HARAPAN TAK BERARTI

9 1 0
                                    

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh.

Haloo semuanya, bagiamana kabarnya? Baik, Alhamdulillah...

Yang lagi sedih ayoo senyum lagiii cantikkkk, dan yang lagi bahagia pertahanin senyumnya yaaa kalian ngga cocok kalo sedihhh.

Maaf banget jarang update sekarang. Banyak kegiatan di rl jadinya susah bagi waktu. Tapi tenang aja bakalan tetep update walaupun kagak tau kapan lagi.

Yukkk cuss langsung baca ajaaa yaaa




















Ambil baiknya buang buruknya.















                   HAPPY READING 🌼







Alasan untuk terus hidup itu memang banyak sekali bentuknya. Bisa berupa dekapan ayah-ibu yang menghangatkan kita tiap pagi. Bisa berupa semerbak bunga di taman yang aromanya selalu berhasil menciptakan raut berseri. Atau... bisa pula berupa senyum manis milikmu yang tak pernah gagal membuatku jatuh hati berkali-kali.

Konon katanya, Tuhan tidak akan menghadirkan sesuatu yang tak pernah benar-benar kita butuhkan dalam hidup ini. Menghadirkanmu dalam kehidupanku yang lebih dari sekadar carut-marut kala itu ialah salah satu hadiah dari-Nya.

Meski sosokmu bagai kumpulan diksi yang tak pernah menjadi kalimat.

Bagai bait-bait puisi yang tak pernah rampung. Bagai lantunan elegi yang tak pernah dinyanyikan. Bagai renjana yang tak pernah tercurahkan.

Semua itu bukan masalah. Setidaknya aku bisa kembali merasakan rasanya bernapas lega setelah lama tercakat. Kembali mengulas senyum setelah berkawan cukup lama dengan muram. Kembali merekah setelah hampir rata dengan tanah.

Terima kasih telah datang menemui, ya? Terima kasih telah jadi salah satu alasan terbaik untuk lanjutkan hidup.

•[Aruna Putri Ayuningtyas]







"Kalau ada yang sakit, kabari Bunda ya, kala."

Bunda bilang, Bunda akan datang kalau haikala merasa sakit. Bunda bilang, Bunda akan kemari kalau haikala merasakan sakit. Namun nyatanya, pernyataan itu hanya berakhir tanpa jawaban tiap kali haikala mengirimkan pesan.

Bunda tidak pernah datang. Bunda membiarkannya sendirian.

Sudah hampir dua minggu haikala bergelung dengan sepi tanpa ada siapa pun yang menemani. Sejak terakhir kali Bunda menghampiri saat haikala baru-baru saja siuman dari anestesinya yang perlahan mereda, Bunda hanya meninggali haikala sebuah ponsel miliknya yang bahkan masih tidak terisi. Tampaknya hanya itu satu-satunya hal yang paling mampu Bunda beri alih-alih kehadiran Bunda sendiri.

"Haikala, kanala masih belum siuman. Kanala mungkin akan lebih banyak butuh Bunda. Bunda juga mungkin akan jarang datang untuk melihat kamu. Kamu bisa paham situasinya kan, kal?"

Hari itu, Bunda meminta untuk lebih memahami keadaan. Bunda bahkan menggenggam tangan haikala dengan sorot matanya yang penuh pengharapan. Genggaman yang selalu berhasil membuat haikala merasa tenang dan aman, namun juga menyambut rasa sakit lain yang terpaksa harus ia pendam.

"Terus... Haikala gimana, Bunda?"

Mungkin, haikala belum bisa sepenuhnya memahami keadaan. Atau mungkin juga, haikala hanya ingin memahami keadaannya. Namun Bunda melihatnya cukup lama hari itu, seolah pertanyaan itu tidak bisa dijawab dengan mudah.

Di sini ramai, kal. Kamu nggak akan kesepian. Ada beberapa pasien lain yang juga dirawat di ruang yang sama seperti kamu."

Bunda memang sengaja menempatkan haikala di kamar perawatan kelas II, di mana ada empat pasien lain yang kebetulan juga dirawat. Tidak seperti kanala yang malah ditempatkan di kamar VIP karena adiknya itu lebih perlu mendapatkan perawatan lebih intensif karena riwayat sakit yang kanala punya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

JOGJA SENJA KAMU & KENANGANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang