Wendy menghela napas panjang lelah. Menutup bukunya dengan malas, “Kepalaku rasanya mau pecah, tau. Nggak tau karena tugasnya terlalu susah, atau memang aku yang bodoh.”
Jungkook, yang sejak tadi juga sama tepekur pada buku dan laptop, menoleh dan tersenyum kecil, “Istirahat dulu kalau gitu,” ucapnya lembut. Diraihnya cangkir kopi milik Wendy yang sudah kosong dan bangkit untuk mengisinya kembali.
“Aku nggak butuh kopi lagi,” protes Wendy, tetapi Jungkook mengabaikannya.
Ketika Jungkook kembali, dia menyerahkan secangkir teh hangat alih-alih kopi, ”Kalau kopi bikin kamu stress, coba ini. Katanya teh bisa menenangkan.”
Wendy tersenyum, mengangkat cangkir itu, “Perhatian banget malam ini. Ada apa?”
Jungkook kembali duduk di lantai, lebih dekat kali ini, bahu mereka sampai menempel. Pria bertato di sepanjang lengan kanannya itu mengangkat bahu, “Biasanya juga gitu, kan?” ucapnya culas.
Wendy sontak memecah tawa seraya mendorong kecil lengan pemuda yang tersenyum manis itu.
Beberapa saat kemudian hening. Wendy menyeruput tehnya sembari merasakan hangatnya. Benar kata Jungkook. Ini cukup menenangkan. Sementara, Jungkook duduk diam memperhatikannya lekat.
Setelah beberapa saat hening, Wendy memiringkan kepala menatap Jungkook, “Kamu udah makan?”
Jungkook menggeleng, “Nggak terlalu lapar.”
Tanpa mengacuhkan, Wendy berdiri, pergi ke dapur dan mulai memanaskan sisa sup yang ada di lemari es. Jungkook mengikuti, lalu memeluk Wendy dari belakang. Tubuh mungil Wendy seketika tenggelam dalam pelukannya.
“Kamu nggak perlu melakukan ini,” ucap Jungkook pelan. Tangannya mulai turun meraba ke sepanjang celana pendek Wendy, “Kita lakuin yang lain aja, gimana?” bisiknya sensual.
Wendy menoleh. Alisnya terangkat satu. Tindakan itu justru Jungkook jadikan kesempatan untuk mengecup bibirnya, “Diam dulu. Lagian, kita masih harus ngerjain tugas.”