21. Kekasih 'Lain' Alexis

34 7 1
                                    

Alexis menepis tangan Alex saat pria itu ingin meraihnya. Jelas sekali dia jengkel pada sikap Alex. "Le, Lo kenapa?" Tanya Alex. Alexis berhenti berjalan dan menatap Alex. "Bukannya Lo yang minta gue buat deketin dia?" Alex bertanya dengan wajah sinis.

Sementara Alexis hanya diam saja, tidak tahu apa yang dia rasakan. "Atau jangan-jangan Lo cemburu?" Tanya Alex.

'Cemburu?'

"Gue nggak cemburu!" Sanggah Alexis. "Gue cuma nggak mau Lo godain Rea kayak gitu. Kalau dia jijik sama Lo gimana?" Tanya Alexis. "Kalau dia ilfeel sama Lo gimana?" Tanyanya lagi. "Lo jadi nggak bisa deketin dia lagi kan.."

'Ya hanya itu! Ingat Rea itu suka cewek, bukan cowok!'
Alexis terus menekankan pada dirinya, bahwa dia tidak cemburu.

Alex terdiam, tahu betul jika Alexis hanya mengelak. Kakaknya ini tidak pernah mau mengalah jika soal perasaannya sendiri. Gengsinya terlalu tinggi hingga terkadang dia sendiri yang akan merasa terganggu setelahnya. Lihat saja nanti.

Melihat Alex hanya diam, Alexis memilih untuk pergi meninggalkannya. Alex menatap kepergian Alexis dengan pandangan yang sulit di artikan.

"Gue pengen lihat, sejauh apa Lo bisa nutupin perasaan Lo.." desis Alex. Pria itu berbalik dan memasuki lift menuju kamarnya.

Disisi lain, Rea  yang baru keluar dari Rumah Besar milik Bramadi berpapasan kembali dengan si satpam. Kali ini dia tidak mengejek tapi menyapanya dengan baik.

"Mari Bapak.." katanya. Sedang si satpam hanya tersenyum malu membalas sapaan Rea.

Sampai di depan Motor CB jadul miliknya, Rea menatap punggung tangannya yang tadi sempat di cium Alex. "Auhh.." Rea mengelap tangannya yang masih terasa panas akibat ulah Alex ke celananya. Rea merasa risih, karena bekas ciuman Alex. "Dasar Playboy!" Ucap Rea mengejek.

Rea mengendarai motornya dan kembali pulang. Sampai di rumah dia mendapati Vani tengah menunggunya sambil bermain dengan Arta.

"Lo ngapain kesini?" Tanya Rea saat dia selesai melepas kemejanya, dan melemparnya ke arah sofa lusuh miliknya. Tidak ada jawaban dari Vani, karena dia tengah sibuk bermain. Rea berjalan ke arah kulkas yang letaknya masih satu ruangan dengan tempat Vani dan Arta duduk.

Rea duduk di sofa yang berada di sofa samping Vani dan Arta duduk. Tangannya sibuk membuka tutup botol minum, dan mengarahkannya ke bibirnya sambil mengamati keduanya. Arta, bocah itu tengah sibuk menggambar. Sedang Vani tengah sibuk memainkan rubik milik Arta.

"Aduh susah Ar! Mbak kalah deh.. Nih Mbak kasih seratus ribu." Ucap Vani sambil meletakkan uang seratus ribu dibawah rubik milik Arta. Rea yang mendengarnya tersedak air minumnya.

"Woi! Santai Re.. Santai.. " kata Vani, sambil menepuk-nepuk pundak Rea.

"Pelan-pelan dong mbak Re.." ucap Arta.

Rea berdecak dan bersungut marah. Matanya menatap Vani dan Arta bergantian. "Arta! Kalian Taruhan lagi?!" Tanya Rea. Arta hanya tersenyum polos dan mengangguk tanpa dosa.

"Ih! Bukan Ar yang mau ya mbak! Cece Vani ini yang maksa." Kata Arta, membela dirinya. Rea mengalihkan tatapannya pada Vani. Vani yang ditatap Rea seperti itu hanya meringis.

"Heheh... Ya lagian gue bosen Re."

"Lo mau ngajarin adek gue, hal-hal yang nggak bener?" Tanya Rea, masih marah.

"Yaelah Re.. nggak gitu. Lagian Ar juga udah jadi adek gue juga!" Kini gantian Vani yang marah. Dia marah karena merasa tidak dianggap siapa-siapa oleh Rea.

Rea menghela nafas, "oke.. udah berapa putaran?" Tanya Rea yang tidak ingin membuat Vani marah. 

Vani mencabik, "Baru juga 3 putaran." Arta mengangguk membenarkan. "Anggap aja gue lagi ngasih uang jajan buat adek gue sendiri. Lo nggak boleh marah Re.." kata Vani.

TUAN NONA (Hug My Heart)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang