***
Selama perjalanan menuju rumah sakit, Rianti tak dapat menghentikan tangisannya. Dia terus menerus merapalkan doa, berharap Arfan bisa bertahan.
"Tuhan, tolong selamatkan dia," bisiknya berulang-ulang.
Beruntunglah pergerakan ambulans begitu cepat hingga akhirnya menepi di depan bagian UGD rumah sakit. Arfan langsung dibawa ke ruang gawat darurat.
Rianti yang keterusan memegang sisi ranjang brankar, langsung dilarang masuk oleh tim medis dan diminta menunggu di luar. Rianti pun menurut.
Waktu terasa berjalan sangat lambat. Setiap detik penuh dengan kekhawatiran dan ketakutan akan kemungkinan terburuk. Rianti mencoba menghubungi keluarga Arfan, tetapi tangannya masih gemetar sehingga sulit untuk mengetik.
Beberapa saat kemudian, seorang dokter keluar dari ruang gawat darurat. Rianti segera menghampirinya.
"Anda istrinya Pak Arfan?"
Dengan wajah sembab, Rianti menjawab pelan. "Iya. Saya istrinya Mas Arfan."
Dia masih mengusap air mata tersisa. "Bagaimana kondisi suami saya, Dok?" tanyanya dengan suara putus asa.
Dokter itu tersenyum tipis dan menghela napas. "Saat ini, kondisi suami Anda stabil. Dia mengalami luka cukup parah di kepala dan ada beberapa tulang patah, tetapi kami sudah mengambil tindakan pertama. Kami akan membawanya ke ruang operasi untuk memastikan tidak ada komplikasi lebih lanjut."
Rianti merasa sedikit lega, meskipun kekhawatirannya belum sepenuhnya reda. "Terima kasih, Dok. Tolong lakukan yang terbaik untuk suami saya."
Setelah dokter pergi, Rianti duduk di kursi tunggu, menatap kosong ke depan. Pikirannya penuh dengan bayangan kecelakaan itu. Dia menyalahkan dirinya sendiri karena membiarkan Arfan menyeberang jalan sendirian.
"Harusnya aku ikut dia ..." gumamnya pelan.
Tak lama kemudian, suara langkah kaki mendekat. Juan, yang membawa mobil Arfan ke rumah sakit.
Juan berlari sedikit menghampiri Rianti.
"Gimana kondisi Pak Arfan? Ada luka serius?" tanya Juan.
Rianti mengangguk pelan. "Kondisinya nggak terlalu luka serius, Pak. Cuman demi tindakan lebih lanjut, dia harus masuk ruang operasi sekarang. Beruntung kondisinya stabil, hanya saja ... aku masih takut ..."
Rianti mengambil napas dalam-dalam untuk menumpahkan tangisannya. Juan bergerak cepat duduk di samping Rianti dan menepuk bahu sang sahabat dengan lembut.
"Kita doakan yang terbaik ya Bu Rin. Pak Arfan itu kuat. Dia pasti bisa melewati rasa sakitnya."
Rianti mencoba menguatkan diri dengan kata-kata Juan tadi. Namun, rasa cemas tetap dia rasakan di dalam hati. Dalam keheningan ruang tunggu rumah sakit, dia hanya bisa berdoa agar pria yang dicintainya diberikan kesempatan untuk tetap hidup dan melanjutkan perjalanan mereka bersama.
Waktu berlalu, dan akhirnya seorang perawat keluar untuk memberitahu bahwa operasi sedang berlangsung dengan lancar. Rianti menarik napas lega, meski tahu perjalanan Arfan untuk pulih sepenuhnya mungkin akan panjang.
Dalam hati, dia berjanji akan terus berada di sisi Arfan, apa pun yang terjadi. Bagi Rianti, cinta mereka adalah kekuatan yang akan membantu mereka menghadapi berbagai macam ujian, termasuk barusan.
"Oh ya Rin. Kira-kira kamu tahu nggak sih? Siapa yang bikin Pak Arfan jadi mengalami kecelakaan?" Juan bertanya sesuatu–membuat Rianti seketika terkejut.
"Apa–maksud kamu, Pak Ju?"
"Aku cuma penasaran aja. Orang-orang kalau ngemudi mobil, bila ada yang nyebrang tuh, dipelanin kan kecepatan mobilnya. Dia tunggu dulu sampai orang itu menyebrang. Tapi kan ... siapa yang nabrak Pak Arfan?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Find the Real Love
RomanceSibuk sebagai dosen membuat Arfan tidak punya waktu untuk hal romantis. Hingga terbuai oleh ambisi justru membuatnya dibenci karena terang-terangan mengatakan tidak menyukai wanita. Sampai saat menyadari Rianti selalu mendekatinya, Arfan pun memilik...