11. Try again, Handsome

430 53 44
                                    

Chapter kali ini agak sedikit panjang, dibaca pelan-pelan, ya <3

Raihan masih ingat wajah Myra sekilas berubah pucat ketika dia dipanggil dengan nama lamanya

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Raihan masih ingat wajah Myra sekilas berubah pucat ketika dia dipanggil dengan nama lamanya. Beberapa saat hening menyelimuti, sampai akhirnya Myra tertawa dan berkata, "Akhirnya kenal juga." Akibatnya Raihan ditarik untuk mengetahui lebih dalam, bahkan mengajak Myra menepi di coffee shop terdekat karena ada banyak yang akan mereka bicarakan.

Kini Raihan sedang mengantre di konter order, membiarkan Myra sendiri di ujung ruangan agar tidak menarik perhatian pengunjung. Yah, meski hasilnya gagal karena kedatangan Myra tetap mencuri perhatian pengunjung coffee shop yang ramai. Meja di dekat tempat Raihan berdiri pun riuh oleh bisik-bisik yang terus menyebut nama Myra. Raihan otomatis menajamkan telinga agar bisik-bisik itu menyelinap lebih jelas di antara suara sekitar.

"Myra beneran pelakor nggak, sih? Dia abis digosipin jadi pelakor nggak ada kabar apa-apa."

"Beneran kayaknya. Makanya dia diem aja."

"Jangan-jangan nggak main film lagi karena udah sama pengusaha itu."

"Tadi Myra dateng sama cowok lain, ya! Itu orangnya lagi antre."

Menyadari sosoknya disinggung, Raihan berdeham dan memusatkan perhatian pada papan menu, tidak lagi mengulik pembicaraan sekitar, meski beberapa percakapan masih keluar-masuk telinganya.

Setelah beberapa menit mengantre dan menunggu pesanan, Raihan kini menenteng nampan berisi espresso dan jus jeruk yang tadi berjajar di etalase. Pesanan Myra tidak macam-macam karena mengaku makanan yang masuk ke perutnya sedang diawasi ketat oleh Salwa. Sepanjang jalan menuju meja, Raihan bisa mendengar bisik-bisik tentang Myra, bahkan banyak pasang mata yang terang-terangan menatap wanita itu tanpa segan.

Tidak mungkin Myra tidak merasakan perhatian itu, tetapi anehnya dia tetap duduk tenang dan tegak dengan mata yang tertuju ke ponsel. Myra baru mendongak saat Raihan sudah duduk di hadapannya, menyerahkan jus yang tutupnya telah dibuka dan teracung sedotan.

"Makasih, ya, Pak Raihan. Baik banget sampai dibukain."

Raihan berdeham. "Kuku panjang kamu pasti bikin repot buat buka tutupnya."

"Merhatiin banget, sih." Myra tertawa pelan, setelahnya tak ada lagi yang bercakap untuk beberapa saat.

Telinga Raihan masih bisa menangkap bisik-bisik sekitar, kali ini mempertanyakan siapa yang datang bersama Myra. Ada pujian terselip untuknya, tetapi lebih banyak hinaan yang ada untuk Myra.

"Kita pindah aja ke tempat yang enak. Ada private room di sini."

Myra mengerjap, buru-buru menahan Raihan yang hendak berdiri. "Bapak nggak suka, ya, diomongin?"

"Kamu denger?"

"Saya juga punya kuping kali, Pak."

"Saya tahu, maksudnya ...," Raihan menggaruk tengkuknya, "kamu diomongin nggak enak. Mending pindah ke tempat yang lebih private."

Unwritten DesireTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang