"Tuan muda, saya sudah bilang biar saya saja yang kerjakan tapi anda terus mendesak." Victor menghela nafas seraya mengucurkan air bersih ke tangan Nael yang terluka akibat tertusuk bagian tajam kayu.
"Sudah anda cabut serpihannya?"
"Aku baik-baik, Paman Victor." Sahut Nael sembari mendesis kesakitan.
Victor berdecak tak habis pikir. "Apanya yang baik-baik saja, Tuan Muda? Anda ini memang keras kepala. Sudah terluka pun masih saja tidak mau mengaku kalau lukanya sakit."
"Tidak perlu mengasihaniku." Tegas Nael, menarik tangannya menjauh dari kucuran air lalu membungkusnya dengan kain bersih. "Lanjutkan saja pekerjaanmu, lagipula aku sudah selesai."
"Tuan Muda, anda sebaiknya masuk dan beristirahat." Saran Victor tambah cemas saat melihat kain yang membalut luka di tangan Nael mulai berubah warna menjadi merah, menyerap darah yang masih terus keluar dari luka pemuda itu.
"Aku suka disini." Jawab Nael tak peduli pada kecemasan Victor.
"Baiklah, tetapi berjanjilah anda akan duduk saja disana. Ya?" Victor tidak mau dianggap sebagai seseorang yang bertanggungjawab atas luka di tangan Nael. Lebih tepatnya takut kalau dipecat karena sesuatu yang bukan salahnya.
"Kau juga, istirahatlah sebentar." Sahut Nael.
Meletakkan kapaknya tak jauh dari kakinya, Victor duduk diatas rerumputan lalu melinting kertas yang diisi oleh sesuatu.
"Rokok, anda mau coba?" Tawarnya.
"Bisa membuat pikiran jadi lebih tenang." Tambah Victor.
Tergoda, Nael mengulurkan tangan hendak meraih rokok dari tangan Victor. Namun belum sampai menyentuh rokok tersebut saat jarak yang tersisa kurang dari lima cm, tangan lain merampas rokok tersebut lalu melemparnya ke atas tanah dan menginjaknya sampai tak berbentuk.
"Jangan merusaknya." Peringat Alizeh menekan kata-katanya seraya melempar tatap tajam ke arah Victor.
"Maaf Nona." Pria itu menunduk lalu berdiri dan membungkuk pada Alizeh sebagai bentuk penghormatan.
"Apa lagi yang kau tunggu?" Desis Alizeh. "Pergi sana!" Usirnya.
"Baik Nona. Tuan, saya permisi." Pamit Victor pada Nael.
Menyaksikan hal tersebut, Nael melayangkan protes. "Kau seharusnya tak bicara sekasar itu, kau bisa menyakiti perasaannya."
"Aku tak peduli pada perasaan orang lain karena orang lain tak pernah peduli pada perasaanku." Sindir Alizeh membawa Nael kembali mengingat kejadian saat dirinya marah kepada Alizeh sewaktu gadis itu membawakan Tuan Alexander yang kabur padanya.
"Lagipula kau tidak pantas di kasihani." Timpalnya.
Nael tertohok mendengar kalimat itu, tetapi ada sedikit kelegaan karena akhirnya seseorang mengerti bahwa ia tidak ingin dikasihani.
"Aku juga tidak butuh." Sahutnya ketus.
"Kau butuh."
"Aku tidak--"
"Sudah dua kali kau hampir melakukan kebodohan." Potong Alizeh. "Apa jadinya kau tanpaku? Bahkan setelah meminta maaf, kau tidak belajar arti tahu diri yang sebenarnya."
"Orang-orang membantuku karena merasa kasihan." Ujar Nael mengepalkan tangannya erat sampai buku jarinya memutih. "Kau bisa bicara seperti itu karena kau normal. Kau normal." Ia tunjuk-tunjuk bagian dada kiri Alizeh yang dekat dengan bahu berulang.
"Kau normal." Tegasnya.
"Kau tidak cacat dari lahir." Alizeh menangkap tangan Nael dan menggenggamnya erat. "Kau memilih untuk menjadi cacat."
KAMU SEDANG MEMBACA
A Little Sister Guide
Fantasía⚠️Ada tiga peraturan di keluarga Phineas; yang pertama tidak boleh ada pertengkaran antar sesama anggota keluarga, yang kedua tidak boleh melewatkan makan malam keluarga, yang ketiga dan paling penting tidak boleh bercinta antara kakak laki-laki dan...