Rea tertidur lemas di atas bangkar rumah sakit. Seorang dokter tengah memeriksa dirinya.
Pagi tadi, saat hendak mengantarkan Arta ke sekolah, tiba-tiba saja Rea merasa mual mencium bau parfum seorang pengendara di lampu merah. Alhasil, Rea menepikan motornya asal dan muntah-muntah di pinggir jalan. Tidak hanya itu, tiba-tiba dia merasa pusing dan tidak sadarkan diri. Dan sekarang, Rea sudah terbaring lemah di sini. Entahlah, siapa yang sudah membawanya kemari.
"Ibu Rea, sudah berapa minggu ibu belum haid?" Tanya dokter itu, dengan tersenyum manis. Pertanyaannya membangunkan Rea dari lamunannya.
Rea mengerutkan keningnya, dan mengingat-ingat, "Kurang lebih, hampir seminggu dok.." katanya dengan lemah.
"Oh iya Dok, jangan panggil saya ibu.. panggil mbak aja.." pinta Rea. Karena Rea merasa sedikit terganggu dengan panggilan itu. Mengingat dia masih muda dan belum punya anak. Bahkan Rea saja belum menikah.
Dokter itu tersenyum dan mengangguk. "Baik.." Bertugas menjadi seorang dokter, dan menghadapi pasien yang tidak mau di panggil ibu sudah biasa bagi dirinya.
"Oh iya.., selamat ya mbak.. mbak sedang hamil.. dua Minggu."
Rea yang mendengarnya terdiam, membisu. "Ha.. hamil?" Tanya Rea. Yang di jawab anggukan oleh sang dokter. Namun, dokter itu sedikit heran, karena dia tidak melihat raut kebahagiaan dari wajah Rea.
Tubuh Rea bergetar halus, dan nafasnya tercekat. Jadi, dugaannya benar. Jika dia sedang hamil. Bagaimana ini? Pikiran Rea saat ini benar-benar sedang sangat kacau.
"Mulai sekarang, mbak harus rajin-rajin makan-makanan yang bergizi ya mbak, agar tubuh mbak sehat--"
"--nanti saya tulis resep vitaminnya buat mbak ya.. kondisi mbak Rea saat ini benar-benar sangat lemah.. jadi mbak Rea juga harus banyak istirahat. Jangan banyak pikiran, agar mbak Rea tidak stres." Dokter itu tersenyum setelah menjelaskan beberapa hal yang harus dilakukan oleh Rea.
"Dokter?" Panggil Rea.
"Iya?" Dokter yang tengah sibuk menulis catatan kesehatan itu menatap Rea, menanti ucapannya selanjutnya.
"Bagaimana jika saya ingin aborsi?" Tanya Rea.
Dokter yang ber nametag Yana, itu mematung mendengar pertanyaan Rea. Sekarang dokter itu tahu, kenapa pasien di depannya ini, tidak mau di panggil ibu, dan bahkan tidak merasa bahagian saat mengetahui kehamilannya. Kemungkinan besarnya adalah, dia belum menikah, dan sedang hamil di luar nikah.
"Maaf mbak, itu sangat beresiko pada diri mbak.. mengingat kondisi mbak yang sangat tidak baik." Jujur saja, dokter Yana sedikit merasa kesal.
"Mbak? Mbak berani melakukan hal-hal tidak baik seperti itu, kenapa mbak tidak mau menanggungnya? Kenapa malah ingin membunuh janin yang bahkan belum terbentuk menjadi bayi? Dia bahkan tidak bersalah, dan tidak tahu apa-apa.." perkataan Dokter Yana membuat Rea menatap dokter itu dengan tajam.
Namun, mata Rea berkaca-kaca menahan tangis. "Saya, diperkosa! Mati! akan jauh lebih baik bagi janin ini, karena saya takut dia akan menanggung dosa saya!" Tekan Rea, dengan menahan kepedihan di hatinya.
Mendengar perkataan Rea, pandangan dokter Yana menjadi berubah. Dia yang tadinya merasa kesal, sekarang menjadi prihatin.
"Saya bukannya tidak punya hati! Tapi saya takut, dia akan di caci maki jika lahir di dunia yang kejam ini." Lirih Rea.
"Terlebih lagi, jika dia tahu ayahnya seorang banci!" Rea memejamkan matanya erat-erat. Menghalau air matanya yang akan keluar.
"Mbak, mbak bisa istirahat dulu.. tenangkan pikiran mbak.." ujar dokter Yana menenangkan.

KAMU SEDANG MEMBACA
TUAN NONA (Hug My Heart)
RastgeleKisah Rea Si cewek tomboy dan Alexis Si Lady Boy