nggak tahu," balas Arkan datar.

"Jangan bohong dong!" Hazika menatapnya dengan tatapan tak percaya.

Ekspresi ramah Arkan berubah datar seketika, membuat Hazika sedikit merinding. "Kasih tahu dulu!" desaknya lagi.

"Kalau mau, traktir gue dulu. Baru gue kasih tahu."

Dengan napas lega, Hazika mengambil kotak bekal yang dibawanya. "Nih, makan ini aja."

Arkan segera membukanya, dan raut wajahnya kembali ceria. "Oke, gue kasih tahu. Tapi jangan ganggu."

Hazika mengangguk mantap.

Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

Saat sampai di lapangan indoor, Hazika mendapati tempat itu lebih ramai dari yang dia kira. Dia mengedarkan pandangan, namun sulit juga mencari satu siswa di antara kerumunan siswa lain yang ada di sana.

"Mana sih? Kok nggak ada? Jangan-jangan Kak Arkan bohong?" monolognya pelan.

Karena lelah mencari, Hazika akhirnya duduk di kursi tribun, mengamati suasana di sekitarnya. Tak lama kemudian, dia melihat Pradipta sedang berbincang dengan beberapa gadis, salah satunya berkerudung lebar. "Giliran sama aku cuek banget, sama mereka malah senyum lebar," gumam Hazika dengan nada kesal.

Rasa ingin mendekati Pradipta memudar. Dia memilih tetap duduk, diam-diam memperhatikannya dari jauh. Sesekali senyum tipis muncul di bibir Pradipta, membuat ikut Hazika tersenyum senang, mengabaikan keberadaan gadis-gadis di depan Pradipta.

Tanpa sadar, Hazika semakin senang saat mendapati Pradipta mulai tampak tidak nyaman dan berulang kali mencoba pergi, meski selalu ditahan oleh para gadis itu.

"Ah, ternyata dia emang cuek," batin Hazika yang merasa senang.

Dengan langkah mantap, Hazika mendekat. "Halo! Aku ikut gabung ya," sapanya riang.

Meski gadis-gadis itu menatapnya dengan tidak suka, Hazika tetap bersikap cuek. "Tadi kata Kak Arkan, kamu di sini. Jadi aku susul deh," jelas Hazika pada Pradipta tanpa diminta. "Udah makan belum? Yuk ke kantin," tambahnya, mengajak Pradipta.

Wajah gadis-gadis di depan mereka tampak merah, namun mereka memilih diam. Tanpa berkata sepatah pun pada Hazika atau gadis-gadis itu, Pradipta langsung menarik lengan seragam Hazika agar mereka berdua menjauh.

"Eh! Mau ke mana?" tanya salah satu gadis dengan nada kesal.

"Kami duluan ya, Assalamualaikum," jawab Pradipta singkat mengabaikan pertanyaan Hazika.

Begitu agak jauh, Pradipta langsung melepaskan cekalan tangannya dan berjalan tanpa menoleh ke Hazika, yang kemudian gadis itu mengekor di belakangnya.

Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

Di rumah, ponsel Pradipta terus bergetar menandakan banyak pesan masuk. Sudah hampir setengah jam ponselnya bergetar, tetapi dia tak menunjukkan ketertarikan untuk memeriksa.

"Aa'!" panggil Ummanya dari luar kamar.

"Iya, Umma," sahut Pradipta, sambil berjalan ke pintu yang terkunci dari dalam.

"Ayo makan dulu. Dari pulang masjid, langsung ke kamar nggak keluar-keluar."

Pradipta tersenyum kecut, merasa tak enak. "Iya, Umma. Umma duluan aja, Aa' nyusul nanti."

"Bener?"

"Iya, Umma."

Setelah Ummanya pergi, Pradipta kembali ke meja belajarnya dan merapikannya. Dia mengambil ponsel yang masih bergetar karena pesan baru dari nomor tak dikenal. Tanpa membuka semua pesan, dia langsung mengaktifkan mode hening, lalu menaruh ponselnya kembali dan segera menyusul Ummanya ke ruang makan.

Di meja makan, Pradipta langsung bertemu dengan tatapan tajam Babanya. Dia tahu bahwa membuat Ummanya khawatir juga berarti membuat Babanya marah.

"Kenapa baru keluar?" tanya Tama.

"Baru selesai ngerjain PR, Ba."

Tama menarik napas panjang, lalu merasakan sentuhan lembut istrinya yang seakan memintanya untuk lebih sabar. Dia melirik Maryam sebentar, sebelum menasihati putranya. "Lain kali, Aa' bisa makan dulu baru ngerjain tugas."

Pradipta mengangguk.

"Sekarang makan dulu," perintah Tama, lalu berbisik pelan pada Maryam, "Abang masih ada urusan. Ade, temani Pradip, ya."

"Muhun, Bang."

Pradipta menatap ayahnya yang beranjak dengan penuh tanya. Ayahnya segera menjelaskan, "Baba masih ada pekerjaan. Aa' makan aja dulu."

Pradipta mengangguk.

Setelah makan, Pradipta berinisiatif mencuci piring sendiri. "Aa' atos emam na? Nggak mau nambah lagi?"

"Muhun atos, Umma," jawab Pradipta sopan.

Ia mencuci piring kotor di wastafel, kemudian melirik rak piring. Selesai mencuci, ia berpamitan pada Ummanya, "Umma, Aa' lebet ka kamar nya."

"Muhun, teu kenging bobo wengi teuing ya bageur."

"Muhun, Umma."

Ƹ̵̡⁠Ӝ̵̨̄⁠Ʒ

Note :

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh guys 😁

Hayo! Apa kabar? Aku hari ini aslinya agak-agaknya sedang mode mager yaa...
Kalian gimana? Jangan ya, harus selalu semangat...

Btw besok weekend nih! Kalian nak kemana? Aku ajakin dong (⁠つ⁠≧⁠▽⁠≦⁠)⁠つ

Ig : blueskynya_
Tiktok : Blueskynya

Embun Hazika Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang