3: Mulai Jatuh Cinta

8.8K 512 1
                                    

Haloo! Gaada yang vote, tapi gapapa sih, ini namanya hobi. Tapi lebih baik hargain karya org lainn, kalo gak suka silahkan stop baca, thankyouuu:)

@pacariqbaal: gak cocok, beda agama. Lyra agama Kristen.

Jleb. Kalimat itu benar-benar masuk ke hati gue. Gue kenapa? Kenapa jadi terngiang-ngiang curhatan Salsha tadi? Kenapa gue jadi takut? Kenapa gue takut jatuh cinta sama Iqbaal? Raut muka gue berubah 180°. Dan gue rasa Iqbaal menyadarinya.

"Lyr?", panggil nya. Gue hanya bergumam, masih memegang iPhone Iqbaal. Di layarnya terlihat jelas tulisan: @pacariqbaal: gak cocok, beda agama. Lyra agama Kristen. Iqbaal segera merampas iPhone nya dari tangan kanan gue. Ia membaca sesuatu yang gue yakini adalah komentar tadi. Setelah selesai membaca, dia mengarahkan pandangannya ke gue, yang masih menatap kosong kaca mobil depan.

"Lyr", panggilnya lagi.

Perasaan gue campur aduk. Kepala gue mulai terasa berat. Pandangan gue buram. Tunggu, buram? Ya, gue nangis. Sudah sekuat tenaga gue menahan tetesan air menyebalkan ini untuk tidak menampakkan dirinya. Tapi hasilnya nihil.

"Kita ke rumah gue dulu", katanya dengan nada sendu. Tanpa persetujuan gue yang masih asik menangis, dia langsung menaikkan kecepatan mobilnya di jalanan yang lumayan sepi itu dan melaju ke rumahnya.

Setelah sampai dan setelah Iqbaal memarkirkan mobilnya ke garasi rumahnya yang cukup luas, kita berdua masih ada di dalam mobil tanpa mengeluarkan sepatah kata pun. Gue masih tidak bisa memberhentikan air yang terus turun dari kedua mata gue. Canggung? Ya. Sangat canggung. (gerbangnya dibukain pembantunya Iqbaal ya if you're wondering)

"Lyra", panggilnya LAGI. Dan untuk kesekian kalinya. Gue tetep diem.

"Lyr liat gue", perintahnya sambil menolehkan dagu gue ke arahnya. Gue tetap melihat ke bawah, gue ga berani natap matanya. Gue kenapa sih?

"Lyr please liat mata gue", perintahnya lagi. Namun sekarang lebih terdengar lembut. Kali ini gue menurutinya.

"Kenapa lu nangis?", tanya nya sambil menatap dalam wajah gue. Jangankan Iqbaal, gue sendiri pun gak tau alasan nya. Gue terdiam sejenak, Iqbaal pun begitu. Ia menunggu jawaban dari mulut gue yang bergetar menahan tangis yang seakan-akan mau meledak. Mata gue kembali menatap ke bawah. Gue takut. Gue takut natap mata Iqbaal. Gue takut luluh, gue takut gue makin suka sama Iqbaal. Entahlah, kayaknya sekarang gue suka sama dia.

"Lyr, jawab gue", katanya lagi. Tangan kanan nya masih memegang dagu gue yang sedikit dibasahi air mata.

Oke, Lyr. Lu harus ngomong. Gue mulai menatap mata Iqbaal sedalam-dalamnya. Menarik nafas gue panjang untuk menstabilkannya, dan mulai berbicara.

"Baal, gue tau ini ga masuk akal. Gue tau ga ada yang namanya cinta pada pandangan pertama. Tapi itu yang gue alamin sekarang! Kalo gue ga suka sama lu, kalo gue ga cinta sama lu, gue ga akan sesakit ini pas ngeliat komentar tadi! Gue emang gak masuk akal! Gue... gue...", gue berhenti sejenak, menatap ke bawah lagi, dan menarik nafas dalam-dalam. Kemudian melanjutkan kalimat gue.

"Gue cinta sama lu", lanjut gue sambil menatap mata cowo itu lagi. Kedua mata nya terlihat sendu dan menenangkan. Tapi untuk saat ini, sepasang mata indah itu ga bisa bikin gue tenang. Gue menundukkan kepala gue, membuat tangan Iqbaal yang sedari tadi memegang dagu gue dan sesekali mengelusnya terlepas. Gue terisak, sesekali menjerit. Gue emang cengeng.

"Hey!", panggilnya agak keras namun tetap lembut lalu memegang kedua pipi gue dengan kedua telapak tangannya kemudian menaikkan nya sehingga gue dapat dengan jelas menatap wajahnya. Tulus. Di wajahnya gue melihat ketulusan. Gue berhenti terisak. Gue memberi dia kesempatan berbicara.

"Lyr, bukan karena lu barusan bilang kalo lu cinta sama gue, terus apa yang gue bilang sekarang itu cuma buat bikin lu tenang. Apa yang gue bilang sekarang, itu dari hati gue. Denger, gue cinta sama lu, Lyr. Gue juga ngerasa kalo gue gak masuk akal.Tapi gue ngerasa kalo perasaan ini beda dari perasaan-perasaan gue ke cewe-cewe lain!", tegasnya. Gue kaget. Serius?

"Baal, ini gak mungkin. Pertama, lu sama gue baru kenal sehari. Bahkan belum genap sehari. Mungkin yang kita rasain sekarang itu cuma rasa suka, bukan cinta. Kedua, lu sama gue...", gue berhenti sejenak. Cowo dengan kedua telapak tangan di pipi chubby gue ini menunggu lanjutan dari kalimat gue sambil menatap gue lekat.

"Lu sama gue beda agama, Baal!", lanjut gue sedikit berteriak. Kemudian kembali menangis.

"Hey tenang, kita hadapin ini sama-sama. Lu sama gue akan baik-baik aja. Gue cinta sama lu. Gue tau ini bukan sekedar suka. Kita jalanin ini bareng-bareng. Mulai sekarang kita sama-sama ya?".

Deg!
Mulai sekarang kita sama-sama ya?

Maksudnya apa? Maksud Iqbaal apa?!

Gue menatap matanya seolah-olah bertanya: "maksud lu?"

"Lu mau jadi pacar gue? Jadi temen hidup gue?", tanya nya. Dia nembak gue? Hening. Hanya suara mesin AC mobil yang terdengar.

"Kita... baru kenal sehari, Baal", ujar gue hati-hati.

Iqbaal menghela nafasnya halus dan tersenyum.

"Percaya sama aku. Aku cinta sama kamu. Aku ga peduli baru berapa lama kita kenal. Yang jelas aku mau hadapin semuanya sama kamu".

Kalimat Iqbaal barusan... berhasil membuat gue tersenyum. Ditambah lagi elusan halus di kedua pipi gue. Gue sedikit mengangguk. Iqbaal tersenyum manis dan mendekap tubuh gue.

Line!
Suara yang berbunyi berkali-kali itu berhasil membangunkan gue dari tidur nyenyak gue setelah kejadian kemarin sore. Indah banget dah kemaren sore, pengen ulang rasanya.

Dengan setengah sadar, gue meraba-raba kasur di bagian kiri tubuh gue dan akhirnya mendapatkan benda yang gue cari. Gue mulai membuka mata gue dan membuka message line yang masuk.

Iqbaale: Bangun kalii 10.00 a.m
Iqbaale: Jam berapa nih? Kebo!! 10.27 a.m
Iqbaale: Kamu tidur jam berapa sih? 10.42 a.m
Iqbaale: Setengah jam lagi giliran kita berdua take loh 11.30 a.m
Iqbaale: Eyyyy 11.41 a.m

Waduh! Gue melotot dan langsung duduk lalu menggaruk-garuk rambut gue kasar. Gue mengetik cepat dan langsung melempar iPhone gue ke kasur. Gue bergegas ke kamar mandi untuk hanya sekedar buang air kecil, menyikat gigi dan mencuci muka.

Lyraak: Aduh mampuslah aku kesiangan!! 11.45

Ya, kurang lebih waktu gue hanya 30 menit lagi. Sedangkan perjalanan dari rumah gue ke lokasi shooting memakan waktu 30 menit juga. Fix telat lah ini! Ahh kacau!

12.30
Gue baru sampai di lokasi shooting. Setelah pamit sama Bang Priya, gue langsung turun dan berlari extra cepat. Gimana ga buru-buru? Gue ngaret setengah jam! Kenapa bisa se-lama ini? Apa lagi alasan nya kalo bukan macet? ARGHHH!!!

BRUK!!
Sedang asik-asik berlari, tiba-tiba tubuh gue yang memakai kaos putih polos dan overall selutut warna jeans ini menghantam tubuh orang lain. Kenceng banget! Dan gue yakin yang gue tabrak ini cowok. Karena yang gue tabrak sama sekali gak tumbang. Sedangkan gue udah jatuh dan yang lebih parahnya lagi, lutut gue menghantam aspal. (ceritanya lari nya pas masih di tempat2 parkir gitu ya)

"Eh, lu gapapa?", tanyanya. Gue bener-bener gak peduli siapa dia. Yang jelas dia kayaknya keturunan hulk. KENCENG ABIS TUH BADAN GILAK. Gue diam dan hanya meringis. Tanpa aba-aba, dia langsung menggendong gue (gendong di depan gitu yaa gendong gendong romantis gitu). Gak lupa dia menyelempangkan tas kecil gue yang berisi iPhone, lipbalm, dan dompet itu di tubuhnya. Ternyata dia orang yang gue kenal. Mengetahui itu, gue hanya diam dan membiarkan dia menopang tubuh (berat) gue ini.

Masuklah kita berdua ke rumah besar yang sudah familiar bagi gue. Dari hari pertama shooting (kemarin), disini lah rumah gue. Hmm, maksud gue, "Rumah Inka".

"Loh, Lyra!", Iqbaal terkejut melihat keadaan gue. Ditambah lagi, gue digendong sama....

Tbc
nah loh nah loh, Lyra digendong siapa kira-kira? Iqbaal marah ga ya? Terus lutut Lyra gimana? TUNGGU LANJUTANNYA YAA HEHE BYE. VOTE YA, HARGAI PENULIS YANG UDAH MENGURAS WAKTU DAN IDE UNTUK MENULIS HEHE TENGS.

[1] PERI CINTAKU -idrTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang