Bab 8 : Tangan kanan seorang jagoan

7 1 0
                                    

Rumor bahwa aku adalah adik Kyu menyebar seperti api di hutan kering. Dalam hitungan hari, seluruh sekolah tahu tentang hubunganku dengan pemimpin geng Thunder itu. Tentu saja, ini mengubah banyak hal.

Dana, temanku yang dulu sering jadi korban bully, tiba-tiba berubah total. Dia seperti menemukan kepercayaan diri baru.

Saat istirahat, aku melihatnya berjalan dengan sombong melewati sekelompok anak yang pernah membullynya. Dengan senyum penuh kemenangan, dia berhenti di depan mereka dan, tanpa ragu, meludahi salah satu dari mereka.

"Gimana rasanya, hah? Berani lagi nggak gangguin gue?" katanya sambil tertawa puas.

Aku yang melihat kejadian itu hanya bisa menggelengkan kepala. Dana kemudian berlari ke arahku sambil berkata, "Ryu! Gila, ini baru hidup, bjirr! Sekarang nggak ada yang berani macem-macem sama kita bjir! Gua rasa ini momen terbaik dalam hidup gua!"

Aku menatapnya dengan datar lalu berkata, "Dana, lu ngapain sih? Jangan cari masalah, dong. Kalo lu dipukul balik atau dikeroyok, gua ngeliatin aja . Paling banter gua beliin lu es cekek buat ngurangin sakitnya."

Dana langsung merengut. "Ah, lu becanda aja bjir, Ryu. Gua tahu lu nggak bakal tinggal diam kan bjir."

Aku hanya tertawa kecil, tapi Dana malah makin bangga dengan dirinya sendiri.

Rumor itu ternyata tidak hanya membuat cowok-cowok di sekolah lebih berhati-hati, tapi juga menarik perhatian para cewek. Dalam beberapa hari, aku jadi semacam selebriti dadakan.

Banyak cewek yang tiba-tiba mendekatiku dengan berbagai alasan. Ada yang pura-pura tanya PR, ada yang sekadar minta tolong membawakan buku, bahkan ada yang terang-terangan mengungkapkan perasaan mereka.

Salah satu dari mereka, seorang siswi cantik dari kelas sebelah, tiba-tiba menghampiriku di kantin saat aku sedang makan. Dengan wajah merah padam, dia berkata, "Ryu, aku suka sama kamu. Mau nggak jadi pacarku?"

Tempat itu langsung hening. Semua orang memandang ke arah kami. Aku hanya mengangkat alis, lalu menjawab dengan nada datar, "Maaf, nggak tertarik."

Cewek itu tampak kecewa, tapi aku benar-benar tidak peduli. Sifatku yang dingin membuat banyak orang menjulukiku "kulkas 10 pintu."

Tidak hanya cewek-cewek seangkatanku, bahkan adik kelas mulai ikut-ikutan. Suatu hari, saat aku sedang duduk di taman sekolah, seorang adik kelas tiba-tiba memelukku dari belakang.

"Kak Ryu! Aku kangen banget sama kakak!" serunya dengan suara riang.

Aku menoleh dengan bingung. "Eh, lu siapa?"

Dia tersenyum manis dan berkata, "Aku Yuni, adik kelas kakak waktu SD. Aku selalu suka sama kakak dari dulu. Waktu dengar kakak adiknya Bang Kyu, aku lega banget. Aku senang kakak baik-baik aja."

Setelah itu, dia mengeluarkan sebuah coklat dari tasnya dan menyerahkannya padaku. "Ini buat kakak. Aku bikin sendiri tau!"

Aku menerima coklat itu tanpa ekspresi. "Oh, makasih."

Tapi reaksi dinginku tidak membuat Yuni kecewa. Sebaliknya, dia justru semakin bersemangat. Dana yang kebetulan ada di situ langsung mendekati Yuni. Dengan senyum lebar, dia berkata, "Kalau gitu, aku juga mau coklat dong! Bjir Aku kan sahabatnya Ryu!"

Yuni menatap Dana sebentar, lalu berkata dengan nada santai, "Maaf, Kak Dana. Coklat ini cuma buat orang yang normal . Kakak nggak masuk kategori itu."

Dana terdiam di tempat. Wajahnya berubah pucat, seperti baru saja ditampar oleh kenyataan pahit.

Aku tidak bisa menahan tawa kecil melihat ekspresinya. "Hahaha, Dana, ini pelajaran buat lu. Jangan terlalu berharap ."

Sejak kejadian itu, Dana jadi lebih berhati-hati saat berbicara dengan perempuan. Kadang, aku suka menggoda dia dengan berkata, "Eh, Dana, Yuni tuh suka sama lu , Coba tanyain dah."

SIMFONI BOCAH LIAR (ON GOING)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang