Happy Reading all💚
Dean DevandraSaat ini Dean sedang meringis di atas tempat tidurnya dengan berusaha memegangi punggungnya yang terasa kebas. Ya! Yang diberikan Darren pada Dean adalah pukulan.
Kenapa Darren bukannya tadi Raksa? Karena Raksa hanya membawa Dean ke gudang belakang namun yang memukulnya adalah Darren, Raksa tidak melarang Darren untuk memukul Dean, namun tidak mengiyakan untuk memukul Dean.
Dean masih terus berusaha memegang luka yang ada di punggungnya, bayangan wajah Darren saat memukulnya masih terbayang jelas di kepalanya, dengan wajah yang memerah dan mata yang memancarkan kesedihan, Dean melihat tatapan itu terakhir kali saat sang Bunda tiada. "Gue tau bang, abang kangen Bunda, tapi bukan berarti abang bisa jadiin gue pelampiasan,"lirih Dean dengan menatap foto yang ada di depannya
Pintu kamar Dean terbuka sedikit lebar menampilkan Raksa di balik pintu itu dengan membawa kotak P3K, Dean hanya mengangkat sebelah alisnya saat Raksa menaruh kotak obat itu di sebelahnya tanpa mengucapkan kata-kata, "buat apa?" Tanya Dean mendongak menatap Raksa.
"Jangan bodoh, obati luka lo!" Tukas Raksa
"Bawa balik ke tempatnya aja bang, ga kepake juga," kata Dean yang membuat Raksa menatapnya bingung. "Abang bisa liat kan? Lukanya dipunggung mana sampai bang? Tangan Dean ga sepanjang itu," kata Dean melanjutkan.
Raksa ingin sekali mengacuhkan Dean saat ini, namun entah kenapa tangannya ter-ulur untuk mengambil kapas guna membersihkan luka Dean, Dean kembali meringis ngilu saat Raksa membersihkan nya dengan kasar seperti mencuci baju. "Sshhh bang, bang, aduh," keluh Dean, namun Raksa seperti menulikan pendengarannya anak itu tidak peduli dengan ringisan Dean.
Di setiap olesan obat yang dilakukan Raksa, Dean hanya terpejam merasakan sakit hingga ke ubun-ubun, hingga saat ini semuanya selesai Raksa segera berdiri dengan dan melempar beberapa sisa kapas usai membersihkan luka-luka Dean.
"Taruh di tempatnya gue mau ke kamar," ucap Raksa dan mulai membalik badannya
"Bang." Panggil Dean yang membuat Raksa terhenti di ambang pintu, tidak ada suara yang dikeluarkan oleh Raksa dirinya lebih memilih diam dan menunggu. "Bang makasih." Dua kata yang baru saja Dean lontarkan berhasil membuat senyum Raksa terukir entah darimana.
Raksa tidak menjawab maupun membalik tubuhnya langkah kakinya ia lanjutkan dan benar-benar menghilang dari kamar Dean, Dean tersenyum namun hatinya juga merasakan sesak secara bersamaan. Di lain arah Arsha sedang bersandar di tembok kamar Dean lebih tepatnya depan kamar Arsha namun sebelah kiri, dirinya sempat mendengar Dean mengatakan kata 'terimakasih' dan saat itu juga Arsha melihat Raksa keluar dari kamar Dean dengan sedikit tersenyum.
"Cih, munafik," tukas Arsha dan pergi dari depan kamar Dean.
Raksa masih menuruni anak tangga dirinya menuruni anak tangga sudah seperti sambil menghitungnya, suara Dean yang mengatakan kata 'makasih' masih terngiang-ngiang di kepalanya, entahlah rasanya senang dan nyaman. Haha
Darren yang hendak turun melihat Raksa yang tersenyum di pertengahan tangga membuat Darren yang melihat itu menatapnya heran, ada apa dengan adiknya itu? Begitulah sekiranya yang sedang dipikirkan saat ini.
"Raksa, lo ngapain?" Pertanyaan yang baru saja terdengar di gendang telinga Raksa berhasil membuatnya menoleh dan mendapati Darren di tangga paling atas. "Gue tanya lo ngapain bengong disana? Kesurupan apa gimana?" Tanya Darren sekali lagi saat melihat Raksa hanya diam menatapnya.
"Hah? Emmm engga, gue cuma lagi mikirin besok jadwal kuliah siang apa pagi," ngeles Raksa berusaha, namun berhasil membuat Darren menatap curiga, bagimana tidak? Alasannya sangat kurang pas menurut Darren.
Raksa yang menyadari tatapan curiga dari Darren merasa gugup. "Kenapa? Bang Darren ga percaya?" Tanya Raksa dengan gugup.
Darren hanya menggeleng tapi sejujurnya dirinya sangat tidak percaya, Raksa yang melihat gelengan Darren merasa lega akan hal itu. "Mau kemana bang?"
"Mau ngambil minun," singkat Darren dan melanjutkan jalannya menuruni anak tangga.
Raksa diam sejenak sebelum memilih kembali ke atas dan menuju kamarnya, Darren hanya melihat sekilas, rasanya seperti ada yang disembunyikan oleh Raksa.
"Bocah aneh," gumam Darren.
Pagi ini Dean baru saja bangun dari malam panjangnya yang ditemani oleh rasa sakit, malam ini dirinya merasa tidak puas dengan tidurnya, tidur yang tidak nyenyak karena rasa sakit yang terus menerus terkena gesekan kasurnya. "Masih sakit," ucap Dean yang kini sudah duduk di atas ranjangnya.
Dirinya menatap jam yang tertera di layar ponselnya sudah jam 8 untung saja hari ini hari libur dirinya tidak akan telat. "Udah pagi, gimana mau mandinya?" Ucap Dean penuh tanda tanya, bagimana tidak? Jika dirinya mandi otomatis lukanya akan terkena air dan itu membuatnya tambah perih.
Dean hanya mengedipkan bahunya sebentar sebelum akhirnya benar-benar masuk ke dalam kamar mandi itu, biarlah punggungnya terasa perih dirinya berusaha untuk menahannya.
Sorry for typo
Janlup vote and komen all💚
See you next chapter
Thank you!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Dean Devandra
Teen Fiction"Bunda ga ada itu karena lo, dan Ayah pergi itu karena lo juga!" Rayyan Arshaka. "Gue benci ketika harus anggap lo sebagai adik gue sekaligus bagian dari keluarga ini." Darren Rarendra. "Gue benci lo juga, tapi hati gue nyuruh buat ga benci lo, sorr...