BAB 19 - Momen Hangat⚠️

2.1K 73 2
                                    

"Masalah dalam hubungan itu selalu berakhir dengan mempererat atau mengakhiri sebuah kisah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Masalah dalam hubungan itu selalu berakhir dengan mempererat atau mengakhiri sebuah kisah. Jadi tinggal ditentukan saja, mau menyerah atau bertahan."

***

"AA, IH!"

Caca merengek pasrah begitu Adit tak juga melepaskan pelukan dari pinggangnya. Pria itu malah makin menyelusupkan kepala ke perutnya dan menggumam tak jelas.

"Udah mau Subuh ih, aku belum bersih-bersih," lanjut Caca. Sejak sepuluh menit lalu, dia terus membujuk Adit agar melepaskan dirinya dari pelukan pria itu. Namun, Adit malah makin erat memeluknya sambil terus merengek manja.

"Gak mau, nanti aja. Kepalaku masih pusing, badanku masih lemas, masih butuh perawatan," jawab Adit yang justru mengeratkan pelukannya.

"Ya udah, nanti ke dokter." Caca berupaya keras melepaskan pinggang kecilnya dari kungkungan pria itu.

"Gak mau. Kan, dokternya aku tuh kamu, Sayang. Kalau aku sakit, aku cukup dimanjain kamu aja."

Caca menghela napas. Dia menikahi pria berumur berapa tahun, sih?

"Atau gak, cium dulu." Adit mengangkat wajah bantalnya yang masih kusut.

"Hmmm ...." Caca jadi geli sendiri dengan tingkah suaminya. Namun, tanpa protes lagi, dia mendaratkan kecupan singkat di dahi Adit dan membuat pria itu kesenangan.

Caca pikir tugasnya sudah selesai dan dia akan bebas, padahal dugaannya salah. Aksinya tadi berubah jadi senjata makan tuan.

"Masa cuma satu?" protes Adit dengan suara serak. Dia menempelkan wajahnya ke kulit perut sang istri. "Empat dong. Di sini, sini, sini, dan sini." Telunjuk tangan kirinya menyentuh pipi, bibir, kedua mata, dan hidungnya sendiri.

Lagi-lagi Caca menghela napas. Tatapannya masih fokus pada sepasang mata suaminya. Tangannya refleks menyentuh dahi pria itu, memang cukup panas. Kemudian, sambil menahan senyum, dia mengabulkan permintaan Adit. Empat kecupan berhasil membuat senyum pria itu merekah.

"Makaciii, sayangkuuu," kata Adit yang kemudian kembali tiduran di perut Caca.

Caca menghela napas. Ujian apa coba di subuh ini?

"Aaa, aku harus mandi!" rengeknya setengah merajuk. Namun, bukannya melepaskan, Adit malah pura-pura tidur. Membuat Caca menghela napas lelah.

Istilah setelah hujan badai akan datang pelangi sepertinya tengah mereka alami sekarang. Setelah mengobrol panjang lebar, Caca dan Adit bisa meluruskan kesalahpahaman yang terjadi. Mereka juga jadi lebih terbuka. Salah satunya Adit yang mengizinkan Caca untuk mengecek ponselnya dan Caca nyaris kebakaran begitu membaca satu per satu chat gatal dari Deby.

"Aa, ih, udah tahrim itu!" kata Caca yang kembali berusaha melepaskan diri dari jeratan tangan Adit.

Pagi ini memang lebih dingin dari biasanya. Namun, terus menempel pada tubuh orang lain juga bukan solusi terbaik untuk menghangatkan diri.

Duar, Nikah! [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang