21: Distracted

5.8K 593 16
                                        

Spa selalu punya cara untuk membuat segalanya terasa lebih dramatis. Mungkin karena treknya yang legendaris, atau mungkin karena cuaca Belgia yang tidak terduga. Tapi sore ini, di dalam motorhome Cavallino yang sepi, drama yang terjadi tidak ada hubungannya dengan balapan, setidaknya bukan sepenuhnya.

Jeff baru selesai berganti pakaian setelah podium P3, keringat dan champagne masih terasa di kulitnya, ketika Ferdinand masuk tanpa mengetuk. Tatapannya dingin, tapi Jeff bisa melihat amarah yang bergolak di baliknya. Tatapan yang sama yang dia lihat bertahun-tahun lalu, setiap kali dia gagal memenuhi ekspektasi sang ayah.

"P3?" Ferdinand memulai, suaranya rendah tapi menusuk. "Di Spa? Track yang harusnya jadi spesialisasi kamu?"

Jeff menghela napas, lelah fisik dan mental mulai terasa. "Pa, aku finish di podium. Strateginya—"

"Strategi?" Ferdinand mendengus. "Kamu pikir Papa peduli soal strategi? Yang Papa lihat cuma satu: kamu kehilangan fokus."

"Fokus? I'm leading the championship, Pa." Jeff tertawa getir. "Aku udah kasih semuanya di trek. Every single lap—"

"Dan tetap kalah!" Ferdinand memotong, suaranya meninggi. "Kamu pikir Papa nggak lihat? How distracted you are lately?"

Jeff merasakan rahangnya mengeras. Dia tahu ke mana arah pembicaraan ini. "This is not about the race, is it?"

"This is about everything!" Ferdinand menggebrak meja, membuat piala di atasnya bergetar. "Tentang kamu yang mulai kehilangan semangat kamu. Tentang media yang lebih fokus ke hubungan kamu sama jurnalis itu daripada performa kamu."

Ada sesuatu dalam cara Ferdinand menyebut kata 'jurnalis' yang membuat darah Jeff mendidih. "Jangan bawa-bawa MJ ke dalam ini."

"Kenapa tidak?" Ferdinand melangkah mendekat, matanya menusuk. "She's a journalist, Jeff. Dan kamu tau betul bahaya terlibat dengan jurnalis dalam dunia kita."

Jeff bisa merasakan jantungnya berdentum di telinganya. "MJ beda."

"Different?" Ferdinand tertawa pahit. "Kamu tahu apa yang terjadi terakhir kali seseorang di keluarga kita percaya sama jurnalis?"

"Stop."

"Tidak. Kamu perlu mendengar ini," Ferdinand mencengkeram bahu Jeff. "Papa pernah ada di posisi kamu. Terlalu percaya, terlalu terbuka. Dan tau apa yang Papa dapat? Kehancuran. Papa kehilangan kesempatan jadi World Champion karena terlalu naif, terlalu percaya."

Jeff menepis tangan ayahnya. "So that's what this is about? Always your failed championship?"

"This is about protecting you!" Ferdinand berteriak. "About making sure you don't make the same mistakes I did. Papa nggak mau—"

"Nggak mau apa?" Jeff memotong, emosinya meluap. "Nggak mau aku bahagia? Atau nggak mau aku punya kesempatan yang Papa nggak pernah punya?"

Ferdinand terdiam, terpukul oleh kata-kata Jeff.

"You know what's ironic?" Jeff melanjutkan, suaranya bergetar. "Papa selalu berusaha kontrol hidup aku karena takut aku ulang kesalahan yang sama. Tapi sebenarnya, Papa cuma bikin aku jadi takut untuk percaya siapapun."

"Jeff—"

Jeff mengangkat tangannya. "Papa pikir Papa ngelindungin aku dengan semua aturan Papa? Dengan jadiin aku puppet yang bisa Papa kontrol? Well guess what, Pa? Papa cuma bikin aku takut. Takut jadi diri sendiri, takut untuk benar-benar peduli sama seseorang."

Ferdinand menatap putranya lama, sesuatu yang mirip kesedihan melintas di matanya. "Kamu nggak ngerti, Jeff. The price of caring too much in this world—"

"Is losing?" Jeff tersenyum pahit. "Jeff tahu itu. Tapi ada hal yang lebih penting dari piala dan point championship."

"Like what?" Ferdinand menggeleng. "Love? Trust? Look where that got me."

"No," Jeff menatap ayahnya tepat di mata. "Like being true to yourself. Something you never let me do."

Keheningan yang menyusul terasa mencekik. Di luar, suara sorak-sorai fans masih terdengar merayakan balapan. Tapi di dalam ruangan ini, waktu seakan berhenti.

"You think she's different?" Ferdinand melangkah mendekat. "Papa punya banyak koneksi, Jeff. Satu kata dari Papa... dan Michelle Jane Kennedy akan kehilangan semuanya. Karirnya, kredibilitasnya..."

Jeff merasakan darahnya membeku. "You wouldn't dare."

"Try me," Ferdinand tersenyum tipis. "Kamu tahu apa yang pernah Papa lakukan. And I will do it again if I have to."

"Is that a threat?" Jeff mencengkeram pinggiran meja, menahan amarah yang mendidih.

"It's a promise." Ferdinand menatap putranya lekat-lekat. "Papa nggak akan biarkan jurnalis lain menghancurkan keluarga ini. Jadi pilih, Jeff. Championship kamu... atau dia?"

Jeff merasakan jantungnya berhenti sejenak. Karena ini bukan hanya tentang dia lagi. Ini tentang MJ. Tentang karirnya, masa depannya, semua yang dia telah usahakan.

"Tahu nggak apa yang lucu?" Jeff tertawa getir. "Dulu Papa selalu ngajarin aku untuk memperjuangkan apa yang aku yakinin. Tapi sekarang? Papa malah jadi orang yang paling takut waktu aku akhirnya berani memperjuangkan sesuatu yang aku peduliin."

"Ini bukan tentang—"

"Yes, it is!" Jeff memotong. "It's about control. Ini tentang Papa yang nggak bisa move on dari masa lalu. Yang lebih milih ancam anak sendiri daripada ngaku kalau Papa masih dihantui dengan kegagalan Papa."

Ferdinand mengambil langkah mundur, seolah kata-kata Jeff menamparnya. "Kamu tidak tahu apa yang kamu bicarakan, Jeff"

"Mungkin enggak," Jeff mendekat. "But at least I'm not a coward who threatens innocent people just because I'm scared of my own ghosts."

Ferdinand tidak menjawab. Dia hanya menatap Jeff lama, sebelum akhirnya berbalik menuju pintu. Tapi sebelum keluar, dia berhenti sejenak.

"Just remember, Jeff. In this sport, in this life sometimes we have to sacrifice the things we want for the things we need."

Dengan itu, Ferdinand pergi, meninggalkan Jeff sendiri dengan pikirannya yang berkecamuk. Dia bersandar ke jendela, menatap langit yang mulai gelap.

Sacrifice the things we want...

Jeff mengambil ponselnya, menatap wallpaper yang menampilkan foto candid MJ yang dia ambil di Wimbledon—MJ yang sedang tertawa, matanya bersinar, terlihat begitu... nyata.

For the things we need...

Tapi bagaimana kalau yang dia butuhkan dan yang dia inginkan adalah hal yang sama?

——

AN: guys mulai sekarang aku udah menetapkan jadwal update. RN5 bakal update setiap hari SABTU & MINGGU ya!! so we will see you on weekend from now on! tapi aku biasanya akan update chat-chat mereka/gossip grid through Instagram & TikTok and the latest info about the book, so follow me there!! ❤️❤️

Rule Number Five [TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang