Saat aku membuka mata aku berada di rumah sakit. Rasanya aku sudah tertidur untuk waktu yang cukup lama. Di sebelahku Bunda Belinda sedang menangis, sedangkan ayah mondar-mandir di ruangan sambil melipat tangannya di depan dada. Aku mengamati keadaan ruangan kamar rumah sakit dengan dominasi warna putih ini. Kepalaku masih terasa pusing. Suaraku rasanya masih berat dan tanganku masih kaku untuk digerakkan. Aku ingin memanggil Bunda Belinda atau sekadar menyentuh tangannya. Tapi aku hanya bisa diam, mulutku masih dipasang alat bantu pernapasan.
"Apa sulitnya memberikan restumu pada Falia, Brian?"
Suara Bunda Belinda yang masih menutup wajahnya dengan kedua tangan dan menangis terisak-isak tertangkap telingaku. Aku yang baru beberapa saat membuka mata pun memutuskan memejamkan kembali mataku.
"Kau menyalahkanku, Belinda?"
"Tidak, aku tidak menyalahkanmu. Aku hanya tidak mengerti jalan pikiranmu. Seandainya kau memberi restu pada Raelan sejak dulu pasti mereka sudah hidup bahagia sekarang. Raelan begitu mencintai Falia. Apanya yang salah? Brian... Falia masih belum sadar sejak kemarin. Aku sangat takut. Jika dia sadar pun, bagaimana kalau dia coba bunuh diri lagi nanti?"
"Bukankah aku sudah menjelaskan semuanya padamu. Kau belum mengerti juga kenapa aku lakukan ini, ini demi kebahagiaan Falia. Aku tidak ingin...."
"Kebahagian katamu? Dia justru menderita sekarang."
"Belinda, kumohon."
"Brian... seandainya kau dan Raelan tak bertengkar malam itu mungkin saja Raelan tidak akan mengalami kecelakaan. Bisa saja kan dia jadi tidak fokus saat menyetir dan kecelakaan itu terjadi karena memikirkan semua ucapanmmu?"
Aku tersentak! Aku menahan mati-matian untuk tidak berteriak karena marah pada ayah. Aku masih ingin mendengar percakapan mereka berdua. Tanganku yang dipasang selang infus terasa sedikit nyeri karena aku sempat mengepal telapak tanganku, menahan rasa kesal. Bunda Belinda masih menangis meski sekarang dia sudah berdiri menatap ayahku di hadapannya.
Jadi malam itu Raelan pergi menemui ayah tanpa aku? Dia menepati ucapannya untuk meminta restu ayah sekali lagi. Namun justru mereka malah bertengkar. Apa mungkin benar kata Bunda Belinda, Raelan kecelakaan karena pertengkaran malam itu? Itu berarti ini semua salah ayah? Ya Tuhan... untuk apa kau masih membiarkanku hidup! Aku sudah mencoba menyayat urat nadiku agar aku meninggal saat itu juga. Mungkin dengan meninggal aku bisa bertemu lagi dengan Raelan dan menghentikan semua penderitaan ini.
"Aku benar-benar takut jika hal buruk juga terjadi pada Falia. Apa kau tidak mencintai Falia, Brian? Bukankah dia anakmu?"
"Berhentilah bicara Belinda, kau hanya membuat kepalaku semakin mau pecah!" Terdengar suara langkah kaki yang menjauh dan suara pintu yang terbuka lalu tertutup dengan kasar.
Aku tak bisa lagi menahan air mataku yang tiba-tiba menetes dari mataku yang bahkan saat ini masih terpejam. Dadaku sesak hingga rasanya seperti terbakar. Entah apa yang harus aku sesali, entah pada siapa harusnya aku marah, aku benar-benar tak mengerti alur takdir ini.
Tante Belinda kembali menangis, dia belum sadar kalau aku sudah terbangun.
Di saat seperti ini aku sangat merindukan sosok bunda. Wajahnya yang teduh dan senyumannya yang menenangkan. Bunda pasti akan mengusap lembut kepalaku lalu memelukku. Meskipun sekarang ada Bunda Belinda, yang kuanggap seperti pengganti bunda namun kadang rasa ini tidak cukup. Aku sangat merindukan sosok bunda ada di sebelahku. Belum hilang rasa sedihku karena berpisah dengan bunda, kini Raelan pun pergi meninggalkanku.
**
Pagi ini aku sudah merasa lebih baik, meski masih terasa lemas. Dokter bilang aku banyak kehilangan darah kemarin. Untung Bunda Belinda kembali ke apartemenku di waktu yang tepat. Ya, setelah mendapat berita kematian Raelan dia kembali ke apartemenku untuk menjemputkku ke Innsbruck. Tapi dia justru menemukan tubuhku yang sudah terkujur lemas di kamar dengan darah yang terus keluar dari pergelangan tanganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Karena Tidak Semua Cinta Bisa Bertemu
RomanceSaat nulis bagian-bagian akhir Apakah Kita Bisa Bertemu Lagi (novelet pertama saya di wattpad) selalu tergelitik buat nulis juga gimana perasaan Falia (tokoh yang jarang muncul tapi banyak yang sebal :P) dan apa yang terjadi pada Rama selama 12 tahu...