Bagian 5

2.9K 137 1
                                    

Hari ini aku bertugas menjaga toko kue sejak pagi, kebetulan ini adalah akhir pekan jadi libur sekolah. Paman Fan sedang menjemput anaknya di stasiun kereta. Hari ini anaknya yang kuliah di Vienna akan pulang kampung untuk beberapa hari. Pengunjung di akhir pekan agak ramai. Aku sedikit kerepotan harus bolak-balik ke dapur untuk membawa beberapa roti ke etalase toko yang sebentar saja sudah hampir kosong lagi.

"Repot sekali ya Falia, harus bolak-balik. Kamu jaga di luar saja, nanti biar aku yang membawakan kue yang sudah siap ke luar." Itu Hugo pria bertubuh tambun usianya sekitar dua puluh tahun, dia adalah seorang koki yang sangat hebat. Dia dan beberapa pegawai lain bertugas membuat kue dan roti di dapur.

"Nggak apa-apa kok. Aku senang bisa bantu. Di luar masih ada Hanna yang jaga kasir. Masih ada sedikit ruang untuk lima potong roti lagi di sini?" Aku mengambil senampan berisi beberapa roti untuk kubawa ke luar dapur.

"Ahaha... kamu benar-benar selalu penuh semangat ya." Hugo menambahkan beberapa potong roti lagi ke atas nampan yang sedang kubawa.

Aku kembali ke toko. Hanna teman kerjaku sedang sibuk melayani beberapa pelanggan yang memesan kue. Hanna gadis berwajah Asia yang ramah dan cantik. Ayahnya orang Jepang sedangkan ibunya orang Jerman. Dia masih seumuran denganku, tapi kami bersekolah di sekolah berbeda. Sambil sedikit membungkuk aku mengisi beberapa rak kaca berisi kue dan roti yang kosong.

"Tolong butter croissant lima buah." Sebuah suara menyapaku yang masih tertunduk di bawah rak roti.

"Baik. Sebentar ya, apa ada tambahan yang lain, Tuan?"

"Tidak, itu saja."

Aku mengambil sebuah kotak dan memasukan lima potong butter croissant yang masih hangat. "Benar tidak ingin tambah yang lain? Kue dan rotinya masih hangat karena baru keluar dari..." Ucapanku tergantung saat kulihat siapa laki-laki yang berdiri di hadapanku, kami dibatasi sebuah etalase roti cukup besar. Tapi tubuhnya yang tinggi membuatku dapat melihatnya dengan jelas.

"Pak Raelan?"

"Kamu tampak manis dengan seragam toko ini."

"Bagaimana bapak bisa ke sini?"

"Aku? Naik sepeda. Sepedaku ada di luar."

"Hhh..." Aku mendengus. Maksudku bukan itu, tapi kenapa harus ke toko kue ini? Kenapa harus ketemu dengannya saat aku sedang bekerja begini? Agak aneh. Memang sekolah tidak melarang murid-murid bekerja sambilan. Tapi rasanya sedikit konyol kepergok guru di sekolah saat aku sedang bekerja apalagi mengenakan seragam pegawai toko roti ini. Stelan baju warna pink, dengan penutup kepala dan apron mungil warna putih.

"Aku pernah melihatmu pulang sekolah masuk ke sini beberapa kali. Kupikir kamu sering beli roti di sini. Jadi aku mampir karena pasti rasanya enak. Aku baru tahu kalau..."

"Maaf, tapi pelanggan yang lain masih banyak yang menunggu." Aku memotong ucapannya sambil memberikan kotak berisi roti pesanannya.

Pak Raelan memberikan uang untuk membayar roti dan ada sesuatu yang terselip di sana. "Tiket pameran lukisan, hari Senin nanti. Kita bisa datang sepulang sekolah."

Tanpa menunggu jawaban dariku, iya atau tidak, dia segera berbalik dan pergi meninggalkan toko. Aku mengamati selembar tiket yang diberikan Pak Raelan. Pameran lukisan yang diadakan untuk menyambut musim semi tahun ini. Sejak tahun lalu aku sangat ingin mengunjunginya tapi harga tiketnya terlalu mahal. Padahal jika aku meminta pada ayah pasti aku bisa masuk dengan gratis.

Pak Raelan memberikanku tiket ini dengan cuma-cuma. Aku bisa datang ke pameran lukisan tahun ini. Di sana akan dipajang lukisan-lukisan dari pelukis ternama asal Austria, atau beberapa lukisan antik yang dipinjam dari museum seni nasional. Senyumku mengembang tanpa sadar.

Karena Tidak Semua Cinta Bisa BertemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang