welcome to the next part
🪐
•
•
•
•
•
happy reading∞
Brakk ......
Tampak beberapa orang dari balik pintu itu. Wajah penuh emosi terlihat dari mereka. Sepertinya orang-orang itu siap merujak mereka berdua.
Kedua pemuda yang masih berada di posisi yang sama, menoleh ke arah pintu. Terkejut, panik, Dan entah apalagi yang mereka rasa. Tubuh keduanya seakan sulit bergerak akibat keterkejutan yang tiba-tiba.
"ANAK-ANAK KURANG AJAR!!"
"NGAPAIN KALIAN BERDUAAN DI DALAM SINI?!"
"REMAJA KURANG OTAK!!"
"AREK RA NDUWE ADAB!!"
Dan banyak lagi lontaran-lontaran kalimat tudingan serta tuduhan yang orang-orang itu ucapkan. Mereka menyeret kedua pemuda itu dan membawanya. Tak melawan, Hilal dan Sandra mengikuti kemana orang-orang itu membawa mereka.
Kini mereka telah berada di luar. Keduanya mencoba mengerahkan pembelaan atas diri mereka. "Pak, Pak ... Saya dan dia tidak melakukan apapun. Kita dijebak pak," sanggah Hilal membela diri.
"Iya, Pak. Kita ngga ngapa-ngapain, beneran. kit-" Sandra membenarkan pembelaan Hilal. Namun kalimatnya terpotong begitu saja.
"Hallaaah, mana mungkin anak muda beda jenis ga ngapa-ngapain di tempat seperti ini. Mustahil."
"Betul itu."
Dari kejauhan, seorang pria seumuran dengan orang-orang itu tampak melakukan panggilan telepon. Sepertinya tengah menginfokan apa yang terjadi.
Orang-orang itu terus menghakimi kedua pemuda itu. Mereka memukulinya tanpa ampun. Itu sebagai konsekuensi dari perilaku buruk yang dilakukan di daerah mereka. Mereka tak pandang bulu untuk menghakimi siapapun yang berbuat buruk. Mereka paling tidak suka jika ada orang yang dapat mencemarkan nama baik daerah mereka dengan perbuatan-perbuatan yang tak patut.
Berselang beberapa menit, sebuah sepeda motor datang mengalihkan atensi kerumunan massa itu sejenak. Terlihat raut emosi dari orang yang baru saja datang itu.
"Ayah ...." batin Sandra. Gadis ini menoleh ke arah Hilal. Hilal paham akan maksud tatapan mata dari Sandra.
"Permisi, Bapak-bapak." Pria itu memarkirkan motornya tak jauh dari tempat. "Bisa hentikan aksi hakim sendiri ini, dan tolong jelaskan pada saya apa yang terjadi." Rama. Pria itu masih mencoba tenang. Namun tak menolak bahwa api amarah dalam dirinya telah membara sejak mendapat kabar miring tentang anaknya.
"Ini anak bapak?" Rama mengangguk membenarkan. "Anak anda, anak-anak ini, tadi pagi saya melihat mereka berbuat hal tak senonoh di daerah sini. Tolong didik anaknya agar tak berbuat seenaknya di daerah orang."
"Benar, Pak. Entah apa saja yang mereka lakukan semalam." Orang-orang yang lain juga turut menceritakan apa yang mereka lihat pagi tadi. Mengenai posisi mereka berdua yang sangat-sangat tidak wajar, semuanya mereka ungkap.
"Ee, baik, bapak-bapak, maafkan saya yang kurang menjaga anak saya. Mohon sudahi menghakimi anak saya, biar saya yang mengurus mereka. Saya akan menghukum mereka. Pasti."
Kedua pemuda yang menjadi topik pembicaraan menundukkan kepalanya. Keduanya takut melihat wajah Rama yang tenang namun tampak menghanyutkan.
"Ya sudah. Bawa pulang anak-anak ini, jangan biarkan mereka berbuat buruk lagi di daerah sini!!" tekan salah seorang diantara mereka.

KAMU SEDANG MEMBACA
Between Me and Destiny
Fiksi RemajaBetween Me and Destiny Terkadang takdir tak selalu tepat dengan apa yang kita inginkan. Bukan. Bukan berarti kita harus membenci takdir yang telah ditetapkan. Kadang kala, kita memang diharuskan untuk berjuang demi mendapatkan sebongkah b...