Chapter 10- Rasa

59 6 0
                                    

⚠️ WASPADA TYPO
______________________
•Happy Reading•

♪♪♪"Menyimpan rasa suka yang berlebihan, itu jatuhnya akan menjadi Zina

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

♪♪♪
"Menyimpan rasa suka yang berlebihan, itu jatuhnya akan menjadi Zina. Aku juga pernah denger tau Ruz, lebih baik seorang pria di tusuk tangannya menggunakan besi yang berasal dari neraka hingga otaknya mendidih dari pada harus memegang tangan seorang yang bukan muhrimnya."
♪♪♪
-Omair Al Hadziq-

*
*
*

Peci di kepalanya tampak sedikit miring, permen karet yang selalu berada dalam mulutnya tak pernah absen.

Bagai tidak ada beban dia berjalan melihat sekeliling pesantren, tidak sadarkah dirinya bahwa sejak tadi murid yang berlalu lalang tengah memperhatikannya dengan tatapan yang sulit di artikan.

Tidak jauh, itu adalah Fairuz. Salah satu santri yang terkadang bersikap sesuka hatinya, seperti biasa di sebelah anak itu selalu ada Hadziq yang bertimbal balik.

Peci yang selalu terpasang rapi, berjalan dengan sopan, serta murid yang di kenal sedikit pendiam. Entahlah, mengapa dia bisa bersahabat dengan Fairuz yang seperti ibarat langit dan bumi, Hadziq itu juga di kenal dengan sifatnya yang sangat disiplin.

Seperti saat ini, seiring mereka berjalan menuju ruang kelas, ia tidak berhentinya membaca buku catatan yang di bawa nya sejak keluar dari asrama.

Sementara Fairuz, anak itu sejak tadi juga sibuk, tetapi sibuk menatap sinis orang yang berpapasan dengannya, adik kelas sekalipun ia tidak perduli. Biarlah, itu sudah tabiat seorang Fairuz begitu, namun akan lebih baik jika sedikit berubah bukan?

Tapi memang kesadaran itu berasal dari diri sendiri, mungkin saat ini Fairuz belum sadar atas sikapnya yang terkadang membuat orang berpikir kebingungan karena sifat tengilnya.

"Dziq, ngapain si? Dari tadi gak siap-siap perasaan? Baca buku Mulu, heran."

Hadziq masih tak meladeni Fairuz, ia hanya sedikit melirik, lalu kembali fokus menatap tulisan yang ada pada bukunya.

"Dziq! nyahut kek. Sahabat mu seng mlaku iki loh, ket mau nyerocos ora eneng seng ngeladeni."

Fairuz ini belasteran Cina, tapi ia juga ada campuran Jawa yang berasal dari ibunya, itu yang menyebabkan dirinya terkadang juga menerapkan bahasa jawa yang bisa di bilang cukup lancar.

"Dziq! Ngapain si baca buku Mulu, gak selesai-selesai perasaan."
Ia berdecak sebal.

Merasa Fairuz terus mengeluarkan banyak perkataan terhadapnya, Hadziq memberhentikan langkah—menatap Fairuz dengan tatapan datar.

Sepertiga Malam Terakhir Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang