Part 15

1K 72 7
                                    

Dua minggu berlalu, pemuda yang terbaring koma itu masih tak menunjukkan tanda ia akan bangun, beberapa kali ia justru mengalami kritis kemudian kembali normal. Saat ini wajahnya terlihat damai dalam tidur panjangnya. Luka-luka bekas kecelakaan tempo hari mulai mengering serta perban yang menutup luka di kepalanya sudah di lepas beberapa hari yang lalu.

Setiap hari enam sahabatnya akan datang setelah kembali dari sekolah, tak jarang mereka bermalam, kedua orangtuanya tak pernah absen menjaganya ketika kembali dari kantor, bahkan keduanya saat ini berada disana mengamati wajah damai sang anak.

"Nana kapan mau bangun?, Bunda rindu sama Nana," ucap wanita itu pelan sambil menggenggam tangan milik sang anak

"Nyaman ya disana?, makanya Nana gak mau bangun, maafin Bunda ya sayang kalau Bunda belum bisa jadi Bunda yang baik buat Nana, tapi Bunda janji setelah Nana bangun bunda akan melakukan apapun yang Nana ingin, Bunda akan kasih apapun yang bikin Nana senang dan bahagia, sekarang Nana bangun ya sayang?, Bunda kangen sama Nana, Bunda pengen liat senyum Nana lagi, Bunda gak bisa liat Nana kayak gini," dan wanita itu kembali menangis entah untuk yang keberapa kalinya dalam beberapa hari ini, terutama saat Jaemin mengalami kritis.

"Nana pasti kuat, Nana pasti bakal bangun lagi kan buat Bunda?" Tanya dengan suara kecil

"Sudah, Aku yakin dia kuat, dia akan segera bangun dan tersenyum lagi seperti dulu," ucap sang mantan suami sambil mengelus punggungnya, ketika orang luar melihat mungkin tak akan ada yang mengira mereka berdua sudah bercerai. Keduanya pun menyadari itu, mereka saling menguatkan kala melihat kondisi sang anak, membuat keduanya kembali dekat dengan perasaan yang masih sama seperti dulu, mereka masih saling mencintai.



************






Setelah mencoba mengakhiri hidupnya sendiri beberapa Minggu yang lalu Haechan tidak pernah lagi kembali ceria seperti dulu. Ia menjadi orang yang sangat pendiam dan banyak menghabiskan waktu di kamar atau di rof top sekolah. Para sahabatnya terkadang bertanya namun ia akan menjawab bahwa dia baik-baik saja, tak ada yang tahu apa yang dipikirkan pemuda itu.

Haechan berjalan mendekati Jaemin yang masih setia menutup matanya di atas ranjang rumah sakit. Haechan duduk di kursi lalu menggenggam tangan sang sahabat.

"Na, apa disana kau merasa nyaman?" Tanyanya pelan hingga orang-orang yang berada di ruangan itu tak mendengarnya, lima pemuda lainnya sedang duduk di sofa sambil bercanda satu sama lain.

"Beri tahu aku bagaimana keadaan disana, bangunlah dan beri tahu aku, sampai kapan kau akan menutup matamu?"

"Sudah hampir tiga Minggu sejak kau berada disini, apa kau tidak lelah tertidur?, kau bahkan membiarkanku tidur sendirian di asrama, sejak kecil aku terbiasa tidur sendiri, tak ada yang peduli padaku, tapi sejak kau datang dan berbagi kabar denganku, aku merasa sangat bahagia akhirnya aku bisa merasakan memiliki seseorang yang selalu ada disisiku, kau menjadi tempatku bercerita, tempatku berkeluh kesah, bahkan aku tak ragu untuk menceritakan apapun masalah yang ku tanggung padamu. Aku bukan tidak percaya pada yang lain tapi karena kau adalah orang terdekat di asrama maka dari itu aku selalu menjadikanmu orang pertama tempatku berbagi. Bangunlah, aku membutuhkan. Aku minta maaf, karena aku hampir saja mengingkari janjiku padaku, jika bukan karena Jeno dan Jisung aku mungkin tidak berada disini lagi. Bangunlah Na, kami semua merindukanmu," ujar Haechan perlahan dengan suara kecil, pemuda itu menitikkan air mata, ia teringat tentang janjinya pada Jaemin yang ia ucapkan beberapa bulan yang lalu.

