Musim dingin kali ini terasa lebih hangat, seolah alam pun ikut merayakan berakhirnya sebuah kutukan lama.
Di sudut jalan kecil wilayah Ravennor, toko kukis itu kembali buka. Papan kayu bertuliskan ‘Sunkiss Bakery’ yang semula hancur dilalap api kini kembali terpasang kokoh, tergantung di pintu, berayun pelan diterpa angin lembut.
Orang-orang datang berbondong-bondong seperti dulu. Tapi, kali ini bukan hanya karena kukisnya yang lezat. Mereka datang karena kisah di baliknya. Tentang gadis pembuat kukis yang pernah menyelamatkan sang Duke dengan cinta yang lebih kuat dari sihir mana pun. Dan tentang Duke yang tangguh yang menyerah akan gelarnya demi hidup bersama seorang mantan penyihir yang kini menjadi gadis pembuat kukis biasa.
Dengan permohonan Duke Owen, Kaisar Cerulean akhirnya tidak mengusir atau pun membunuh Wendy, si penyihir yang kini menjadi manusia biasa. Sebagai gantinya, Owen harus menyerahkan gelar Duke-nya, dan menjadi rakyat biasa. Owen tidak keberatan. Asalkan ia bisa hidup bersama wanita yang dia cintai yang sudah ia tunggu-tunggu selama bertahun-tahun.
Wendy berdiri di dapur, menabur gula halus di atas kukis hangat. Di luar, suara pelanggan bergema. Riuh, tapi menyenangkan. Graham, yang dulunya butler dari Owen dan memilih ikut keluar dari istana bersama tuannya, ikut kewalahan melayani pelanggan-pelanggan yang datang.
Semua itu membuat Wendy tersenyum. Senyum yang tidak lagi menyembunyikan apa pun.
Dari pintu belakang, suara langkah lembut terdengar, “Pagi, Nona Penyihir.” Suara itu menggoda lembut.
Wendy menoleh. Owen berdiri di sana dengan pakaian biasa. Bukan lagi jubah Duke. Tidak ada lambang kerajaan. Hanya pria yang ia cintai, dengan senyum yang masih membuat dunia terasa berhenti sesaat.
“Pagi, Yang Mulia Tukang Cicip Kukis,” balas Wendy dengan senyum geli.
“Aku sudah bukan Yang Mulia lagi,” bisik Owen sambil membubuhkan kecupan di pelipis Wendy.
“Kau tetap Yang Mulia di hatiku,” jawab Wendy menggoda.
Owen tertawa kecil. Ia semakin mendekat, memeluk pinggang Wendy, “Apa ini? Kau menggodaku, hm?”