Bab 20

508 29 3
                                        

Seminggu berlalu, Ketuju penghuni asrama B akhirnya kembali lengkap. Jaemin sudah keluar dari rumah sakit, Jisung juga sudah kembali ke asrama. Untuk chenle, pemuda itu juga sudah membaik meski bekas luka di wajahnya belum sepenuhnya menghilang dan sahabatnya yang lainpun tidak membiarkan ia pergi kemanapun sendirian. Mereka semua takut jika ibu tirinya kembali berulah dan melakukan hal yang lebih parah terhadap Chenle.

Hari ini mereka bertujuh mengunjungi sebuah pantai karena sedang hari libur. Tak ada yang kembali ke rumah untuk menghabiskan hari libur mereka.

Haechan membaringkan tubuh di atas pasir pantai yang lembut, di sampingnya ada Jaemin yang duduk memperhatikan sahabat mereka yang sedang bermain air di tepi pantai. Angin pantai yang sejuk menerpa tubuh mereka, rasanya sangat nyaman membuat mereka tak ingin beranjak meski sudah berjam-jam di pantai.

"Andai tuhan memberiku umur yang panjang, aku ingin memiliki rumah di pinggir pantai, rasanya semua beban hidup akan menguap begitu saja ketika menyaksikan keindahan seperti ini," ucap Haechan, matanya terpejam menikmati hembusan angin pantai yang sejuk.

"Kau berbicara seperti ingin pergi saja," celetuk Jaemin, ia melirik Haechan yang sekarang tersenyum dengan mata tertutup.

"Entah kenapa aku merasa aku akan pergi dalam waktu dekat," Ujar Haechan sedikit bercanda. Jaemin memukul pelan kepala Haechan karena tidak suka dengan candaan sahabatnya itu.

"Candaanmu tidak lucu," ucap Jaemin.

"Aku beberapa kali bermimpi ibuku datang dan memintaku ikut dengannya," beberapa hari terakhir ia memang sering bermimpi ibunya datang dan memanggilnya untuk ikut karena perlakuan sang ayah terhadapnya, terkadang ia merasa takut dengan mimpi itu namun jika kembali mengingat betapa buruknya nasib yang ia lalui selama ini membuat pikiran terkadang tidak normal dan ingin menyusul sang ibu, "Aku takut, tapi disisi lain aku sangat ingin ikut dengannya," lanjutnya.

"Aku tidak berada di posisimu selama ini, aku mungkin orang baru yang hadir dalam hidupmu, tapi aku harap kau tidak lagi melakukan hal-hal yang mendahului kehendak tuhan, aku menganggap kalian semua saudaraku, disaat aku kesepian ada kalian yang hadir meramaikan, ku harap itu akan terus terjadi sampai nanti kita bertujuh sukses dan mencapai impian kita bersama-sama, aku tahu kau banyak melalui hari yang buruk, tapi percayalah, setelah badai itu berlalu pasti akan ada hari yang indah, kau hanya perlu bersabar," ujar Jaemin.

"Huhh sebenarnya aku benci membicarakan tentang kisah hidupku yang berantakan, tapi aku juga berharap suatu hari aku menemukan kebahagiaan,"

"Apa yang kalian bicarakan?, mengapa tidak ikut bermain air?" Tanya Chenle yang datang dengan pakaian basah.

"Tidak, aku benci air," balas Jaemin.

"Jadi selama ini kau tidak mandi?" Tanya Haechan

"Bukan begitu, aku tidak suka bermain air,"

"Ayo Chan," ajak Chenle sambil menarik tangan Haechan. Mau tidak mau pemuda berkulit tan itu akhirnya ikut bermain air bersama yang lain meninggal Jaemin yang duduk termenung. Entah mengapa beberapa hari ini ia memiliki firasat yang buruk tentang sahabatnya.

"Mungkin aku terlalu memikirkannya," gumam Jaemin. Pemuda itu kemudian merebahkan dirinya seperti yang dilakukan Haechan tadi.

Langit sore sudah mulai berwarna Jingga membuat keindahan di pantai bertambah dua kali lipat. Tangannya meraih ponsel dalam saku kemudian memotret keenam sahabatnya yang bermain air dengan tawa lepas. Sebuah senyuman terbit di wajah Jaemin.

"Ku harap mereka semua segera mendapatkan kebahagiaan meski aku tidak ada untuk menyaksikan hari itu tiba," lirih Jaemin sambil menatap gambar yang baru saja ia ambil.

******

Setelah kembali dari Pantai Jaemin pulang ke rumah, selama seminggu ini ia memang sering pulang ke rumah dengan alasan menemani ibunya yang sendirian di rumah. Keenam sahabatnya tak menaruh curiga sama sekali meski kerap kali mereka melihat Jaemin seperti menahan sakit, mungkin efek dari kecelakaan yang di alaminya.

"Aku juga akan pulang ke rumah besok," ungkap Haechan membuat sahabat yang lain mengalihkan atensi padanya. Saat ini meraka sedang berkumpul di ruang tengah.

"Kau menginap?" Tanya Renjun.

"Mungkin,"

"Bagaimana jika ayahmu memukulmu lagi?"

"Tidak masalah, aku pantas menerima itu karena kabur dari rumah,"

"Tidak, sebaiknya tidak usah kesana,"

"Aku ingin sekali lagi berusaha memperbaiki hubungan dengan ayahku, rasanya hidupku tidak akan pernah tenang jika ayahku masih membenciku, ku rasa aku tidak akan pernah bahagia karena kebencian ayah terhadapku," jelas Haechan.

"Tapi kau harus berjanji untuk kembali dalam keadaan baik-baik saja hyung," ujar Jisung

"Aku tidak berjanji tapi aku akan berusaha kembali dengan perasaan lebih baik,"

"Kami akan menunggumu,"

"Aku juga akan menemui ibu tiriku secepatnya dan memberikan semua hak waris itu padanya dan terbebas dari mereka," ungkap Chenle.

"Untuk mendapatkan sebuah kebahagiaan kau memang harus mengorbankan sesuatu," balas Mark.

"Benar, ku harap setelah itu tidak ada lagi yang perlu ku khawatirkan,"



********

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 30, 2024 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Best Friend EverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang