Chapter 32 {End}

371 18 3
                                    

Beberapa bulan kemudian

Pria manis itu berdiri di dapur dengan semangat ingin memasak sesuatu yang enak. Dengan sigap, dia membuka kulkas, tetapi semangatnya seketika luntur saat melihat rak-rak kosong di depannya.

Hanya ada sisa-sisa bahan yang sudah hampir kadaluwarsa, tidak cukup untuk membuat apa pun yang layak. Dia menghela napas, menutup pintu kulkas perlahan.

"sayang, sepertinya aku harus keluar membeli beberapa bahan makanan di supermarket" ucap nata seraya berjalan menghampiri kekasihnya yang sedang menonton di ruang santai.

"perlu ku antar baby?" tanya archen

"tidak perlu, aku bisa sendiri, lagi pula aku tidak akan lama"

"baiklah, hati-hati di jalan sayang, kabari aku jika ada sesuatu"

Nata mengambil kunci mobil dari meja. Di luar, udara sejuk menyambutnya ketika ia berjalan ke mobil dan memikirkan daftar belanja spontan.

Sesampainya di supermarket, pria manis itu mendorong troli menyusuri lorong-lorong yang dipenuhi aneka bahan makanan. Mata dan pikirannya berkelana mencari inspirasi, membayangkan rasa dari setiap bahan yang ia ambil.

Mungkin ini hanya belanja biasa, tapi baginya, perjalanan singkat ini adalah awal dari sajian yang bisa membangkitkan kembali semangat memasaknya.

Setelah selesai berbelanja di supermarket, pria manis itu mengisi bagasi mobilnya dengan kantong-kantong penuh bahan makanan dan kebutuhan sehari-hari.

Dengan perasaan puas, ia masuk ke dalam mobil, menyalakan mesin, dan mulai melajukan kendaraannya menuju apartemennya.

Di sepanjang perjalanan, nata merasakan suasana yang damai, ditemani suara musik lembut yang mengalun dari radio. Tas belanjaannya bergoyang pelan saat mobil melewati jalan yang berliku.

Sesampainya di area parkir apartemen, ia mematikan mesin, keluar dari mobil, dan mulai membawa kantong belanjaannya ke dalam.

Langkahnya terasa ringan, penuh antisipasi akan makanan lezat yang bisa ia masak nanti di dapur apartemennya yang nyaman.

Namun saat akan memasuki lift, seseorang menabrak pundaknya, pria itu berpenampilan sedikit misterius, ia memakai pakaian serba hitam dan juga masker dan topi yang menutupi wajahnya.

Tidak menghiraukan hal itu, kembali nata melangkah memasuki lift dan menekan angka lima.

Setelah pintu lift terbuka segera pria manis itu melangkahkan kakinya keluar lift, ia memasuki apartemen dengan susah payah karena kantong-kantong belanja yang ia bawa.

"sayang, aku pulang!" seru nata namun tidak ada balasan

Ruangan tampak hening dan, dia memanggil nama kekasihnya, suaranya menggema di dalam ruangan kosong yang sunyi. Tidak ada jawaban.

Langkah kakinya berhenti saat matanya tertuju pada lantai dekat pintu. Ada beberapa jejak kaki samar yang berwarna merah gelap.

Nafasnya tercekat, dan dia mendekat untuk memastikan. Jejak itu tampak baru, membekas di lantai kayu dengan bercak darah yang mengering.

Dengan hati-hati, dia mengikuti jejak tersebut, menuntunnya menuju lorong sempit yang menuju kamar tidur, pikirannya penuh dengan kecemasan dan ketakutan.

Saat membuka pintu ia mendapati ruangan itu kosong, ia mulai melangkah memasuki kamar itu namun kakinya menendang sebuah kota merah berukuran sedang yang tergeletak di lantai.

Perlahan tangannya meraih kotak itu, perasaannya was-was saat membuka kotak itu. Ia menemukan secarik kertas di dalamnya lalu ia membacanya.

"cepatlah ke tebing pantai sebelum kau kehilangan kekasih mu, datanglah sebelum senja dan jangan membawa siapapun."

Startel [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang