19: I'm Done, We're Done.

5.1K 412 39
                                    

¶¶¶


"K-kenapa Di?", tanya gue (berusaha) santai. Jarak wajah gue dan Aldi sangat dekat. Aldi mengunci gue yang tengah bersandar pada tembok di lorong ini dengan telapak tangan kanannya yang menempel tepat di tembok sebelah kiri kepala gue. Aldi tetap mematung.

"Di?", panggil gue tegang. Wajah Aldi yang tadinya penuh amarah, berubah seketika menjadi sendu. Tiba-tiba gue melihat sebuah butiran air meluncur bebas dari mata kanannya.

"Di lu kenapa sih? Ada masalah?", tanya gue. Gue mulai khawatir sama ekspresi muka nya sekarang, ditambah lagi dia nangis. Gue gak ngerti dia kenapa, tapi gue langsung menghapus air mata di pipi kanannya dengan ibu jari kanan gue. Aldi menggenggam tangan gue yang sedang berada pada pipi kanannya itu dengan tangan kirinya. Kemudian ia menempelkan tangan gue pada dadanya.

"Lu bisa rasain gak?", tanya Aldi lalu menghirup ingus sekilas. "Hm?", gumam gue seakan bertanya "maksudnya?".

"Jantung gue...", ucap Aldi menggantung. Gue diam, memberikan kesempatan agar Aldi dapat melanjutkan kalimatnya. "Berdebar 10x lebih cepet kalo gue lagi bareng lo", lanjut Aldi.

Raut wajah bingung gue berubah menjadi iba.

"Jangan kasian sama gue. Soalnya gue gak suka dikasianin", ujarnya sambil tersenyum.

"Gue akan ubah rasa kasian lo ke gue jadi cinta", lanjut Aldi, berhasil membuat mata gue membulat.

Aldi melepaskan genggamannya lalu menempelkan telapak tangan kirinya pada tembok di sebelah kanan gue. Gue 100% terkunci di antarakedua tangan Aldi saat ini. Wajah Aldi semakin dekat... semakin dekat...

Mata gue seketika makin membulat saat bibir Aldi menyentuh bibir gue sepenuhnya.

Tangan gue meremas bagian bawah kaos gue, lalu gue memejamkan mata gue paksa.

Pikiran gue kacau, pikiran gue melintas kemana-mana.

Aldi lebih jago ciuman daripada Iqbaal.

Tapi percuma dia jago, gue yang gak jago!

Goblok amat gue mikir kayak gini! Gak gak gak! Stop!

Iqbaal marah gak ya?

Bego! Ya pasti marah lah!

Bibir gue gak suci lagi, fix.

Aldi stoooooppp!!

"WOI!", teriak seseorang dari ujung lorong yang tidak begitu panjang ini. Aldi melepaskan ciumannya perlahan, lalu menoleh santai ke arah sumber suara. "Santai". Tolong garisbawahi: SANTAI.

Gue menoleh cepat, lalu mata gue kembali membulat ketika gue tahu bahwa Iqbaal adalah sumber teriakan tersebut. Ada Steffi juga disana. Gue gak tau kenapa Steffi ikut. Mungkin Steffi tau akan ada kejadian kayak gini. Makanya dia gak biarin Iqbaal sendirian.

Mati gue mati gue mati gue tamat tamat tamat tamat.

Iqbaal menghampiri gue dan Aldi dengan derap kaki keras, penuh amarah. Steffi dengan wajah khawatirnya mengikuti dengan langkah cepat.

Brak!
Iqbaal mendorong Aldi dan menyandarkannya super keras pada tembok pada sisi lorong satu lagi, yaitu di seberang posisi gue bersandar sekarang. Iqbaal menarik kaos Aldi dengan satu tangannya.

"Baal!", panggil gue lalu hendak melerai mereka. "Lyr udah, jangan ikut-ikutan. Nanti lo kena juga", ujar Steffi sambil menahan gue.

"Lo gila ya anjing?!", umpat Iqbaal.

"Iya."

"Hah?! Coba jawab sekali lagi!!"

"Iya."

[1] PERI CINTAKU -idrTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang