Pohon Sketsa

560 38 0
                                    

Kyungsoo berlatih tari lebih keras dari biasanya tak peduli telah berapa lama dia mengulang koreografi baru grupnya. Bahkan kakinya mulai terasa sakit dan tangannya serasa kebas. Kyungsoo terus berlatih sembari berkonsentrasi mengingat wajah gadis yang ditemuinya minggu lalu. Adakah kesempatan untuk bertemu dengan gadis itu lagi?

"Kyungsoo-yah, hari sudah larut. Tidakkah kau merasa lelah? Kau telah berlatih lebih dari enam jam." tegur Suho halus. Bahkan Kyungsoo tidak menyadari kehadiran Suho yang memperhatikannya sejak tadi. Kyungsoo menghentikan gerakannya.

"Hyung," sahut Kyungsoo. Suho mendekatinya kemudian menyodorkan sebotol minuman dan handuk. Kyungsoo meraihnya gugup. Kyungsoo menunduk, dia tak ingin melihat bersit kekhawatiran di mata Suho.

"Terima kasih Hyung." lanjut Kyungsoo usai menerima minuman dan handuk yang diulurkan Suho. Suho menghembuskan nafas pelan. Dia begitu memahami bahwa Kyungsoo tengah memikirkan sesuatu dan hal itu mengganggu pikiran dongsaengnya itu. Spontan, Suho memeluk Kyungsoo yang bermandikan keringat dan mengusap kepala laki-laki yang lebih muda dua tahun darinya itu.

"Aku tahu kau memikirkan sesuatu yang mengganggumu. Tapi aku mohon, jangan siksa dirimu seperti ini." ujar Suho setengah berbisik. Kyungsoo mengangguk pelan.

********

Kyungsoo kembali lagi ke kedai kopi yang sama usai tahun baru. Hari itu hujan turun lagi, Kyungsoo cepat-cepat membungkus wajahnya dengan syal tebal warna merahnya dan duduk di tempat yang sama seperti saat Ia bertemu dengan gadis non-Korea itu. Kyungsoo bertekad akan mengenal gadis itu lebih dekat.

Kyungsoo menunggu dengan sabar selama beberapa jam hingga kedai kopi hampir sepi. Bahkan Kyungsoo telah menghabiskan kopinya lebih dari satu jam yang lalu. Hujan juga telah reda sejak dua jam yang lalu. Kyungsoo hampir menyerah hingga matanya menangkap bayangan si gadis di seberang kedai kopi. Si gadis melambai ke arahnya, seolah memintanya untuk pergi ke sana. Kyungsoo bergegas pergi meninggalkan kedai kopi dan menuju arah gadis itu.

Udara begitu dingin di luar, Kyungsoo hampir menggigil ketika dia sampai di bawah pohon tempat gadis itu berdiri. Anehnya, si gadis tidak merasa kedinginan sedikitpun.

"Hai," sapa gadis itu hangat. Dia menyunggingkan senyum di bibir merah mungilnya. Matanya berbinar cerah.

"Tidak kusangka kau akan kembali ke tempat ini tanpa bodyguard lagi." lanjut gadis itu, pipi dan telinganya memerah.

"Aku," Kyungsoo berdehem "Kita belum tahu nama satu sama lain." lanjutnya. Si gadis mencebik, dia memalingkan pandangannya ke arah kedai kopi di ujung jalan Apgujeong-dong.

"Secara harfiah aku mengenalimu, siapa yang tidak mengenalimu? D.O, Do Kyungsoo si bibir hati?" tukas gadis itu "Kamulah yang tidak mengenaliku." lanjutnya.

"Baik, aku ingin mengenalmu saat ini." jawab Kyungsoo singkat. Si gadis menyeringai, dia mengulurkan tangannya yang terbungkus sarung tangan tipis.

"Aku Gin, cukup panggil aku Gin." gadis itu memperkenalkan dirinya dengan ramah.

Cepat-cepat gadis itu menarik tangannya yang digenggam oleh Kyungsoo lalu menggosok-gosoknya.

"Siapalah aku ini hingga Do Kyungsoo ingin mengenalku?" candanya, Kyungsoo tersenyum simpul. Gin lalu menyobek satu halaman dari buku sketsa yang sejak tadi dipeluknya.

"Kuberikan lukisan ini sebagai tanda pertemanan kita." ujar Gin sembari menyerahkan lukisannya waktu itu. Lukisan hujan di luar jendela, di sana ada pohon tempat mereka bertemu lagi hari ini. Lukisan yang akan selalu mengingatkan Kyungsoo bahwa ada gadis bernama Gin dalam hidupnya.

December RainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang