Bagian 8

2.6K 125 2
                                    

Aku dan Pak Raelan semakin akrab. Aku tahu hal ini harusnya kuhindari karena berbahaya untuk pekerjaan Pak Raelan, apalagi setelah ada gosip aneh itu dan juga kejadian mengerikan beberapa hari lalu. Bukan tak mungkin akan ada kejadian aneh lagi yang menimpaku atau mungkin menimpa Pak Raelan. Jam istirahat ini kami makan siang bersama di ruang seni lukis lama.

"Menurut bapak bagaimana lukisan ini? Ini lukisan wajah Rama. Sahabatku."

"Lukisan yang bagus dan... dibuat dengan hati berbunga-bunga ya?” Dia tertawa. “Kamu sering membicarakan nama itu, apa dia pacarmu?"

"Bukan. Dia sahabatku. Awalnya sih, aku sempat berpikir mungkin aku jatuh cinta padanya, tapi dia sudah punya orang yang dia suka jadi aku nggak boleh menyukainya lebih dari teman. hehe..."

"Ahaha... Saat kamu benar-benar jatuh cinta nanti, cinta itu bukan sesuatu yang bisa diatur dengan keinginan kita sendiri. Tidak bisa dicegah, tidak bisa memilih, tidak bisa dipaksakan."

"Begitu ya?"

"Hm...." Pak Raelan meneguk jus jeruk dalam kemasan kalengnya.

"Kalau Pak Raelan suka wanita seperti apa? Pastinya yang dewasa ya? Seksi? Atau..."

"Mungkin yang bisa membuatku tidak bosan memikirkannya. Seperti Emily, meski dia sudah tiada, aku tidak pernah bosan memikirkan dan mengenangnya."

"Hm... Emily lebih muda atau seumuran atau mungkin lebih tua dari Bapak?"

"Dia dua tahun lebih muda dariku."

"Ah, hanya dua tahun ya?"

"Kenapa?"

"Ah, nggak apa-apa cuma merasa kalian pasti dulu serasi sekali."

Di sekolah ini memang tidak sedikit siswi yang mengidolakan Pak Raelan, selain muda dan tampan dia juga baik dan ramah pada semua siswi. Itu juga yang dia lakukan padaku. Tak heran banyak siswi yang mulai merasa nyaman dan ingin ada di dekatnya lebih lama. Mungkin mereka jadi merasa aku akan memonopoli Pak Raelan sehingga mereka ingin mencelakakanku tempo hari. Tapi aku juga mulai merasa nyaman dengan Pak Raelan dan ingin tetap memanfaatkan kedekatanku dengannya seperti ini.

Entah perasaan apa ini sebenarnya, mungkin karena selama ini aku merindukan sosok laki-laki dewasa di dekatku. Sosok laki-laki dewasa yang bisa berperan sebagai ayah atau kakak laki-laki. Perhatian dan melindungi, perasaan semacam itu bisa kurasakan jika ada di dekat Pak Raelan.

**

Aku dan Rama berdiri di alun-alun kota menikmati permainan musik musisi jalanan yang mengalunkan lagu-lagu klasik. Kebetulan tadi kami sedang berjalan-jalan di sekitar pertokoan mencari kado ulang tahun untuk Kak Mawar. Rama yang menyukai musik pasti akan langsung menarik lenganku kalau mendengar melodi yang dia sukai.

“Belakangan kamu jadi kelihatan makin ceria deh, Falia.”

“Masa sih?”

“Iya, jadi banyak ketawa. Lagi jatuh cinta ya?”

“Eh, apa? Nggak kok.”

“Ahaha...”

“Musiknya indah ya...” Aku buru-buru mengubah topik pembicaraan.

“Iya. Kapan-kapan aku juga pengin duduk di alun-alun kota ini. Memegang gitar atau piano memainkan satu lagu buatanku sendiri. Kira-kira kotak uangnya akan terisi berapa banyak ya?” Rama tertawa lucu.

“Ingin menyanyi di jalanan begini? Bukannya kamu sering ikut ayahmu konser di panggung besar?”

“Memang, tapi rasanya pasti beda kalau tampil di jalanan begini. Menyanyi di depan orang-orang yang nggak mengenalmu. Jadi mereka cuma akan menilai musiknya bukan orangnya.”

Karena Tidak Semua Cinta Bisa BertemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang