Vani menatap kedua perempuan di depannya dengan mata sinis. Sedang dua orang itu tampak kikuk dan malu karena ketahuan berbuat hal tidak senonoh di tempat umum.
"Main asal kokop aja lu Re, lihat tempat dong. Untung gue yang naik.. kalau Edo gimana?! Apa nggak menyala itu mata." Omel Vani.
"Lagian, kejadian kalian ciuman tadi.. di lihat sama banyak orang. Apa kalian nggak takut kalau ada yang nyebar lagi?" Lanjut Vani. Mengingat berita tentang Alexis dan Davi beberapa Minggu lalu yang begitu cepat menyebar.
"Ya gue tahu, pasti bakal cepet ilang lagi tuh berita, tapi kan tetep aja.. kalian sama-sama cewek. Agak di kontrol dong!" Vani melotot dengan nada tinggi di akhir kalimatnya.
Rea meringis, "Bisa nggak volumenya di kecilin?" Tanya Rea. Iya Rea tahu, dia salah tapi tidak perlu dihakimi dengan suara sekencang ini. Itu sama saja membuat orang-orang mendengarnya.
Alexis berdecak, "Saya balik aja deh.." Alexis berdiri dengan gugup dia pamit pada Vani dan Rea, kemudian turun meninggalkan keduanya. Rea menatap kepergian Alexis dengan rasa yang sulit di artikan.
Rea menatap Vani yang masih menatapnya dengan dahi berkerut, ikut memperhatikan gerak geriknya. "Apa?!" Tanya Rea. Vani menyipitkan mata lagi.
"Van mata Lo udah sipit banget, nggak usahlah di sipit-sipitin lagi." Rea mencoba mencari pembahasan lain.
Vani mengerucutkan bibirnya, merasa kesal pada ucapan Rea. Namun rasa ingin tahunya lebih besar dari pada perasaan kesalnya. Hingga dia Berani bertanya, "Lo bilang waktu itu, dia nolak lo! Terus itu tadi apaan anjir?" Tanya Vani.
Rea mengedipkan matanya beberapa kali. Dia sendiri juga tidak tahu. Rea menggeleng lemah.
Vani membuka mulutnya, "Lo gila ya! Belum pacaran dah main adu lidah aja."
"Sssttt!" Rea mendesis, "Pelanin dikit suara Lo Van.." ujar Rea.
"Emang kita belum pacaran, tapi dia tadi nembak gue." Kata Rea.
"Hah?!"
Rea mengangguk, "Tapi gue pribadi gak tau juga mau Nerima apa nggak. Lo tahu sendiri--" Rea menumpuk perutnya dengan pelan, dan Vani yang melihatnya langsung mengerti. "--jadi bimbang." Rea menghela nafas.
"Gue belum siap buat cerita ke siapa-siapa tentang ini... Tapi gue nggak mau melewatkan kesempatan buat deket sama Alexis. Seenggaknya gue harus punya sedikit momen aja kan sama dia.." Rea menatap Vani dengan sendu.
"Setelah itu gue mungkin akan pergi, dan ngerawat bayi ini dengan baik." Lanjut Rea.
"Re Lo serius?" Vani bertanya, dia berdiri dan pindah kesamping Rea. "Lo mau ninggalin bang Arfan sama Arta?"
Rea menggeleng, mana mungkin dia meninggalkan mereka. Mereka berdua pasti tidak akan pernah bisa hidup tanpa Rea. "Gue akan kasih tahu bang Arfan tentang keadaan gue ini Van, tapi nggak sekarang."
Vani mengerti, dia memeluk Rea dengan sayang "Gue juga nggak mau Lo ninggalin gue ya Re.. awas Lo kalau sampai itu terjadi."
Rea tertawa, "Apaan sih Van.." Dia melepas pelukan mereka. Namun Vani tetap menahannya. "Lepas nggak!" Kata Rea, Vani tetap Keukeh menahannya.
"Lepas Van!"
Vani hanya menggeleng.
"Lo nangis van?!"
"Haaaaa... Rea gue nggak bisa lihat Lo kayak gini.." tangis Vani.
Bukannya ikut sedih, Rea yang di tangisi malah tertawa geli.
***
"Apa yang udah gue lakuin tadi?" Alexis mendesis. Tangannya sibuk memutar kemudi, sedang pikirannya sibuk mencerna kejadian tadi.

KAMU SEDANG MEMBACA
TUAN NONA (Hug My Heart)
RandomKisah Rea Si cewek tomboy dan Alexis Si Lady Boy