ZaraAku terhuyung ke belakang ketika Zen menubrukku dan membenamkanku ke dalam pelukannya. Semua pertahanan diriku runtuh dan di pelukan Zen, aku menangis.
Selama bertahun-tahun aku kehilangan kakakku tanpa tahu bahwa itu caranya melindungiku. Seandainya aku tahu pengorbanan Zen, aku akan meringankan bebannya. Baik Papa maupun Zen sama-sama menganggap aku masih anak kecil yang tidak cukup kuat menghadapi kejamnya dunia. Mereka melakukan sedala cara, termasuk mengorbankan diri demi melindungiku.
“I’m so sorry,” bisiknya. Sama sepertiku, Zen juga terisak.
Aku menggeleng. Meski bukan ini jawaban yang kuinginkan, tapi tidak ada yang bisa kulakukan selain menerima. Semua yang sudah terjadi tidak akan bisa diulang, termasuk keputusan Zen. Namun yang paling penting, saat ini kakakku sudah kembali.
“Kesalahan terbesar gue adalah terjerumus bujuk rayu Dedi.”
Aku masih mencoba mencerna mengapa Zen memilih jalan ini. Namun Zen yang tertekan tidak memberiku jawaban. Tidak semuanya harus kuketahui sekarang.
“Janji sama gue, lo enggak bakal begini lagi.”
Zen tertawa kecil. “Ra, gue bakal dipenjara.”
Seolah ada yang menumbuk hatiku. Aku menatap Dante, berharap ada yang bisa dilakukannya untuk meringankan hukuman Zen. Meski Zen melakukan kesalahan, tapi dia tidak pernah sengaja menjadi pengedar. Zen dijebak dan tidak punya pilihan lain.
“Gue tahu soal hubungan lo dan Dante,” bisik Zen.
Tubuhku sontak menegang.
“It’s okay. Karena itu, gue percaya sama dia. Gue udah kasih semua nama yang gue tahu, jadi Dante bisa menangkap mereka semua,” bisiknya lagi.
“Termasuk yang ngawasin gue?”
“I hope so.”
Meski tidak menyatakan secara gamblang, aku bisa merasakan keadaan semakin pelik. Walaupun Zen membocorkan nama lain yang terlibat, tidak berarti hidupku bisa kembali seperti semula.
Namun di hadapan Zen, aku menyimpan jauh-jauh kekhawatiran itu. Aku tidak ingin membuatnya semakin cemas. Zen menghadapi hal berat di depan matanya dan hal terakhir yang ingin kulakukan adalah menambah beban pikirannya.
“Hati-hati, ya, Ra. Gue udah di dalam, jadi enggak bisa melindungi lo lagi.” Ada nada menyerah di balik ucapannya.
Aku mengusap punggung Zen. “Gue bisa jaga diri. Maafin gue enggak bisa melindungi lo.”
Zen membalas dnegan pelukan yang tambah erat.
Dante memberiku waktu lebih lama bersama Zen. Aku memanfaatkannya dengan mengenang masa kecil, di saat hidup masih berpihak kepada kami. Untuk kali pertama setelah semua mimpi buruk ini terjadi, aku bisa tertawa.
Saat waktu yang kumiliki sudah habis, aku berjanji akan selalu mendukung Zen. Aku masih mempunyai tabungan, cukup untuk membayar pengacara. Kalaupun tidak, aku akan bekerja keras mengumpulkan uang. Apa pun yang terjadi nanti, aku tidak akan pernah meninggalkan Zen.
Seperti dia yang selama ini tidak pernah meninggalkanku.
***
Dante mengantarku kembali ke apartemen Gadis.
“Gadis belum pulang?” tanyanya.
“Lagi ada fashion week, jadi Gadis lembur.” Aku memutar tubuh untuk menatapnya. “Aku mau kamu jujur, seberapa bahaya keadaan di luar?”
Dante tidak segera menjawab, hanya tatapannya yang memaku. Aku bisa melihat pertentangan yang dialaminya.
Aku memutus jarak dengannya. “Mas, aku berhak tahu.”

KAMU SEDANG MEMBACA
The Teacher
RomanceKetika mimpi sebagai pianis kandas, Zara banting setir menjadi guru private. Perkenalannya dengan Gregoria, seorang anak berusia enam tahun, membuat hidup Zara yang sebelumnya tenang tanpa gejolak, berubah penuh intrik setelah masuk ke dalam keluarg...