"Apa ada sesuatu yang mengganggu pikiranmu?" Tanya Jaemin pada Haechan yang sedang melamun sambil menatap keluar jendela. Pemuda berkulit tan itu berbalik menatap Jasmin sekarang mendudukkan dirinya di samping Haechan di pinggir kasur

"Aku merindukan ibuku, aku rasanya ingin menemuinya saat ini juga, aku lelah dengan kehidupanku," ucap pemuda sendu, "ku pikir sampai kapanpun ayahku tidak akan pernah memperlakukanku dengan baik, padahal aku sangat ingin merasakan bagaimana rasanya memiliki orangtua yang sangat menyayangiku,"

"Chan, setiap orang memiliki titik lelahnya masing-masing, tapi tidak semua orang kuat sepertimu, aku salut padamu yang sanggup bertahan hingga saat ini, dan aku berharap kau terus bertahan hingga tuhan mempertemukanmu dengan sebuah kebahagiaan, batu yang keras akan terkikis oleh air, aku yakin ayahmu suatu saat nanti akan memperlakukanmu sebagaimana orang tua memperlakukan anaknya" ujar Jaemin, ia mengangkat tangan merengkuh pundak sang sahabat

"Bagaimana jika itu tidak terjadi?, tujuh belas tahun aku hidup belum pernah aku merasakan kasih sayang darinya, yang ku terima setiap harinya adalah luka yang membekas di tubuhku saat ini, ketika dia mengalami masalah di kantor dia datang dan melampiaskannya padaku, aku mungkin merasakan sakit tapi tidak sesakit saat dia mengataiku anak pembawa sial, pembunuh, dan bahkan anak tidak berguna, semua itu terlalu menyakitkan,"

"Pasti tuhan telah merencanakan yang terbaik untukmu,"

"Aku terkadang berfikir untuk mengakhiri semuanya saat ini, aku berfikir mungkin dia akan bahagia jika aku pergi bersama ibuku,"

"Tidak, jangan lakukan itu," ucap Jaemin cepat, " kau tidak boleh melakukan hal seperti itu, apapun yang terjadi jangan pernah lakukan itu, aku disini, anggap aku keluargamu yang selalu ada untukmu, datang padaku jika kau butuh sesuatu, aku akan membantumu semampuku, tapi tolong jangan pernah berfikir mengakhiri hidupmu sendiri, ku mohon,"

"Aku tidak tahu, apa aku mampu bertahan, semakin hari aku merasa semakin depresi, bahkan suara-suara di kepalaku terus saja menyuruhku untuk mengakhiri hidupku, aku terkadang tidak sadar melukai diriku sendiri, kau lihat ini?" Katanya sambil menunjukkan luka bekas irisan pisau yang terlihat baru di pergelangan tangannya "aku sedang duduk di dapur sendirian malam kemarin, dan aku bahkan tidak sadar mengambil pisau lalu melukainya, untungnya tak ada yang melihatku sampai aku membersihkan darah yang tercecer disana," Haechan menutup kembali bekas lukanya dengan lengan bajunya

"Ka-kau melakukan self harm?" Tanya Jaemin terbata, ia bisa melihat beberapa bekas luka di lengan Haechan yang sudah kering dan berbekas.

"Itu adalah salah satu cara melampiaskan perasaanku, tapi aku sudah tidak pernah melakukannya sejak pindah kesini,"

"Syukurlah, jangan pernah melakukan hal itu lagi, kau tidak perlu bertemu lagi dengan ayahmu, kau pasti bisa hidup tanpa dia,"

"Bagaimanapun dia adalah ayahku, aku menyayanginya, aku selalu merindukannya,"

"Kalau begitu berjanjilah padaku, kau harus bisa melindungi dirimu darinya, kau tidak boleh terluka saat bertemu dengannya, dan kau harus berjanji padaku, kau tidak akan pernah mencoba mengakhiri hidupmu sendiri, berjanjilah padaku seperti kau berjanji pada saudara kandungmu," ujar Jaemin, ia menyodorkan jari kelingkingnya pada Haechan membuat pemuda Tan itu tersenyum geli kemudian menautkan jari kelingkingnya

"Baiklah aku berjanji, aku akan berusaha untuk tetap waras." Janjinya

Namun ternyata ia tidak bisa menepati janjinya kala ia harus mendengarkan perkataan ayahnya yang kembali mencaci maki dirinya.

"Na, besok aku ingin menemui ayahku, aku merindukannya, aku ingin berbicara padanya, doakan aku semoga besok-besok ayah tidak lagi marah padaku ketika bertemu denganku,"

************





























Happy ending or sad ending?








Jangan lupa vote guysssssss

Best Friend EverTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang